Setelah
Nabi Muhammad Saw. wafat, para sahabat tidak dapat lagi mendengar
sabda-sabdanya, tidak bisa lagi melihat perbuatan-perbuatannya dan hal-ihwalnya
secara langsung. Untuk mengenangnya dan melestarikan ajaran-ajarannya,
periwayatan hadis mulai berkemabang dari para sahabat kepada kaum muslimin
lainnya. Para sahabat yang diibaratkan laksana meneguk air yang jernih langsung
dari sumbernya, mereka berkomitmen untuk tidak mendustakan Nabi Muhammad Saw.
Mereka adalah orang-orang pilihan yang rela mengorbankan segenap harta, jiwa
dan raga untuk dakwah Islam.
Periode
perkembangan hadis pada masa ini dikenal
dengan zaman al-Tasabbut wa al Iqlal min
ar Riwayah, yakni periode membatasi hadis dan menyedikitkan riwayat yang
terjadi diperkirakan antara tahun 12-40 an H. hal ini dilakukan karena para
sahabat pada periode ini lebih berkonsentrasi terhadap pemeliharaan dan
penyebaran Al-Quran. Hal ini sangat Nampak dilakukan oleh para sahabat besar
khususnya adalah khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib). Sebagai akibatnya, periwayatan hadis kurang
mendapat perhatian, bahkan mereka berusaha untuk selalu bersikap hati-hati dan
membatasi dalam meriwayatkan hadis.
Kehati-hatian
dan pembatasan dalam meriwayatkan hadis yang dilakukan oleh para sahabat ini
lebih disebabkan adanya kekhawatiran akan terjadinya kekeliruan dalam
meriwayatkan hadis. Karena hadis menduduki posisi kedua setelah Al-Quran dalam
Islam, ia harus dijaga keotentikannya sebagaimana penjagaan terhadap Al-Quran. Oleh
sebab itu, para sahabat khsusunya Khulafaur
Rasyidin dan para sahabat lainnya berusaha keras untuk memperketat
periwayatan hadis. Para sahabat menyampaikan dan menjaga hadis dengan hati-hati
supaya tidak terjadi kesalahan dengan cara tidak meriwayatkan kecuali pada saat
dibutuhkan melalui penelitian yang mendalam.
Sumber : Ilmu
Hadis Kementerian Agama RI
NB: (Untuk kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas X)
0 Post a Comment:
Posting Komentar