Sahabat Nabi saw kelima setelah ‘Aisyah
ra. yang mendapat julukan “bendaharawan hadis” (al-mukśirūn fi al-ḥadīś)
adalah 'Abdullah ibn Abbās ra. Nama beliau adalah Abdullah bin Abbās bin Abdul
Mut ̣t ̣ālib bin Hasyim lahir di Mekah tiga tahun sebelum Hijrah. Ayahnya
adalah Abbās, paman Rasulullah SAW., sedangkan ibunya bernama Lubabah binti
Ḥariś yang dijuluki Ummu Fad ̣l, saudari dari Ummul Mukminin Maimunah, istri
Rasulullah SAW. Abdullah bin Abbās dikenal dengan panggilan Ibnu Abbās atau
juga disebut Abul Abbās. Ibnu Abbās adalah salah seorang dari empat pemuda yang
dijuluki “Al- ‘Abadillah” (empat orang pemuda yang bernama Abdullah). Tiga dari
al- Abadillah yang lain adalah ‘ Abdullah bin ‘ Umar (Ibnu ‘ Umar), Abdullah
bin Zubair (Ibnu Zubair), dan Abdullah bin Amr ra. Mereka termasuk di antara
tiga puluh orang yang menghapal dan menguasai Al-Qur’an pada saat Fathu Makkah
(penaklukkan kota Mekah), serta merupakan bagian dari ulama yang dipercaya kaum
muslimin untuk memberi fatwa saat itu. Ibnu Abbās adalah sahabat yang mempunyai
kedudukan yang sangat terpandang, ia dijuluki sebagai informan umat Islam. Dari
beliaulah asal silsilah khalifah Daulat Abbasiah. Ibnu Abbas senantiasa
mengiringi Rasulullah SAW. Beliau menyiapkan air wudhu Nabi, berjamaah bersama
Nabi, dan sering menghadiri majelis-majelis ilmu Nabi SAW. Oleh karena itulah,
beliau banyak meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW.. Nabi Muhammad SAW.
pernah secara khusus pernah mendoakan beliau: “Ya Allah fahamkanlah ia tentang agama dan ajarilah ia ta`wil” (HR.
Ahmad)
Berkat doa ini pulalah Ibnu Abbas memiliki
berbagai keutamaan. Selain dalam hal penafsiran Al-Qur’an beliau juga pandai
dalam hal ilmu nasab, sya’ir, fikih dan ilmu-ilmu agama Islam yang lain. Beliau
dijadikan referensi oleh banyak sahabat sepeninggal Rasul saw. Murid Ibnu
Abbās, At ̣ā` bin Abi Rabbah ̣ mengatakan, “Banyak orang mendatangi Ibnu Abbas
untuk mempelajari syair dan nasab-nasab. Orang yang lain mendatangi Ibnu Abbās
untuk mempelajari sejarah hari-hari peperangan. Dan kelompok lainnya mendatangi
Ibnu Abbās untuk mempelajari ilmu agama dan fikih. Tidak ada satu golongan pun
dari mereka kecuali mendapatkan apa yang mereka mau.” Ibnu Abbās baru berusia
menginjak 15 atau 16 tahun ketika Nabi wafat. Setelah itu, pengejarannya
terhadap ilmu tidaklah berhenti. Beliau berusaha menemui sahabatsahabat yang
telah lama mengenal Nabi Saw. demi mempelajari apa-apa yang telah Nabi ajarkan
kepada mereka semua. Dengan kesungguhannya mencari ilmu, baik di masa hidup
Nabi maupun setelah Nabi wafat, Ibnu Abbās memperolah kebijaksanaan yang
melebihi usianya. Karena kedalaman pengetahuan dan kedewasaannya, ‘Umar bin
Khat ̣t ̣āb menyebutnya ‘pemuda yang tua' (matang). Khalifah Umar sering
melibatkannya ke dalam pemecahan permasalahan-permasalahan penting negara.
Bahkan sering mengedepankan pendapat IbnuAbbas daripada pendapat
sahabat-sahabat senior lain.Argumennya yang cerdik dan cerdas, bijak, logis,
lembut, serta mengarah pada perdamaian membuatnya handal dalam menyelesaikan perselisihan
dan perdebatan. Beliau menggunakan debat hanya untuk mendapatkan dan mengetahui
kebenaran, bukan untuk pamer kepintaran atau menjatuhkan lawan debat. Hatinya
bersih dan jiwanya suci, bebas dari dendam, serta selalu mengharapkan kebaikan
bagi setiap orang, baik yang dikenal maupun tidak. Umar pernah berkata,
“Sebaik-baik tafsir Al-Qur’an ialah dari Ibnu Abbās. Apabila umurku masih
lanjut, aku akan selalu bergaul dengan Abdullah bin Abbās.” Sa`ad bin Abī
Waqqās menerangkan, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih cepat dalam
memahami sesuatu, yang lebih berilmu dan lebih bijaksana daripada Ibnu Abbas.”
Ibnu Abbas tidak hanya dikenal karena pemikiran yang tajam dan ingatan yang
kuat, tapi juga dikenal murah hati. Teman-temannya mengatakan, “Kami tidak
pernah melihat sebuah rumah penuh dengan makanan, minuman, dan ilmu yang
melebihi rumah Ibnu Abbās.” ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Utbah berkata, “Tak
pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti tentang hadis Nabi serta
keputusan-keputusan yang dibuat Abu Bakar, Umar, dan Utsman, daripada Ibnu
Abbas.” Sebagaimana lazimnya pada saat itu, pejabat pemerintahan adalah
orang-orang alim. Ibnu Abbās pun pernah menduduki posisi gubernur di Bashrah
pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Ṭālib. Penduduknya bertutur tentang sepak
terjang beliau, “Ia mengambil tiga perkara dan meninggalkan tiga perkara.
Apabila ia berbicara, ia mengambil hati pendengarnya; Apabila ia mendengarkan
orang, ia mengambil telinganya (memperhatikan orang tersebut); Apabila ia memutuskan,
ia mengambil yang termudah. Sebaliknya, ia menjauhi sifat mencari muka,
menjauhi orang berbudi buruk, dan menjauhi setiap perbuatan dosa.” Ibnu Abbas
meriwayatkan sekitar 1.660 hadis Beliau juga aktif menyambut jihad di Perang
Hunain, Tha`if, Fathu Makkah dan Haji Wada`. Selepas masa Rasul, Ia juga
menyaksikan penaklukkan Afrika bersama Ibnu Abū As-Sarah, Perang Jamal dan
Perang Ṣiffin bersama ‘Ali bin Abi Ṭālib. Pada akhir masa hidupnya, Ibnu
Abbās mengalami kebutaan. Beliau menetap di Ṭa`if hingga wafat pada tahun 68H
di usia 71 tahun.
Sumber : Ilmu
Hadis Kementerian Agama RI
NB: (Untuk
kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas X)
0 Post a Comment:
Posting Komentar