Kitab-kitab
hadis yang sampai kepada kita sekarang ini adalah kitab-kitab yang ditulis oleh
para pentakhrij hadis. Pentakhrij hadis adalah mereka yang mengeluarkan hadis
(perawi paling terakhir) dan menuliskannya secara sistematis dalam sebuah
kitab. Tanpa jasa mereka, tentu bisa jadi kita tidak akan memiliki khasanah
hadis yang begitu banyak. Mengetahui sejarah perjalanan kehidupan mereka
merupakan langkah yang baik untuk mengambil pelajaran dan juga memberikan
apresiasi atas jasa-jasanya. Dalam khasanah keilmuan hadis, ada sembilan
pentakhrij yang terkenal yakni Imam al-Bukhāri, Imam Muslim, Abū Daīwūd,
at-Tirmiżī, an-Nasā’ī, Ibnu Mājah, Mālik bin Anas, Ahmad bin Ḥanbal, dan ad-Darimī.
IMAM BUKHARI
Imam
Al-Bukhārī Imam al-Bukhārī nama lengkapnya adalah Abū Abdillah Muhammad
bin Ismā’il bin Ibrahim bin Mugirah bin Barżibah al-Bukhārī. Beliau lahir di
Bukhara, Uzbekistan, pada tanggal 13 Syawal tahun 194 H (21 Juli 810 M). Beliau
berasal dari keluarga ulama. Ayahnya adalah Ismail, seorang ulama hadis yang
pernah berguru kepada Imam Mālik bin Anas, salah satu pendiri mazhab fikih yang
empat, dan juga kepada Hammad bin Zaid. Imam al-Bukhārī dikaruniai otak yang
cerdas. Pemikirannya tajam dan hapalannya kuat. Kecerdasan dan ketajaman
pemikirannya serta kekuatan hapalannya sudah terlihat semenjak usia
kanak-kanak. Beliau mewarisi ketakwaan ayahnya. Minatnya terhadap ilmu sudah terbentuk
sejak kecil, sebab ayahnya menjadi idola sekaligus guru pertamanya. Ayahnya
meninggal sejak ia berusia lima tahun. Imam al-Bukhari kecil bertekad mengikuti
jejak sang ayah. Ia sangat mencintai Nabi Muhammad SAW. dengan kesungguhan
hati. Dalam usia sepuluh tahun ia sudah banyak menghapal hadis. Ia banyak
datang ke ulama ahli hadis di kotanya untuk mempelajari sabda Nabi tersebut
sebanyak mungkin. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hapal di luar kepala
hadis-hadis yang terdapat pada kitab Ibnu Mubarak, dan Al-Waqi’.
Pada
tahun 210 H, ia menunaikan ibadah haji ke tanah suci bersama ibu dan
saudarasaudaranya. Selain untuk beribadah haji serta bermunajat kepada Allah,
kesempatan tersebut ia gunakan untuk menimba ilmu dari berbagai ulama hadis di
Haramain (dua tanah suci, Mekkah dan Madinah). Ketika selesai melaksanakan
ibadah haji, ia memutuskan untuk menetap di sana guna belajar hadis. Ia tinggal
di Mekkah dan Madinah sekitar enam tahun. Perburuan hadis yang dilakukan Imam
al-Bukhārī sudah dirintis sejak ia berada di kota kelahirannya Bukhara,
Uzbekistan. Mekkah dan Madinah menjadi tempat terlama dalam perjalanan ilmiah
bagi Amirul Mu’minin fi al-h ̣adīś
ini. Hal ini karena dua kota tersebut merupakan pusat hadis. Di dua kota
tersebut Nabi dan para sahabatnya hidup.
Imam al-Bukhārī juga melacak hadis ke berbagai
belahan dunia Islam, seperti Syiria, Mesir, Aljazair, Basrah, Kufah dan
Baghdad. Di tempat-tempat yang dikunjungi tersebut ia menemui para ahli hadis
dan berguru kepada mereka. Di antara para ahli hadis yang menjadi guru Imam
al-Bukhārī adalah Ali bin al-Madani, Imam Aḥmad bin Ḥanbal, Yahya bin Ma’in,
dan Muhammad bin Rahawaih. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan
80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghapal satu juta hadis.
Ketika di kota Bagdad, Imam al-Bukhārī pernah
diuji oleh sepuluh ulama setempat dengan menyodorkan seratus buah hadis
kepadannya yang matan dan sanadnya diacak sedemikian rupa. Menghadapi ujian
ini, Imam al-Bukhārī dengan mudah menertibkan sanad dan matan yang kacau balau
tersebut. Imam al-Bukhārī berhasil memadukan kekuatan hapalan, ketajaman
analisis, dan kekuatan pena. Beliau juga seorang penulis yang produktif. Di
antara karya- karyanya yang terkenal adalah
al-Jāmi’ as ̣-Sahīh ̣, alAdab al-Mufrād, at-Tārîkh as-śagīr, at-Tārikh al-
Ausat ̣, at-Tārikh al-Kabīr, al-Musnad al-Kabīr, Kitab al-‘Ilal, Raf ’
al-Yadain fī as ̣-Salat, Bir al-Walidain, Kitab al-Asyribah, alQira’ah Khalf
al-Imām, Kitab ad-Du’afā, Asami as-S ̣ah ̣abah, Kitab al-Kunā, dan lain-lain.
Kitab Ṣahīh ̣ al-Bukhārī diterima
(maqbūl) oleh para ulama secara aklamasi pada setiap masa dan banyak
keistimewaan kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī yang diungkapkan oleh para ulama, di
antaranya :
At-Tirmiżī
berkata: “Aku tidak melihat dalam ilmu
`ilal al-ḥadiś dan para tokoh hadis seorang yang lebih tahu dari pada
al-Bukhāri.”
Ibnu
Khuzaimah berkata: “Aku tidak melihat di
bawah kolong langit seorang yang lebih tahu hadis Rasulillah saw dan yang lebih
hafal dari pada Muhammad bin Isma`il al-Bukhārī.”
Al-Ḥafiż
aż-Zahabi berkata: “Dia (Ṣaḥīḥ
al-Bukhari) adalah kitab Islam yang paling agung setelah kitab Allah.”
Imam
al-Bukhārī sangat beruntung mempunyai murid yang sedemikian banyak. Hadis-hadis
yang terdapat dalam kitab Ṣaḥīh ̣ al-Bukhārī pernah didengar secara langsung
oleh kurang lebih sembilan puluh orang ketika beliau membacakannya. Di antara
murid Imam al-Bukhārī yang terkenal adalah Muslim bin Hajjāj, at-Tirmiżī, Ibnu
Khuzaimah, Abū Dāwūd, Muh ̣ammad bin Yusuf al-Farabi, Ibrāhīm bin Ma’qil
al-Nasafī, Hammad bin Syākir al-Nasawi, dan Mansūr bin Muh ̣ammad al-Bazdawi.
Merekalah yang banyak meriwayatkan hadis dari Imam al-Bukhārī. Imam al-Bukhārī
meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam
usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas shalat Duhur pada Hari
Raya Idul Fitri di Samarkand.
Sumber
: Ilmu Hadis kementerian Agama RI
NB
: Untuk Kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas X
0 Post a Comment:
Posting Komentar