Al Faqih meriwayatkan dengan
sanadnya dari Abu Ubaidah, dari Ibnu Mas’ud, katanya :”Faktor penyebab selamat
ada dua, yaitu: Takwallah dan niat. Dan faktor penyebab bisana juga dua, yaitu:
Putus asa dan membanggakan amalnya.
Dizaman dahulu ada seorang abid,
telah beribadah selama 70 tahun (siangnya puasa) berbuka hanya setiap sabtu,
lalu ia punya hajat dan dipanjatkan kepada Allah, tetapi tidak terpenuhi,
akhirnya menyesal dan katanya: “Hai badanku sendiri, seandainya kau punya
kebaikan, pasti dipenuhi keinginanmu itu, hal ini faktor penyebab adalah dosa
(kesalahan) mu sendiri”. Kemudian datanglah malaikat dan berkata: “Hai anak
Adam, ketika kamu Tawadhu’ (merendahkan diri), hal itu lebih baik dibandingkan
dengan ibadahmu sepanjang 70 tahun itu”.
Kisah serupa juga disampaikan oleh
Sya’by “Ada orang diberi keistimewaan (yakni), ketika panas terik dinaungi
“awan” dari padanya, kemudian dia (yang punya keistimewaan) itu ujub dan
berkata: “Manusia seperti kau ingin berjalan dibawah naunganku? Lalu keduanya
berjalan, dan setelah bersimpang jalan (berpisah), tahu-tahu keistimewaan orang
itu lenyap, pindah kepada orang yang dihina (awan berbalik menaungi orang yang dihina
tadi).
Ditengah-tengah menyampaikan khutbah
Umar Abdul Aziz berhenti sebentar, khawatir ada rasa ujub dihatinya, dan ketika
menulis, ia merobeknya karena takut ujub seraya berdoa sebagai berikut: “Allhumma
inni a’udzubika min syarri nafsi” yang artinya “ Ya Allah aku berlindung
kepadamu dari keburukan nafsuku”
Nabi Daud pergi beribadah selama
satu tahun dipesisir, sesudah itu berdoa: Ya Tuhan, punggungku terasa panas,
pandanganku lemah, air mataku kering, dan aku nelum tahu persis bagaimana
tentang nasibku. Lalu dijawab, lewat seekor katak: “Hai utusan Allah, ibadahmu
selama satu tahun itu kau undat-undat?
Demi Allah, aku bertasbih dipesisir ini selama 60 tahun. Juga
memuju Tuhan, sampai persendianku terasa gemetar karena takutnya kepada Allah.
Kemudian Nabi Daud menangis. Demikian pula dialami oleh Musa A.s sesudah dia
membunuh orang tanpa disengaja.
Kisah diatas merupakan pelajaran
bagi kita untuk tidak mengungkit, mengeluh apalagi membanggakan amal ibadah
yang kita kerjakan. Sebagai seorang muslim kita harus membersihkan hati kita
dari sifat ujub. Berikut tips agar dapat menghapus rasa ujub didalam hati kita,
yaitu:
1.
Tahu persis
bahwa: “Taufik dan hidayah untuk beramal itu dari Allah, lalu bersyukur kepada Allah dan tidak bangga
dengan amalnya.
2.
Tahu persis
bahwa nikmat itu dari Allah, dan mensyukurinya serta tidak bangga dengan
amalnya.
3.
Takut amalnya
tidak diterima, dan otomatis dia tidak bangga atas amalnya.
4.
Menyesali
perbuatan dosa-dosanya terdahulu, lalu khawatir mengalahkan kebaikannya,
kemudian jauh dari rasa bangga dengan amalnya.
Orang yang tidak tahu persis hasil
amalnya (kelak dihari kiamat) pasti tidak berani membanggakannya, dan hal ini
adalah menimpa setiap orang, oleh karena itu tidak pantas seseorang ujub atas
amalnya.
Sumber: Tanihul
Ghafilin-Al Faqih Abu Laits As Samarqandi
0 Post a Comment:
Posting Komentar