Kitab
Sunan al-Nasā’ī termasuk salah satu di antara “al-Kutub aṣ-Ṣiḥḥah
al-Sittah”. Sunan al-Nasā’ī terbagi dua, Sunan al-Kubrā dan Sunan al-Ṣugrā.
Sunan al-Ṣugrā disebut Sunan al-Mujtabā` (Sunan Pilihan), karena kualitas hadis-hadis
yang dimuat dalam sunan ini hanya hadis-hadis pilihan. Penulisan kitab Sunan
al-Sugrā ini dilatarbelakangi oleh peristiwa ketika Imam al-Nasā’ī
memperkenalkan sebuah kitab hadis kepada seorang penguasa di kota Ramalah,
Palestina. Penguasa itu bertanya kepada al-Nasā’ī apakah di dalamnya hanya
memuat hadis-hadis sahih. Imam al-Nasā’ī menjawab bahwa di dalam kitabnya
tersebut dimuat hadis sahih, hasan dan yang mendekati keduanya. Kemudian
penguasa itu menyuruh untuk menuliskan hadis-hadis yang sahih saja dalam
kitabnya. Kemudian Imam al-Nasā’ī meneliti kembali hadis-hadis yang ada pada
Kitab Sunan alKubrā, hasilnya, kitab tersebut menjadi ramping dan dinamakan
Sunan al-Sugrā. Karena isinya pilihan kemudian dinamai pula “Sunan al-Mujtabā.”
Kitab
Sunan yang kini beredar di kalangan umat Islam adalah kitab Sunan al-Sugrā yang
diriwayatkan oleh Imam Abdul Karim al-Nasā’ī, putra Imam al-Nasā’ī, seorang
ahli hadis yang meninggal pada tahun 344 H. Jumlah hadis yang terdapat dalam
kitab Sunan al-Sugrā menurut Abu Zahrah sebanyak 5761 hadis. Sedangkan
sistematika susunannya mengikuti lazimnya sistematika kitab fikih. Pada jilid
satu Sunan al-Sugrā ini dimulai dengan “Kitāb
al- Ṭaharah”, yang membahas tentang tata cara bersuci dan ditutup dengan “Kitāb al-Mawāqīt” yang menguraikan
tentang waktu shalat.
Kitab
ini meskipun menurut pengakuan penulisnya berisi hadis-hadis pilihan dan sahih
semuanya, namun menurut para ahli merupakan-- kitab sunan setelah Ṣaḥiḥain—
yang paling sedikit memuat hadis d ̣aif dan para rawi yang “majrūh.” Hal ini menurut Muh ̣ammad Abū
Syuhbah, merupakan bukti ketelitian dan kecermatan Imam al-Nasā’ī dalam
menyusun kitab hadis tersebut. Oleh karenanya para ulama menempatkan “Al Mujtaba” berada satu tingkat setelah
Kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan Muslim.
Ṣubhi
as ̣-Ṣālih mengemukakan bahwa kitab hadis yang termasuk Ṭabaqāt al-Tasniyah,
berada pada peringkat kedua, adalah Jāmi’ al-Tirmiżi, Sunan Abῑ Dāwūd, Sunan
Aḥmad bin Ḥanbal, dan Mujtaba` al-Nasā’i. Semua kitab tersebut tidak sampai pada
tingkat “Ṣaḥiḥain’ atau Muwaṭṭa’ Imam Malik. Namun satu hal yang pasti,
penyusunnya tidak bersikap “tasahul” (bersikap longgar dalam meriwayatkan
hadis).
Kitab
Sunan al-Nasā’ī adalah kitab sedikit
di-syarah-i dibandingkan kitab sunan
yang lain. Di antara yang menulis syarah kitab Sunan al-Nasa’i adalah
Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitab Zaḥr
ar-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba`.
Sumber
: Hadis Ilmu Hadis Kementerian Agama RI
NB:
Untuk Kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas X
0 Post a Comment:
Posting Komentar