Mengenal
kitab-kitab hadis bagi umat Islam khususnya para calon sarjana muslim merupakan
sebuah keharusan. Karena dengan mengenal dan mempelajari kitab-kitab hadis
tersebut, baik mulai dari pengarangnya, sistematika penulisannya atau yang lain
yang berhubungan dengan masalah studi hadis akan memudahkan proses pencarian
hadis langsung dari sumbernya dengan melakukan penelitian ulang tentang
kualitas hadis sehingga tidak ragu-ragu untuk berhujjah menggunakan hadis. Hadis
atau sunnah, baik secara struktural ataupun fungsinya telah disepakati sebagai
sumber ajaran agama setelah Al-Quran karena dengan adanya hadis itulah ajaran
Islam semakin menjadi sempurna.
Kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
Kitab
Ṣaḥīḥ al-Bukhārī memiliki judul lengkap Al-Jāmi al-Musnad aṣ-Ṣaḥīḥ
alMukhtaṣar min Umūr Rasulillāh wa Sunanih wa Ayyamih.” Kitab ini disusun
selama enam belas tahun, dimulai saat Imam al-Bukhari berada di Masjid
al-Haram, Mekah, dan diselesaikan di Masjid Nabawi Madinah. Menurut Ibnu Ṣalāh
̣ dan an-Nawāwī, kitab ini berisi 7.275 hadis, dikarenakan banyak yang diulang
dan jika tidak diulang, jumlah hadis yang ada di dalamnya sebanyak 4.000 buah
hadis. Jumlah hadis sebanyak itu disusun oleh Imām al-Bukhārī dan gurunya
Syaikh Ishāq yang merupakan hasil saringan dari satu juta hadis yang
diriwayatkan oleh 80.000 orang rawi.
Imām
al-Bukhārī terkenal memiliki daya hafal yang sangat tinggi. Semua hadis yang
beliau koleksi dari berbagai kota dan dari puluhan ribu rawi tersebut mampu
beliau hafal. Namun tidak semua hadis yang beliau hafal kemudian diriwayatkan
dan dituangkan dalam kitabnya, melainkan diseleksi terlebih dahulu secara ketat
dengan menetapkan syarat-syarat. Beliau sangat cermat dan teliti. Selain itu,
setiap kali hendak menulis hadis dalam kitabnya, beliau mandi dan shalat
istikharah dua rakaat terlebih dahulu untuk meyakinkan bahwa hadis yang akan
ditulis benar-benar shahih.
Kitab
Ṣaḥīḥ al-Bukhārī ditulis secara sistematis. Hadis-hadis di dalamnya
dikelompokkan berdasarkan topik-topik yang lazim dipergunakan dalam sistematika
penulisan kitab fikih. Hanya saja kitab hadis itu diawali dengan pembahasan
tentang wahyu dan diakhiri dengan pembahasan tentang tauhid. Kitab ini dibagi
dalam seratus bagian dan setiap bagiannya terdiri atas beberapa bab. Dalam
setiap bab terhimpun hadishadis yang berbicara tentang topik yang sama.
Hadis-hadis tersebut ditulis lengkap beserta sanadnya.
Imām
al-Bukhārī menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah hadis untuk
dapat disebut sebagai hadis shahih. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh Imam al
Bukhari sebagai berikut;
1. Perawinya
harus seorang muslim, ṣadiq (jujur), berakal sehat, tidak mudallis (berbohong),
menipu dan mengada-ada, tidak mukhtaliṭ (mencampuradukkan hak dan batil),
nilai-nilai utama dan nilai- nilai yang rendah, serta bergaul dengan
orang-orang jahat pada satu kesempatan, dan orang-orang baik pada kesempatan
lain, ‘adil, ẓabiṭ atau kuat daya ingatnya, sehat pancaindera, tidak suka
ragu-ragu, dan memiliki i'tikad baik dalam meriwayatkan hadis.
2. Sanadnya
bersambung sampai kepada Nabi Saw.
3. Matannya
tidak syaż (menyimpang dari ajaran agama yang benar) dan tidak ber’illat (cacat
secara aqli maupun hati nurani).
4. Perawi
hadis harus mu’aṣirah (satu masa), liqā (bertemu langsung/ bertatap muka), dan
ṡubūt sima’ihi (mendengar langsung secara pasti dari gurunya).
Selain
itu, Imām al-Bukhārī hanya berpegang kepada perawi-perawi hadis yang memiliki
integritas kepribadian dan kualifikasi persyaratan yang tertinggi. Murid-murid
Imam Ibnu Syihāb az-Zuhrī misalnya, oleh Imām al-Bukhārī dibagi ke dalam lima
tingkatan (ṭabaqāt). Tingkatan pertama, mereka yang memiliki sifat adil, kuat
hapalan, teliti, jujur, dan lama menyertai az-Zuhrī, seperti Mālik dan Sufyān
bin Uyainah.
Tingkatan
kedua, memiliki sifat yang sama dengan tingkatan pertama hanya saja tidak lama
menyertai az-Zuhrī, seperti al-Auza’i, dan al-Laiś bin Sa’ad. Tingkatan ketiga,
mereka yang memiliki kualifikasi di bawah tingkatan kedua, seperti Ja’fār bin
Barqan dan Zam’ah bin Ṣālih. Tingkatan yang keempat dan kelima adalah mereka
yang tercela atau majruh dan lemah. Dalam meriwayatkan hadis Imām al-Bukhārī
hanya memilih perawi tingkatan pertama dan hanya sedikit dari tingkatan kedua.
Beliau sama sekali tidak meriwayatkan hadis dari para perawi yang berada pada
tingkatan ketiga, keempat, dan kelima.
Kitab
Ṣaḥīḥ al-Bukhārī ini laksana cahaya yang terang benderang, melebihi
terangnya sinar matahari. Kaum muslimin, bahkan para ulama menilai kitab ini
sebagai kitab yang luar biasa. Imam Muslim misalnya, beliau banyak mengambil
faedah dari karya agung ini. Beliau mengatakan bahwa karya ini tidak ada
tandingannya dalam ilmu hadis. Imam al-Nawawi mengatakan dalam muqaddimah Syarh
̣ Ṣah ̣īh ̣ Muslim, “Para ulama sepakat bahwa buku yang paling sahih setelah
Al-Qur’an adalah dua kitab ṣaḥīḥ, Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim.”
Cukuplah
pengakuan para imam ahli hadis ini menunjukkan keagungan kitab ini. Abu Ja’far
Mah ̣mūd bin ‘Amr al-Uqaili mengisahkan ketika al-Bukhārī menulis kitab Ṣah
̣īh ̣ ini, beliau membacakannya kepada Imam Ah ̣mad, Imam Yahya bin Main, Imam
Ali bin Al-Madini, juga selain mereka. Maka mereka mempersaksikan tentang
keshahihan hadis-hadis yang ada.
Kitab
Ṣaḥīḥ al-Bukhārī selain sangat berguna bagi umat Islam, ia mampu
menginspirasi para ulama yang lain untuk berkarya. Sebagai bukti, banyak
ulama-ulama ahli hadis yang juga menyusun kitab sejenis dengannya. Selain itu,
ada pula ulama yang menyusun kitab-kitab syarh, sebagai pemapar dan penjelas,
dari kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Adapun kitab-kitab yang men-syarah (memaparkan
dan menjelaskan) Ṣaḥīḥ al-Bukhārī ada 82 buah, antara lain:
Kitab
‘Umdatul Qari Syarh Ṣahῑh al-Bukhāri oleh al-Allamah Badruddin al-‘Aini. •
Kitab at-Tanqῑh, karya Badruddin az-Zarkasyī. • Kitab At-Tausyῑh, karya
Jalaluddin as-Suyūt ̣ī. • Kitab A’lamu as-Sunan, karya al-Khat ̣t ̣ābī. • Kitab
Fatḥ al-Bāri Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī oleh al-Ḥafiz ̣ Ibnu Ḥajar
al-Asqalānī. • Kitab Syarḥ al-Bukhāri oleh Ibnu Bat ̣t ̣āl dan lain-lain.
Yang
merupakan induk dari kitab syarh ̣ dari Ṣaḥīḥ al-Bukhārī adalah Fatḥ
al-Bāri karya Ibnu Ḥajar al-Asqalani. Sedangkan sebaik-baiknya ringkasan
(mukhtaṣar) dari Ṣaḥīḥ al-Bukhārī adalah At-Tajrīdu aṣ-Ṣaḥīḥ yang
disusun oleh Ḥusain ibn al-Mubarak.
Sumber
: Hadis Ilmu Hadis Kementerian Agama RI
NB:
Untuk Kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas X
0 Post a Comment:
Posting Komentar