Transfer belajar (transfer of
learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan belajar dari situasi
ke situasi lainnya, (Rober 1988), peristiwa pemindahan pengaruh (transfer)
sebagai mana tersebut di atas pada umumnya atau hampir selalu membawa dampak
baik positif maupun negatif terhadap aktivitas dan hasil pembelajaran materi
pelajaran atau keterampilan lain.
Sehingga transfer dapat di bagi atas
dua kategori, yakni transfer positif dan transfer negatif. Transfer positif
biasanya terjadi apabila ada kesamaan element antara materi yang lama dengan
materi yang baru.
Transfer belajar akan mudah terjadi
pada diri seseorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip
dengan situsi yang sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dia pelajari di sekolah.
Transfer positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya secara umum adalah
terciptanya sumberdaya manusia berkualitas yang edukatif.
Para guru sering bertanya kepada
dirinya sendiri "Situasi belajar apakah yang perlu ditransfer?"
Jawabannya mungkin adalah satu atau lebih dari yang berikut ini: isi atau
pengetahuan konseptual, pengetahuan strategis atau prosedural, dan pengaturan
belajar yang sesuai (Thorndike, 1932; Perkins et al., 1993).
Orang-orang yang menganggap bahwa pengajaran pengetahuan isi itu lebih penting daripada pengetahuan strategis berpendapat bahwa siswa yang sudah menguasai pengetahuan isi dalam bidang tertentu akan mampu menunjukkan penggunaan secara canggih strategi efektif dalam situasi baru, termasuk strategi-strategi yang tidak pernah diajarkan secara eksplisit (Chi, 1988). Mereka menyatakan bahwa tanpa pengetahuan yang terkait dengan bidang tertentu, strategi umum itu mempunyai efek yang lemah untuk meningkatkan prestasi dalam kebanyakan tugas. Sementara itu, argumen yang umumnya diberikan untuk menekankan pentingnya pengajaran pengetahuan strategis adalah bahwa, jika orang dapat mengidentifikasi dan mengajarkan ketrampilan umum (misalnya, ketrampilan metakognitif dan pemecahan masalah) yang dapat diterapkan pada berbagai macam tugas, maka hal itu akan memudahkan transfer belajar (Pressley et al., 1987). Walaupun para pendukung kedua kubu tersebut tidak sependapat mengenai masalah apa persisnya yang ditransfer, mereka sepakat bahwa sikap positif terhadap belajar adalah penting bagi keberhasilan pelajar. Sikap ini meliputi hal-hal seperti motivasi tinggi, sikap berani mengambil resiko, kesadaran atau perhatian, dan rasa tanggung jawab untuk belajar (Salomon & Perkins, 1988; Pea, 1988).[1]
Arti dan
Peran Transfer Belajar
Istilah
transfer belajar berasal dari bahasa inggris “transfer of learning” dan berarti
: pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi
yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari diluar
lingkup pendidikan sekolah. Pemindahan atau pengalihan ini menunjuk pada
kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatau bidang atau
situasi diluar lingkup bidang studi dimana hasil itu mula-mula diperoleh.
Misalnya, hasil belajar bidang studi geografi, digunakan dalam mempelajari
bidang studi ekonomi; hasil belejar dicabang olahraga main bola tangan,
digunakan dalam belajar main basket; hasil belajar dibidang fisika dan kimia,
digunakan dalam mengatur kehidupan sehari-hari.
Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan sikap. Berkat pemindahan dan pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu dibidang studi yang lain.
Transfer dalam
belajar ada yang bersifat psitif dan ada yang negatif. Transfer belajar disebut
positif jika pengalaman-pengalaman atau kecakapan-kecakapan yang telah
dipelajari dapat diterapkan untuk mempelajari situasi yang baru, contoh
ketampilan mengendarai sepeda motor, akan mempermudah belajar mengendarai
kendaraan bermotor roda empat. Atau dengan kata lain, respon yang lama dapat
memudahkan untuk menerima timulus yang baru. Disebut transfer negatif jika
pengalaman atau kecakapan yang lama menghambat untuk menerima
pelajaran/kecakapan yang baru.
Menurut Gagne seorang education psikologis (pakar psikologi pendidikan) yang
mahsur, transfer dalam belajar dapat di golongkan ke dalam empat kategori yakni:
a. Transfer positip dapat terjadi dalam diri seseorang apabila guru membantu si belajar untuk belajar dalam situasi tertentu dan akan memudahkan siswa untuk belajar dalam situasi-situasi lainnya. Transfer positif mempunyai pengaruh yang baik bagi siswa untuk mempelajari materi yang lain.
b. Transfer negatif dialami seseorang apabila si belajar dalam situasi tertentu memiliki pengaruh merusak terhadap ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi yang lain. Sehubungan dengan ini guru berupaya untuk menyadari dan menghindarkan siswa-siswanya dari situasi belajar tertentu yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar dimasa depan.
c. Transfer vertikal (tegak); terjadi dalam diri seseorang apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tsb. dalam menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya dengan menguasai materi tentang pembagian atau perkalian maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi tentang pangkat. Agar memperoleh transfer vertikal ini guru dianjurkan untuk menjelaskan kepada siswa secara eksplisit mengenai manfaat materi yang diajarkan dan hubungannya dengan materi yang lain. Dengan mengetahui manfaat dari materi yang akan dipelajari dengan materi lain yang akan dipelajari dikelas yang lebih tinggi diharapkan ia akan mengikuti pelajaran ini dengan lebih serius.
d. Transfer lateral (ke arah samping) terjadi pada siswa bila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajari untuk mempelajari materi yang memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam situasi lain. Dalam hal ini perubahan waktu dan tempat tidak mempengaruhi mutu hasil belajar siswa. Misalnya siswa telah mempelajari materi tentang tambahan, dengan menguasai materi tambahan maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang lebih tinggi tingkat kesilitannya misalnya materi tentang pembagian. Contoh lainnya seorang siswa STM telah mempelajari tentang mesin, maka ia akan dengan mudah mempelajari teknologi mesin lain yang memiliki elemen dan tingkat kerumitan yang hampir sama.[2]
1. Teori Disiplin Formal
Pandangan ini bertitik tolak pada pandangan aliran psikologis, daya tentang psike/kejiwaan manusia, psike itu dipandang sebagai kumpulan dari sejumlah bagian / daya-daya yang berdiri sendiri. Seperti daya berfikir, daya mengingat, daya kemauan, daya merasa, dan lain-lain.
Menurut teori daya (formal disiplin) daya-daya jiwa yang ada pada manusia itu dapat dilatih. Dan setelah berlatih dengan baik, daya-daya itu dapat digunakan pula untuk pekerjaan yang lain yang menggunakan daya tersebut dengan demikian terjdilah transfer belajar. Misalnya seorang anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara melempar dengan tepat, mula-mula ia melempar-melempar dengan batu, kemudian disekolah ia sering bermain kasti sehingga terlatih pula melempar dengan bola. Menurut teori daya, anak yang telah melatih daya melemparnya dengan baik, nantinya jika ia telah dewasa dan menjadi dewasa dapat menjadi pelempar granat yang baik. Contoh lain murid-murid dilatih belajar sejarah. Dengan mempelajari pelajaran sejarah tidak boleh tidak daya ingatannya sering digunakan untuk mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa, ingatan anak itu makin terlatih dan makin baik terhadap pelajaran itu.
Demikian, menurut teori daya pada tiap mata pelajaran disekolah pendidik perlu melatih daya-daya itu (daya ingatan, berpikir, merasakan, dan sebagainya) sehingga daya-daya yang sudah terlatih itu akan dapat digunakan dalam mata pelajaran yang lain dan bagi pekerjaan pekerjaan lain diluar sekolah. Sekolah yang menganut teori daya ini, sudah tentu mengutamakan terlatihnya semua daya-daya jiwa anak, dari pada nilai atau kegunaan mata pelajaran. Berguna atau tidaknya materi/isi mata pelajaran itu dalam praktek dikemudian hari, tidak menjadi soal. Yang penting, apapun yang diajarkan asal dapat melatih daya-daya jiwa adalah baik. Penganut teori daya beranggapan bahwa anak-anak yang pandai di sekolah suadah tentu akan pandai pula dimasyarakat.
2. Teori Elemen Identik
Pandangan ini dipelopori oleh edward thorndike, yang berpendapat bahwa transfer belajar dari satu bidang studi kebidang studi yang lain atau idang studi sekolah ke kehidupan sehari-hari, terjadi berdasarkan adanya unsur-unsur yang sama dalam kedua bidang studi atau antara bidang studi di sekolah ke kehidupan sehari-hari. Makin banyak unsur yang sama makin besar kemungkinan terjadi tarnsfer belajar.Dengan kata lain terjadinya transfer belajar sangat tergantung dari banyak sedikitnya kesamaan unsur-unsur. Misalnya antara bidang studi aljabar dan ilmu ukur dll. Mula-mula thorndike mengartikan “elemen identik” sebagai unsur yang sungguh-sungguh sama (identik) kemudian pengertian identik diartikan sebagai “ada kesamaan, sejenis” perubahan pandangan ini membuat teorinya tentang transfer belajar lebih mudah dapat diterima.
Menurut teori ini hakekat transfer belajar adalah pengalihan dari penguasaan suatu unsur tertentu pada bidang studi yang lain, makin banyak adanya unsur-unsur yang sama akan semakin besar terjadinya transfer belajar positip.
3. Teori Generalisasi
Pandangan ini dikemukakan oleh Charles Judd yang
berpendapat bahwa Menurut teori ini transfer belajar lebih berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip umum . Bila
seorang siswa mampu menangkap konsep, kaidah dan prinsip untuk memecahkan
persoalan maka siswa itu mempunyai bekal yang dapat ditransferkan ke
bidang-bidang lain diluar bidang studi dimana konsep, kaidah dan prinsip itu
mula-mula diperoleh. Maka siswa itu dikatakan mampu mengadakan “generalisasi”
yaitu mampu menangkap ciri-ciri atau sifat-sifat umum yang terdapat dalam
sejumlah hal yang khusus. Generalisasi semacam itu sudah terjadi bila siswa
membentuk konsep, kaidah, prinsip dan siasat-siasat pemecahan problem. Jadi
kesamaan antara dua bidang studi tsb. tidak terdapat dalam unsur-unsur khusus
melainkan dalam pola, dalam struktur dasar dan dalam prinsip.[3]
Faktor-faktor
yang Berperan dalam Transfer Belajar
Intelegensi Individu yang lancer
dan pandai biasanya akan mampu menganalisa dan melihat hubungan-hubungan logis,
ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum,
hingga sangat mudah terjadi transfer.
ü Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta
hubungannya dengan yang lain, tetapi kecendrungan atau pendiriannya menolak/
sikap negative, maka transfer tidak akan terjadi, demikian sebaliknya.
ü Materi pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan
misalnya matematika dengan statistic, ilmu jiwa sscial dengan sosiologi, lebih
mudah terjadi transfer.
ü Sistem penyampaian Guru
Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara pelajaran yang sedang dipelajari dengan meta pelajaran lain atau dengan menunjuk ke kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya lebih membantu terjadinya transfer.
Program
Pengajaran Remedial
Pengajaran
remedial merupakan kegiatan yang sangat penting dalam keseluruhan program
pembelajaran. Melalui program remedial, guru breusaha membantu peserta didik
untuk mencapai kesuksesan belajar secara optimal. Remedial merupakan bentuk
pengajaran yang bersifat kuratif (penyembuhan) dan atau korektif (perbaikan).
Pengajaran remedial merupakan bentuk khusus pengajaran yang bertujuan untuk
menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi penghambat atau
yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan dalam belajar bagi peserta didik.
Menurut
Warkitri dkk. (1990), pengajaran remedial sangat diperlukan dalam proses
pembelajaran karena :
1) Tidak semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai kemampuannya.
2) Adanya kesulitan belajar berarti belum dapat tercapai perubahan tingkah laku siswa secara bulat sebagai hasil belajar
3) Untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut diperlukan suatu teknik bimbingan belajar. Salah satu teknik bimbingan belajar adalah pengajaran remedial
Dengan demikian
dalam pengajaran remedial, guru harus mampu menciptakan situasi yang
memungkinkan peserta didik lebih mampu mengembangkan diri.
Secara umum,
pengajaran remedial bertujuan membantu siswa mencapai mencapai hasil belajar
sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Secara
khusus, pengajaran remedial bertujuan membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar agar mencapai prestasi yang diharapkan melalui proses penyembuhan dalam
aspek kepribadian atau dalam proses belajar mengajar.
Pengajaran
remedial merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses pembelajaran,
mempunyai banyak fungsi dalam membantu peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar, antara lain
a. Fungsi korektif, adalah usaha untuk memperbaiki atau meninjau kembali sesuatu yang dianggap keliru.
b. Fungsi pemahaman, dalam pengajaran remedial terjadi proses pemahaman terhadap pribadi peserta didik, baik dari pihak guru, pembimbing, maupun peserta didik itu sendiri.
c. Fungsi penyesuaian, dalam pnegajaran remedial peserta didik dibantu untuk belajar sesuai dengan keadaan dan kemampuan yang dimiliki sehingga tidak merupakan beban bagi peserta didik.d. Fungsi pengayaan, dalam pengajaran remedial guru berusaha membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar dengan menyediakan atau menambah berbagai materi pengajaran yang tidak atau belum disampaikan dalam pengajaran biasa.
e. Fungsi akselerasi, dalam pengajaran guru berusaha mempercepat pengajaran dengan menambah frekuensi pertemuan dan materi pengajaran.
f. Fungsi terapeutik, pengajaran remedial mengandung unsur terapeutik karena secara langsung atau tidak langsung berusaha menyembuhkan beberapa gangguan atau hambatan peserta didik.
.Dalam
pengajaran remedial juga terdapat beberapa metode. Metode pengajaran remedial
merupakan metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan
kesulitan belajar mulai dari langkah identifikasi kasus sampai dengan langkah
tindak lanjut. Metode yang digunakan dalam pengajaran remedial yaitu :
1) Metode
pemberian tugas.
Metode ini
dilaksanakan dengan cara memberi tugas atau kegiatan yang harus dilakukan oleh
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Jenis dan sifat tugas harus
sesuai dengan jenis, sifat, dan latar belakang kesulitan belajar yang yang
dihadapi peserta didik.
2) Metode
diskusi
Diskusi adalah
suatu bentuk interaksi antarindividu dalam kelompok untuk membahas suatu
masalah. Diskusi digunakan dalam pengajaran remedial untuk memperbaiki kesulitan
belajar dengan memanfaatkan interaksi individu dalam kelompok.
3) Metode
tanya-jawab
Tanya jawab
dalam pengajaran remedial dilakukan dalam bentuk dialog antara guru dengan
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Tanya jawab dilakukan secara
individu maupun secara kelompok dengan peserta didik.
4) Metode kerja
kelompok
Kerja kelompok
dalam pengajaran remedial diusahakan agar terjadi interaksi diantara anggota
dalam kelompok. Kelompok sebaiknya heterogen artinya dalam satu kelompok
terdiri dari pria dan wanita, peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
dan peserta didik yang tidak mengalami kesulitan belajar. Metode ini dapat
meningkatkan pemahaman diri masing-masing anggota, minat belajar dan rasa
tanggung jawab peserta didik.
5) Metode tutor
sebaya
Tutor sebaya
ialah peserta didik yang ditunjuk untuk membantu teman-temannya atau peserta
didik lainnya yang mengalami kesulitan belajar.
6) Metode
pengajaran individual
Pengajaran individual dalam pengajaran remedial yaitu proses pembelajaran yang hanya melibatkan seorang guru dan seorang peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Metode ini sangat intensif karena pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kesulitan dan kemampuan peserta didik. Pengajaran individual bersifat penyembuhan artinya memperbaiki cara belajar, dengan mengulang bahan pelajaran yang telah diberikan atau latihan mengerjakan soal atau mungkin memberikan materi baru.
Program
Pengayaan
Secara umum pengayaan dapat diartikan
sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan
minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat
melakukannya.
Untuk memahami pengertian program
pembelajaran pengayaan, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku berdasar Permendiknas 22,
23, dan 24 Tahun 2006 pada dasarnya menganut sistem pembelajaran berbasis
kompetensi, sistem pembelajaran tuntas, dan sistem pembelajaran yang
memperhatikan dan melayani perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud
ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD
setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria
(PAK). Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik
tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis
kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal
untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang
akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi,
pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb.
Pada akhir program pembelajaran,
diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian
dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta
didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu.
Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah
peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau
ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran
direncanakan.
Jika ada peserta didik yang lebih
mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka
sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran
pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan
untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang
memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan
perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan
berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi,
inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dan sebagainya.
Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki
kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu
mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.
0 Post a Comment:
Posting Komentar