Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa arab yakni yang artinya
bersuci. Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau
bersih dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan
najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan.
Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan” ketika dikatakan saya
menyucikan pakaian maka
yang dimaksud adalah
saya membersihkan pakaian.
Dalam buku Fiqh
ibadah secara bahasa ath-thaharah
berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.
Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas,
menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk
serupa dengan kedua kegiatan tersebut.
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah
bersih dari najis haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast, devenisi
yang dibuat oleh mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi yang digunkan
oleh ulama mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan
apa yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air
ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.
Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa
thaharah memiliki 4 tahapan yakni :
1. Menyucikan
lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.
2. Menyucikan
anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.
3. Menyucikan
hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.
4. Menyucikan
hati dari selain Allah.
Kebersihan
lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan dari kotoran, cara
menghilangkan dengan
menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang dipakai pada
badan seseorang. Sedangkan
kebersihan dari hadats
dilakukan dengan mengambil air
wudhu dan mandi.
Thaharah
dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat
yang digunakan untuk
mandi dan wudhu adalah air dan tanah (debu) untuk tayammum. Dalam hal ini air
harus dalam keadaan suci lagi menyucikan atau di sebut dengan air muthlak
sedangkan tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan. [1]Buang hajat merupakan kebutuhan sehari-hari manusia,
baik buang air besar maupun buang air kecil, mungkin dalam sehari lebih dari
sekali mereka membuang hajat.
Buang hajat
yang lancar merupakan tanda kesehatan tubuh, tersendatnya buang hajat adalah
indikasi adanya ketidakberesan pada tubuh. Agama Islam selalu memperhatikan
hal-hal besar ataupun kecil dalam kehidupan manusia. Termasuk buang hajat dan
istinja, bila selesai buang hajat, kita wajib ber-istinja, yaitu menghilangkan
bekas kotoran yang keluar dari salah satu lubang kemaluan, baik dubur (anus)
maupun kubul (vagina dan penis).Untuk menghilangkan kotoran tersebut,
diutamakan menggunakan air yang suci. Apabila tidak ada air, bilas menggunakan
batu. Dalam hadis telah ditentukan bahwa untuk menghilangkan najis pertama-tama
dengan menggunakan air, kemudian yang basah dikeringkan dengan sesuatu yang
kering dan suci.
Istinja
secara bahasa berarti terlepas atau selamat, sedangkan menurut pengertian
syariat adalah bersuci setelah buang air besar atau buang air kecil. Secara
legkapnya, istinja adalah menghilangkan sesuatu yang keluar dari kubul atau
dubur dengan menggunakan air suci lagi mensucikan atau batu yang suci atau
benda-benda lain yang memiliki fungsi sama dengan air dan batu. Selain istinja,
ada lagi istilah istijmar, yaitu menghilangkan najis dengan batu atau
sejenisnya. Istinja dan istijmar, adalah cara bersuci yang diajarkan syariat Islam
kepada orang yang telah buang hajat. Dan hukum istinja adalah wajib bagi setiap
orang yang baru buang air besar ataupun buang air kecil, dengan air atau media
lainnya. Istinja yang baik adalah dengan air, bilas pula dengan batu.
(istijmar).[2]
Untuk ber istijmar, batu dapat diganti dengan benda keras apapun asal tidak haram dan punya sifat bisa menghilangkan najis. Pada zaman sekarang, kamar-kamar kecil biasanya menyediakan fasilitas tisu khusus untuk menghilangkan najis. Dengan menggunakannya, kita dapat menghilangkan kotoran dan menjaga kebersihan tangan. Sebab, tisu memiliki kesamaan fungsi dengan batu dalam konteks sebagai alat istinja.
Wudhu
Al-Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah (seorang ahli bahasa) menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu’ maka yang dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu. Bila dikatakan wudhu maka yang diinginkan di situ adalah perbuatannya. Sedangkan menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan Hafishohulloh bahwa wudhu adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada anggota-anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala dan kaki) berdasarkan tata cara yang khusus menurut syariat.Jadi definisi wudhu bila ditinjau dari sisi syariat adalah suatu bentuk peribadatan kepada Alloh Ta’ala dengan mencuci anggota tubuh tertentu dengan tata cara yang khusus sebelum melakukan ibadah sholat khususnya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ
فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا
فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ
مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً
فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم
مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن
يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Artinya:" Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu. Berdasarkan dalil di atas, rukun wudhu terdiri dari empat perkara penting yang tidak boleh ditinggalkan seperti membasuh muka, membasuh kedua tangan, mengusap kepala, dan membasuh kedua kaki. [1]
Wudhu disyariatkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah, bahkan juga disyariatkan pada seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan agar selalu dalam kondisi bersuci (wudhu) sebagaimana yang dahulu yang dilazimi oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mulia. Mereka senantiasa berwudhu, baik dalam keadaan senang ataupun susah dan kurang menyenangkan (seperti saat muslim hujan dan dingin).
Tayamum
Tayamum adalah bersuci dari hadas besar maupun hadas
kecil dengan mengusap wajah dan tangan menggunakan debu, tanah atau
permukaan bumi lainnya yang bersih dan suci. Dalil yang menyebutkan kemudahan
bersuci dengan cara tayamum disampaikan Allah dalam Al-Qur'an Surat
Al-Nisa' ayat 43, yang artinya:
"Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu."
Dari ayat di atas, setidaknya ada dua sebab dibolehkannya
bersuci dengan cara tayamum. Pertama, karena Anda berada dalam kondisi sakit
dan ketiadaan air. Kedua, kita dalam keadaan bepergian, sepulang dari buang
air, atau junub. Tayamum ini merupakan satu di antara cara untuk menghilangkan
hadas dan sebagai pengganti dari wudhu. Itulah mengapa, sebagai seorang
muslim, kita wajib tahu tata cara tayamum yang benar. Tidak
hanya gerakannya saja, kita juga harus hafal bacaan niat tayamum dan doanya.
Dengan memahami niat dan tata cara tayamum yang benar, kita bisa menjalankan
ibadah dengan tenang, meski tidak ada air untuk wudhu. Melakukan tayamum tidak boleh
asal-asalan. Sebelum mulai mempraktikkan tata cara tayamum
yang benar, pastikan sudah memenuhi persyaratannya. Jika syarat melakukan
tayamum tak terpenuhi, tayamum tidak bisa dilakukan. Adapun Syarat melakukan
tayamum:
1.
Sulit menemukan air
Menemukan air cenderung jika sedang musim kemarau. Bisa juga
ketika sedang melakukan perjalanan jauh dan sumber air jauh. Dalam keadaan
sakit dan tidak kuat menyentuh air. Termasuk ketika sedang berada di gunung
dengan cuaca sangat dingin dan sulit menemukan sumber air.
2.
Debu yang suci
Debu yang bisa digunakan untuk tayamum harus suci. Maksudnya
adalah debu yang digunakan bebas dari najis, seperti percikan kotoran hewan,
bercampur kapur, dan lain sebagainya. Bukan tanah basah, tidak tercampur dengan
tepung, kapur, batu, tinja, dan kotoran lainnya. Termasuk debu yang sudah
digunakan untuk tayamum tak boleh digunakan lebih dari satu kali.
3.
Mengerti tata cara tayamum
Sebelum melakukan tayamum, pastikan sudah mengerti dan memahami
tata caranya. Syarat dan tata cara tayamum yang benar ini saling beriringan.
Memenuhi syarat saja tidak cukup untuk mengamalkan tayamum yang benar.
4.
Dilakukan pada waktu salat
Jangan asal melakukan tayamum. Tayamum hanya boleh dilakukan
ketika mendekati waktu salat saja. Jika tayamum hendak ditujukan untuk
menyucikan diri dari najis, tidak terlalu dianjurkan. Terkecuali pada kondisi
yang benar-benar tidak memungkinkan.
5.
Satu kali tayamum untuk satu kali salat fardhu
Selain harus dilakukan ketika mendekati waktu salat, tayamum
hanya boleh dilakukan satu kali pada setiap salat fardu. Jika hendak melakukan
salat fardu lagi, dianjurkan untuk bertayamum untuk kedua kalinya.
b.
Rukun Tayamum
Bersuci dengan tayamum memiliki empat rukun, yakni niat dalam
hati, mengusap wajah, mengusap kedua tangan, dan tertib. Berbeda dengan wudu
yang memiliki enam rukun.
c. Tata Cara Tayamum yang Benar
- Siapkan tanah berdebu atau debu yang bersih. Apabila Anda sedang dalam perjalanan, bisa dengan jendela yang bersih.
- Ketika posisi Anda sedang sakit di kamar atau rumah sakit, pilih dinding berdebu yang sekiranya bersih dari kotoran cicak.
- Kemudian menghadap kiblat, ucapkan Basmalah. Letakkan kedua telapak tangan pada debu dengan posisi jari-jari tangan dirapatkan.
- Lalu usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah Anda, disertai membaca niat dalam hati. Satu di antara bacaan niat tayamum: "Nawaitut Tayammuma Lisstibaahatish Shalaati Fardlol Lillaahi Taaalaa." Artinya: Aku niat melakukan tayamum agar dapat mengerjakan salat fardu karena Allah taala.
- Tayamum berbeda dengan wudu, tidak disyaratkan mengusap pada bagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah, baik yang tipis maupun tebal. Terpenting meratakan debu pada seluruh bagian wajah.
- Selanjutnya, letakkan lagi telapak tangan pada debu, sebaiknya di tempat yang berbeda dari letak yang pertama tadi. Kali ini jari-jari direnggangkan, jika ada cincin pada jari dilepas dulu sementara.
- Kemudian usap telapak tangan kiri pada punggung tangan kanan ke arah bagian dalam lengan hingga siku. Lanjutkan dari telapak tangan kanan untuk mengusap punggung tangan kiri hingga siku.
- Terakhir, usapkan bagian jempol kiri ke bagian punggung jempol kanan. Selanjutnya lakukan hal yang sama pada tangan kiri.
- Pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-jari
d. Bacaan Doa Tayamum
Layaknya selesai dari berwudu, setelah tayamum membaca doa yang
sama, yakni: Asyhadu Allaa Ilaaha Illalloohu Wandahuu Laa. Syariika Lahu Wa
Asyhadu Anna Muhammadan 'Abduhuuwa Rosuuluhuu, Alloohummaj'alnii Minat
Tawwaabiina Waj'alnii Minal Mutathohhiriin." Artinya: Aku mengaku bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku
mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan Utusan Allah. Ya Allah,
jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari
golongan orang-orang yang bersuci (saleh).[2]
A. Shalat
Pengertian Sholat – Sholat berasal dari bahasa
arab yang artinnya ‘’do’a’’. Sedangkan menurut isltilah sholat adalah ibadah
yang dimulai dengan bacaan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan mengucap salam
dengan syarat dan ketentuan tertentu. Segala perkataan dan perbuatan yang
termasuk rukun sholat mempunyai arti dan makna tertentu yang bertujuan untuk
mendekatkan hamba dengan Penciptannya. Menjadi pedoman dari setiap aktifitas kehidupan manusia. Karena
pengertian sholat adalah amalan yang pertamakali akan dihisap di akhirat kelak.
Oleh karena itu sholat merupakan ibadah yang mengatur segala aktifitas baik itu
diperintahkan maupun dilarang Tuhan. Aktifitas manusia berhubungan dengan Allah
sebagai Tuhan penciptannya yang disebut habluminallah sedangkan aktifitas yang
berhubungan dengan manusia disebut habluminannas. Tujuan Allah menciptakan kita
adalah untuk beribadah dengan amal kebaikan dan menyembah kepadannya. Menyembah
disini berarti beribadah dan salah satunnya adalah sholat. Kita hidup didunia ini hanya sementara dan
dari kehidupan di dunia inilah penentu kehidupan kita selanjutnya yaitu
kehidupan akhirat yang merupakan kehidupan kekal selamannya. Amalan perbuatan
kita yang akan menentukan kita akan masuk surga ataupun neraka yang menjadi
tujuan hidup manusia sesungguhnya.
وَاسْتَعِينُواْ
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِين
Artinya :
”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. (QS. Al Baqoroh :
45)
Ibarat orang mengatakan bahwa hidup didunia adalah
permainan. Di dunia kita diuji dengan waktu dan keadaan. Segalannya sudah
diatur didalam Al-Qur’an bahwa manusia bisa memilih untuk bersujud menyembahNya
atau menjadi kafir. Jika di dunia ini kita lolos dari ujian baik itu kemudahan
atau kesulitan kita tetap menjaga iman dan taqwa kita, kita dapat memenangkan
surga, Begitu pula sebaliknya. Segala amalan yang
mengarahkan kita ke surga memang tidak mudah, terjal bak mawar berduri. Kita
akan banyak diuji didunia ini seperti mampukan kita menahan diri dari perbuatan
maksiat, mampukah kita mengorbankan harta kita untuk berjuang di jalan Allah,
mampukah kita menahan diri dari lisan yang kotor, menggunjing, menghasut dan
memfitnah, mampukah kita sholat dan berpuasa dalam keadaan sulit
sekalipun.
1.
Khusyu dalam
Sholat
Allah ta’ala berfirman, menceritakan tentang keadaan orang-orang yang
beriman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي
صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)
“Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu, orang-orang yang
khusyu’ dalam sholat mereka” (Al Mu’minun : 1-2)
Dari solat yang benar dan khusyu akan merasuk ke
jiwa dan hati terdalam, hati akan menghayati dan memahami makna yang terkandung
dari sholat tersebut, kemudian dari pemahaman akan terlihat dari segala
perbuatan kita yang menunjukkan bagaimana kualitas sholat, ibadah dan perbuatan
kita kepada Allah yang disebut habluminallah. Hati yang selalu mengingat Allah
akan tercermin dari aura, perkataan dan perbuatan kita yang selalu terjaga dan
dapat dikendalikan karena kita akan merasa takut jika tidak dapat mengendalikan
diri dari kemaksiatan, kita akan selalu merasa diawasi dari segala perbuatan
yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Sekecil apapun itu.
2.
Dasar Hukum
Sholat Wajib dan Sunnah
Sholat adalah kewajiban kita sebagai manusia kepada Tuhan
penciptanNya, dan pada dasarnya manusia yang membutuhkan Ibadah Sholat. Yang
jikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa. Pahala sholat akan
lebih banyak jika dikerjakan berjamaah daripada sendirian. Kewajiban ini
menjadi pondasi seperti tiang. Jika tiangnya roboh maka seluruh amalan kita
juga tidak sempurna. QS. Adz Dzariyat: 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku. (QS. Adz Dzariyat: 56)
·
Sholat Wajib
Sholat adalah kewajiban yang
mempunyai hukum wajib dan sunah tergantung jenis sholatnya. Solat yang termasuk fardu ada dua yaitu fardu
ain yaitu sholat yang wajib dikerjakan dan tidak boleh digantikan oleh orang
lain seperti sholat 5 waktu dan sholat jum’at bagi laki-laki sedangkan fardu
kifayah adalah sholat yang wajib dikerjakan dan tidak berkaitan dengan dirinnya
seperti solat jenazah. Sholat Wajib ada 5 yaitu ; sholat subuh, zhuhur,
ashar, maghrib, isya, subuh.
·
Sholat Sunah
Sedangkan sholat sunah adalah sholat yang
dianjurkan jika dikerjakan mendapat pahala jika ditinggalkan tidak berdosa.
Contoh Sholat sunah yang biasanya dilakukan setiap hari yaitu Sholat
Dhuha Sholat Tahajud dan lain-lain. Sholat sunah ada dua yaitu sunah
muakkad yaitu sholat yang dianjurkan dengan penekanan kuat seperti sholat di
hari raya idul fitri dan idul adha sedangkan sholat sunah ghairu muakkad adalah
solat yang dianjurkan tetapi tidak dengan penekanan kuat seperti sholat
sunnah rawatib.[3]
DAFTAR
PUSTAKA
Abdillah,
Ibnu, Fiqih Taharah(Panduan Praktis Bersuci), Jakarta: Pustaka Media
Project,
2014.
Abdurrahman,
M. Masykuri & Mokh. Syaiful Bakhri, Kupas Tuntas Salat Tata
Cara
dan Hikmahnya, Jakarta: Erlangga, 2006.
Abidin, Slamet & Moh. Suyono, Fiqih Ibadah,
Bandung: CV. Pustaka Setia,
1998.
Al-Albani,
Muhammad Nashiruddin, Shahih Sunan Ibnu Majah, Penerjemah:
Iqbal,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), no. 229-281.
Al-banjari,
Syekh Muhammad Arsyad, Kitab Sabilal Muhtadin (terjemah),
Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 2008.
Al-Syaukari,
Muhammad bin Ali bin Muhammad, iNail al-Authar Syarh Muntaqa
al-Akhbar,
Jilid I, Maktabah wa Mathba‟ah Musthafa al-Babi al-Halabi, t.t.
Djazuli,
A. Ilmu Fiqh (Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum
Islam),
Jakarta: Prenada Media Group, 2005.
Penulis: Audio Tara, Muhammad
Afrizal dan Muhammad Hamdani
(Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama
Islam STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi)
0 Post a Comment:
Posting Komentar