Sama halnya seperti yang dilakukan oleh
para sahabat, para tabi’in juga berhatihati dalam periwayatan hadis. Beban
tabi’in tidak terlalu berat jika dibandingkan dengan beban yang dihadapi para
sahabat. Pada masa ini, Al-Qur’an telah berhasil dikumpulkan dalam satu mushaf,
sehingga tidak lagi menghawatirkan bercampurnya periwayatan hadis. Selain itu,
pada akhir periode masa Khulafā
ar-Rāsyidūn, para ahli hadis telah menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan
Islam. Ini memudahkan para tabi’in untuk mempelajari hadis-hadis dari mereka.
Ini terjadi sekitar tahun 41 H hingga akhir abad ke-1 H. Kondisi ini juga
berimplikasi terhadap penyebaran hadis ke berbagai wilayah Islam. Oleh karena
itu, masa ini disebut dengan masa menyebarnya periwayatan hadis (‘Aṣr Intisyār ar-Riwāyah), yakni masa
di mana hadis tidak hanya terpusat di Madinah tetapi sudah diriwayatkan di
berbagai daerah dengan tokoh para sahabat. Kekuasaan Islam semakin luas. Banyak
sahabat atau tabi’in yang pindah dari Madinah ke daerah-daerah yang baru
dikuasai, di samping masih banyak pula yang tinggal di Mekah dan Madinah. Para
sahabat pindah ke daerah baru disertai dengan membawa perbendaharaan hadis yang
ada pada mereka sehingga hadis-hadis tersebut tersebar ke berbagai daerah.
Kemudian bermunculan pusat-pusat hadis sebagaimana yang dikemukakan oleh Muh
̣ammad Abū Zahw yaitu:
1. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat: ‘Āisyah, Abū Hurairah, Ibn ‘Umar, Abū Sa’ūd al-Khudrī (w. 74 H) dan lain-lain.
2. Tokoh dari kalangan tabi’in: Sa’ῑd ibn Musayyab (w. 90 H), ‘Urwah ibn Zubair (w. 99 H), Nāfī’ (w. 114 H), dan lain-lain. 2. Mekah, dengan tokoh dari kalangan sahabat: Ibn Abbās (w. 68 H), Abdullah ibn Sa’īd dan lain-lain.
3. Dari kalangan tabi’in: Mujāhid ibn Jabr, ‘Ikrīmah Maula ibn Abbās (w. 104 H), ‘At ̣a ibn Abi Rabbah (w. 114 H), dan lain-lain. 3. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat: Abdullah ibn Mas’ūd (w. 32 H) Sa’ad bin Abῑ Waqqas dan Salman al-Fārisi. Tokoh dari kalangan tabi’in: Masrūq bin al-Ajda’ (w. 63 H), Syuraikh bin Ḥaris, dan lain-lain.
4. Basrah, dengan tokoh dari kalangan sahabat: ‘Utbah bin Ghazwan, ‘Imrān bin Ḥusain dan lain-lain. Dari kalangan tabi’in: al-Ḥasan al-Basrī (w. 110 H), Abū al- ‘Aliyah, dan lain-lain.
5. Syam, dengan tokoh dari kalangan sahabat: Mu’āź bin Jabal, Abū al-Darda’, ‘Ubadah bin Ṣamit, dan lain-lain. Tokoh dari tabi’in: Abū Idrīs, Qabiṣah ibn Zuaib, dan Makhul ibn Abῑ Muslim.
6. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat: Abdullah bin Amr bin al-‘Aṣ, ‘Uqbah bin ‘Amir, dan lain-lain. Dari kalangan tabi’in: Yazῑd bin Abῑ Hubaib, Abu Baṣrah alGifari dan lain-lain.
Pergolakan politik pada masa sahabat,
yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh ‘Alī bin Abī Ṭālib, berakibat cukup
panjang dan berlarut-larut. Langsung atau tidak langsung, cukup memberikan
pengaruh terhadap perkembangan hadis pada masa tabi’in ini. Pengaruh langsung
dan negatif, ialah munculnya hadis-hadis palsu (mauḍu’) untuk mendukung kepentingan
politik masing-masing kelompok dan menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Adapun
pengaruh yang berakibat positif adalah rencana dan usaha yang mendorong
diadakannya kodifikasi atau tadwīn al-ḥadīś, sebagai upaya penyelamatan dari
pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat pergolakan politik yang terjadi
tersebut. Poin apa saja yang kamu perhatikan dengan membaca kondisi hadis pada
masa tabiin? Sudahkah ada hadis palsu pada masa tabiin? Apa buktinya menurut
anda?
Sumber : Ilmu
Hadis Kementerian Agama RI
NB: (Untuk Siswa Madrasah Aliyah Kelas X)
0 Post a Comment:
Posting Komentar