A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan formal dirasakan urgensinya
ketika keluarga tidak mampu lagi memberikan pendidikan yang wajar kepada
anak-anaknya. Lembaga ini akhirnya diterima sebagai wahana proses kemanusiaan
dan pemanusiaan kedua setelah keluarga.
Dalam perjalanannya, ternyata tidak ada
pendidikan formal yang benar-benar netral. Ini ditandai dengan adanya praktek
pendidikan yang kurang menghargai kebebasan siswa. Fenomena semacam ini disebut
paulo Freire dalam The Politic of Education : Culture, Power, and Liberation
(1980) sebagai praksis pendidikan yang membelenggu, bukan membebaskan. Menurut
Freire, pendidikan yang membebaskan merupakan proses pendidikan yang
mengkondisikan siswa untuk mengenal dan mengungkapkan kehidupan yang senyatanya
secara kritis. Pendidikan yang membebaskan tidak dapat direduksi menjadi
sekedar usaha guru untuk memaksakan kebebasan kepada siswa. Sementara itui,
pendidikan yang membelenggu berusaha menanamkan kesadaran yang keliru kepada
siswa sehingga mereka mengikuti alur kehidupan ini dan menerima realitas tanpa
filter yang selektif.
Hari ini, kebutuhan akan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sangat mendesak. Hal itu tidak dapat kita pungkiri karena terdapat suatu realitas dimana lembaga pendidikan formal, mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi mengalami kemajuan pesat secara kuantitatif. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah lulusan siswa dari tahun ketahun. Namun, disisi lain, kita dihadapkan kepada dilema berkaitan dengan masalah kemampuan profesional guru dalam mengelola kelas masih jauh dari harapan. Guru yang berperan sebgai inovator sangat jarang atau bahkan sama sekali tidak ada pada sekolah-sekolah tertentu. Sesungguhnya menjadi inovator sebagai penggagas kebijakan memang pekerjaan yang berat dan beresiko. Namun tanpa adanya inovator yang siap menaggung resiko juga akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kemajuan pendidikan kita serta hanya mampu mencetak generasi-generasi yang statis dalam berfikir dan lamban dalam bertindak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keputusan
inovasi?
2. Apa saja model-model keputusan inovasi?
3. Apa saja Saluran-Saluran Komunikasi
berdasarkan Tahapan-Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi?
4. Bagaimana periode keputusan inovasi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan
keputusan inovasi.
2. Untuk mengetahui model-model keputusan
inovasi.
3. Untuk mengetahui Saluran-Saluran
Komunikasi berdasarkan Tahapan-Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi.
4. Untuk mengetahui periode keputusan
inovasi.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui individu mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok keputusan inovasi dan merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain adalah dimulai dengan adanya ketidaktentuan tentang sesuatu.[1]
B. Model Proses Keputusan Inovasi
Menurut
Roger, proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap, yaitu tahap pengetahuan,
tahapan bujukan, tahapan keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi.
1.
Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Proses
keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat
seorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi
inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi
membuka diri untuk mengetahui inovasi. Seseorang menyari atau
membuka suatu inovasi tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif. Misalnya
pada acara siaran televisi disebutkan berbagai macam acara, salah satu
menyebutkan bahwa pada jam 19.30 akan ada siaran tentang metode baru cara
mengajar berhitung di sekolah dasar. Guru A yang mendengar dan melihat acara
tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru tersebut kemudian sadar bahwa ada
metode baru tersebut, maka pada diri guru A tersebut sudah mulai proses
keputusan inovasi pada tahap pengetahuan.[2]
Sedangkan Guru B walaupun mendengar dan melihat acara
TV, tidak ada keinginan untuk tahu, maka belum terjadi proses keputusan
inovasi. Seseorang menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya tentu
berdasarkan pengamatan tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhan
pengamatannya tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhan, minat atau mungkin
juga kepercayaaannya. Seperti contoh Guru A tersebut, berarti ia ingin tahu
metode baru berhitung karena ia memerlukannya. Adanya inovasi menumbuhkan
kebutuhan karena kebetulan ia merasa butuh. Tetapi mungkin juga terjadi bahkan
karena seseorang butuh sesuatu maka untuk memenuhinya diadakan inovasi. Dalam
kenyataanya di masyarakat hal yang kedua ini jarang terjadi, karena banyak
orang tidak tahu apa yang diperlukan. Apalagi dalam bidang pendidikan, yang
dapat merasakan perlunya ada perubahan biasanya orang yang ahli. Sedang guru
sendiri belum tentu mau menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya
diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaannya tugasnya. Sebagaimana halnya
untuk dokter, manusia memerlukan makan vitamin, tetapi juga tidak
menginginkannya, dan sebaliknya sebenarnya ingin sate tetapi menurut dokter
justru sate membahayakan kita. Setelah seseorang menyadai adanya inovasi dan
membuka dirinya untuk mengetahui inovasi, maka keaktifan untuk memenuhi
kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan hanya berlangsung pada tahap
pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain bahkan sampai tahap
konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek–aspek tertentu dari
inovasi.
2.
Tahap Bujukan (Persuation)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan
inovasi, sesorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadapa
inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang
kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan berperan utama bidang afektif
atau perasaan. Sesorang tidak dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu
lebih dulu tentang inovasi. Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan
mental yang memegang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak
tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterinmanya. Pada tahap ini
berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya.[3]
Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam
mempengaruhi proses keputusan inovasi. Dalam tahap persuasi ini juga sangat
penting peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di
masa datang. Perlu ada kemampuan untuk untuk memproyeksikan penerapan inovasi
dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situsai yang ada. Untuk mempermudah
proses mental itu, perlu adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana
pelaksanaannya inovasi, jika mungkin sampai pada konsukuensi inovasi.
Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya
penentuan menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahap
persuasi akan mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan kata lain ada
kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi.
Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dan aktifitas masih ada
jarak. Orang menyenangi inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada
jarak atau kesenjangan antara pengetahuan-sikap, dan penerapan (praktik).
Misalnya seorang guru tahu tentang metode diskusi, tahu cara menggunakannya,
dan senang seandainya menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena
beberapa faktor: tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu
besar, dan takut bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai batas
waktu yang ditentukan. Perlu adanya bantuan pemecahan masalah.
3.
Tahap Keputusan ( Decision )
Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika
seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau
menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan
menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan
inovasi. Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba
lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru
kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai
dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan
dipecahkan menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi
bagian akan lebih cepat diterima. Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan
sekelompok orang dan yang lain cukup memepercayai dengan hasil percobaan
temannya. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataan pada setiap tahap dalam
proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi.[4]
Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap
pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi
setelah konfirmasi, dan sebagainya. Ada dua macam penolakan inovasi yaitu : (a) penolakan aktif artinya penolakan inovasi
setelah inovasi setelah melalui mempertimbangkan untuk menerima inovasi
atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan terakhir menolak
inovasi, dan (b) penolakan pasif artinya
penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali. Dalam pelaksanaan
difusi inovasi antara pengetahuan, persuasi, dan keputusan inovasi sering
berjalan bersamaan, satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Bahkan untuk
jenis inovasi tertentu dapat terjadi urutan : pengetahuan – keputusan inovasi –
baru persuasi.
4.
Tahap Implementasi ( Implementation )
Tahap
implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan
inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun
perbuatan. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik.
Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputussan inovasi. Tetapi
dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi
tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan
yang tidak tersedia. Tahap implementasi berlangsung dalam waktu yang sangat
lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri. Tetapi biasanya suatu
tanda bahwa taraf implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu sudah
melembaga atau sudah menjadi hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak merupakan
hal yang baru lagi.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara inovasi yang sangat komplek dan sukar dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami inovasi karena sukar untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang memungkinkan berbagai kemungkinan komunikasi, apabila inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat luas, kebanggaan akan inovasi yang dimiliki suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan reinvensi.[5]
5.
Tahap Konfirmasi ( Confirmation )
Dalam tahap
konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah
diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh
informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini
sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima
atau menolak inovasi yang berlangsung tak terbatas. Selama dalam konfirmasi
seseorang berusaha menghindri terjadinya disonansi paling
tidak berusaha menguranginya. Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang
antara lain disebabkan karena terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu
merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang
disebut disonansi, sehingga orang itu merasa tidak enak.
Jika seseorang merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha
akan menghilangkannya atau paling tidak menguranginya dengan cara
pengetahuannya, sikap atau perbuatannya. Dalam hubungannya dengan difussi
inovasi, usaha mengurangi disonanasi terjadi :
a) Apabila seseorang menyadari akan ssesuatu
kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan
misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi hal ini pada terjadi tahap
pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
b) Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan
telah bersikap menyenagi inovasi, tersebut tetapi belum menetapkan
keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia akan berusaha untuk menerimanya, guna
mengurangi adanya disonansi antara apa yang disenangi dan diyakini dengan apa
yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan tahap
implementasi dalam proses keputusan inovasi.
c) Setelah seseorang menetapkan menerima dan
menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya. Maka disonansi ini dapat
dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi
(discontinuiting). Ada kemungkinan lagi seseorang telah menetapkan
untuk menolak inovasi, kemudian diajak menerimanya. Maka usaha mengurangi
disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula).[6]
Perubahan
ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi terlambat pada
tahap konfirmasi).
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut,
berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang sehingga antara sikap,
perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya bahkan sukar dipisahkan
karena yang satu mempengaruhi yang lain. Sehingga dalam kenyataannya
kadang-kadang sukar orang akan mengubah keputusan yang sudah terlanjur
mapan dan disenangi, walaupun secara rasional diketahui adanya kelemahannya.
Oleh karena sering terjadi untuk menghindari timbulnya disonansi, maka itu
hanya berubah mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan kata
lain orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi (selective
exposure). Untuk menghindari terjadinya drop out dalam penerimaan dan
imlementasi inovasi (discontinue) peranan agen pembaharu sangat dominan.
Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah terpengaruh pada informasi
negatif tentang inovasi.[7]
C. Saluran-Saluran Komunikasi berdasarkan Tahapan-Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi
Salah satu kepentingan dari lima tahap
dalam proses keputusan-inovasi adalah membantu kita untuk memahami peran
saluran-saluran komunikasi yang berbeda. Seringkali sulit bagi kita untuk
membedakan antara sumber pesan dan saluran yang membawa pesan tersebut. Sumber
adalah individu atau institusi yang memberikan pesan. Sedang saluran adalah
alat dimana pesan bergerak dari sumber ke si penerima. Para peneliti
mengategorikan saluran-saluran komunikasi sebagai (1) bersifat interpersonal
atau mass media, atau (2) berasal dari sumber lokal atau kosmopolit. Studi
penelitian di masa lalu memperlihatkan bahwa saluran-saluran ini memainkan
peran-peran berbeda dalam menciptakan pengetahuan atau membujuk orang-orang
untuk merubah sikap mereka terhadap inovasi. Saluran media massa adalah
alat-alat untuk menyampaikan pesan yang melibatkan media massa, seperti radio,
televisi, surat kabar, dst yang memungkinkan sumber dari satu atau beberapa
individu untuk menjangkau banyak audiens.[8]
Saluran interpersonal melibatkan pertukaran saling berhadapan antara dua individu atau lebih. Saluran-saluran ini memiliki efektifitas yang lebih besar ketika menghadapi resistansi atau apati.[9]
D. Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi
dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem
sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan
untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan
(kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya
beberapa tipe keputusan inovasi :
1. Keputusan inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi,
berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri
tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota sistem sosial yang lain.
Meskipun dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan norma
sistem sosial atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial
yang lain. Jadi hakikat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu
yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu
inovasi.
2. Keputusan inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi,
berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan antara
anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati keputusan
bersama yang telah dinuatnya. Misalnya, atas kesepakatan warga masyarakat di
setiap RT untuk tidak membuang sampah di sungai, yang kemudian disahkan pada
rapat antar ketua RT dalam suatu wilayah RW. Maka konsekuensinya semua warga RW
tersebut harus mentaati keputusan yang telah dibuat tersebut, walaupun mungkin
secara pribadi masih ada beberapa individu yang masih merasa keberatan.
3. Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi,
berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang
mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada
anggota yang lain dalam suatu sistem sosial.[10]
Para
anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat
keputusan inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa
yang telah diputuskan oleh unit pengambil keputusan misalnya, seorang pimpinan perusahaan
memutuskan agar sejak tanggal 1 maret semua pegawai harus memakai seragam hitam
putih. Maka semua pegawai sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus
melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh atasannya.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (individu memperoleh sebagian sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengambil alih keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi formal, seperti perusahaan, sekolah, perguruan tinggi, organisasi pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu. Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung bagaimana pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan keputusan keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahwa keputusan opsional lebih cepat dari keputusan kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan dalam musyawarah antara anggota sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi tergantung pada berbagai faktor.[11]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses keputusan inovasi adalah proses
yang dilalui atau dialami oleh seseorang atau kelompok pengambil keputusan,
mulai dari yang pertama kali tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan
keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan apakah ia menerima atau
menolak untuk berinovasi, implementasi atau perwujudan dari inovasi, serta
konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan
inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan
serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga
individu atau organisasi dapat menilai gagsan yang baru itu sebagai bahan
pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan
menerapkannya.
Model proses keputusan-inovasi secara konseptual dapat
dibagi kedalam lima tahap diantaranya:
1. Pengetahuan
terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan) dihadapkan pada
keberadaan inovasi dan memperoleh sejumlah pemahaman mengenai bagaimana
berfungsinya.
2. Persuasi terjadi ketika seseorang (atau unit
pembuatan keputusan lainnya) membentuk sikap yang mendukung atau tidak
mendukung terhadap inovasi.
3. Keputusan terjadi ketika seseorang (atau
unit pembuatan keputusan) terlibat dalam aktifitas-aktifitas yang menuntun pada
pilihan untuk mengambil atau menolak inovasi.
4. Implementasi terjadi ketika seseorang (atau
unit pembuatan keputusan lainnya) menggunakan inovasi.
5. Konfirmasi terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan lainnya) mencari pemantapan dari suatu keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi dia dapat membalikan keputusan sebelumnya jika dihadapkan pada pesan-pesan yang bertentangan mengenai inovasi.
B. Saran
Dalam
penulisan makalah ini pasti banyak kesalahan, untuk itu kami menerima apapun
kritikan pembaca. Atas perhatian karena telah membaca makalah ini, kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Rogers EM ,Difusion of Inovation, Newyork : 1971
saefudin, urip. (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung : ALFABETA.
http://arifinmuslim.wordpress.com/2010/03/30/proses-keputusan-inovasi/
Ibrahim,M,Sc.Inovasi Pendidikan.Houston,4 Mei 1988
Penulis: Audio Tara, Muhammad
Afrizal dan Muhammad Hamdani
(Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi)
0 Post a Comment:
Posting Komentar