"Dengan membaca kamu mengenal dunia. Dengan Menulis kamu dikenal Dunia."

murevi18.blogspot.com

Senin, 12 Juni 2023

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PEMBELAJARAN

Sumber Ilmu.com-Sanjaya (2008) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.

a.       Faktor Guru

Guru merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran dikelas. Pada saat ini komponen guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Artinya bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi pembelajaran yang dirancang, apabila faktor kemampuan guru tidak mendukung untuk mengaplikasikannya maka strategi itu hanya akan bagus diatas kerja saja. Setiap guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pembinaan bantuan kepada peserta didik. Masing-masing perbedaan tersebut dapat mempengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau implementasi pembelajaran. Peran guru yang sangat penting ini akan lebih terasa urgensinya pada anak usia pendidikan dasar, yang sangat mudah terpengaruh oleh berbagai media yang berkembang saat ini seperti: televisi, radio, computer, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, ditingkat SD sangat memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.

Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak pada pundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.

Menurut Dunkin (1974) ada tiga aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher formative experience, teacher training experience dan teacher properties.

1)   Teacher Formative Experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini di antaranya meliputi tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat. Juga keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga yang tergolong mapan atau tidak, apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.

2)   Teacher Training Experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya berhubungan latihan professional, tingkat pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagainya.

3)     Teacher Properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru, kemampuan atau inteligensi guru, motivasi dan kemampuan mereka.

Dengan kata lain faktor guru dalam pembelajaran salah satu faktor yang saat ini sangat dominan pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itulah maka standart nasional pendidikan menghendaki guru memiliki kompetensi professional yang dibuktikan dengan lulus sertifikasi profesi guru.

Bagaimana seorang pendidik dapat dikatakan professional? Beberapa ahli menyatakan ada dua tugas dan perilaku yang merupakan tradisi refleksi professional dalam tugas: (1) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap siswa dan (2) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi itu sendiri. Dalam perpektif lain, Glickman (1987) mengungkapkan dua indicator yang dapat menggambarkan refleksi sikap dan perilaku profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas profesi keguruannya. Kedua indicator tersebut adalah: (1) Komitmen guru terhadap pelaksanaan tugas-tugas sebagai guru, dan (2) Kemampuan guru dalam memiliki wawasan dan perkembangan dirinya menjadi seorang tenaga ahli dengan kemampuan yang tinggi.

Di sisi lain pendidik juga harus memiliki kewibawaan dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Langeveld mengemukakan ada tiga hal pembentuk kewibawaan yaitu: (1) “Kepercayaan” (percaya diri dan percaya bahwa peserta didik bagaimanapun keadaannya dapat dididik), (2) “Kasih Sayang” yaitu adil dalam kasih sayang terhadap semua peserta didik, tidak ada anak emas dan sebagainya, dan (3) “Kemampuan” (yaitu kemampuan pendidik dalam mengembangkan diri baik menyangkut kemampuan penguasaan materi bahan ajar maupun kemampuan dalam melaksanakan prosedur dan pendekatan proses pembelajaran).

Sebagai pelatih, guru mendorong peserta didik untuk bekerja keras dan mencapai prestasi yang setinggi-tingginya, membantu menghargai nilai belajar dan pengetahuan. Sebagai konselor, guru berperan sebagai sahabat siswa, menjadi teladan dalam praktik yang mengandung rasa hormat dan keakraban dari siswa.

b.      Faktor Siswa

Peserta didik adalah subjek didik, dia bukan objek pendidikan yang siap diisi dengan ilmu pengetahuan dari otak guru seperti halnya sebuah botol yang siap di isi dengan air hingga penuh. Sebagai subjek didik dia memiliki otonomi diri yang ingin diakui keberadaannya sesuai dengan potensi kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pada diri subjek didik ada perasaan ingin mengembangkan diri secara terus-menerus. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang terkait dengan peserta didik ini sangat perlu dipahami oleh seorang pendidik atau calon pendidik. Beberapa ciri khas seorang peserta didik yang perlu mendapatkan perhatian dan pemahaman yang baik dari seorang pendidik adalah sebagai berikut:

1)      Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.

Anak sejak lahir telah ada potensi bakat dan potensi kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan tersebut memerlukan upaya untuk menumbuhkan kembangkannya secara cepat dan tepat. Segala potensi yang dimiliki anak harus diaktualisasikan secara terarah. Untuk itu maka memerlukan  upaya pendidikan dan bimbingan dalam mengarahkan aktualisasi potensi secara optimal.

2)      Individu yang sedang berkembang

Sejak dalam kandungan seorang anak terus-menerus mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan ini terjadi secara bertahap menurut fase-fase perkembangannya. Setiap fase perkembangan memiliki perbedaan baik dalam minat, kebutuhan, intiligensi emosi, dan lain-lain. Disamping itu ada fase kritis bagi perkembangan anak, dan fase ini sangat menentukan perkembangan kecerdasan anak. Fase-fase perkembangan ini harus diketahui secara mendalam oleh seoarang guru atau seorang calon pendidik, agar dalam praktinya sebagai guru dapat menyesuaikan berbagai pendekatan, materi dan sebagainya dengan tingkat dan fase perkembangan peserta didik. Dengan demikian, maka perkembangan dan pertumbuhan peserta didik dapat lebih optimal.

3)      Individu yang membutuhkan bimbingan individu dan perlakuan manusiawi.

Mengingat pertumbuhan dan perkembangan anak melalui berbagai tahap/fase perkembangan maka setiap tahap pertumbuhan tersebut sering kali anak dihadapkan pada keterbatasan kemampuan atau ketidakberdayaannya dalam menuju perkembangan dan pertumbuhan yang optimal. Untuk itu maka upaya bimbingan dan arahan serta pengaruh dari orang dewasa (pendidik) sangat dibutuhkan agar perkembangannya dapat berjalan lancar.

4)      Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri

Pada diri seorang peserta didik ada potensi dan kecenderungan untuk memerdekakan diri dari ketergantungannya dengan orang dewasa, meskipun sebenarnya dia belum dewasa atau belum mampu untuk mandiri dalam menjalani perkembangannya. Hal ini perlu dipahami oleh pendidik untuk tidak memaksakan kehendaknya agar peserta didik berbuat seperti dirinya/menurut pola yang telah ditentukan oleh guru. Artinya peserta didik akan berkembang sesuai dengan potensi dirinya sendiri, tidak akan dibentuk menurut kehendak guru seperti potensi yang terkandung dalam diri guru. Oleh sebab itu, kemandirian harus mulai ditanamkan oleh pendidik sejak usia dini.

c.       Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung dapat emndukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran, dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jika mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efesien, sedangkan manakala mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa belajar. Dengan demikian, ketersediaan sarana yang lengkap meningkatkan gairah mengajar mereka. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Setiap siswa pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda. Siswa yang bertipe auditif akan lebih belajar melalui pendengaran, sedangkan tipe siswa dengan tipe visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan pilihan dalam belajar.

d.      Faktor Lingkungan

Lingkungan sangat besar memberikan pengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Lingkungan ini dapat terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, agar terjadi proses pendidikan yang baik harus dipersiapkan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan.

Ki Hajar Dewantara menyatakan tiga pusat pendidikan yang akan menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan, dua dari tiga pusat pendidikan tersebut pada dasarnya adalah faktor lingkungan yaitu lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga. Anwar (2003) menyatakan pendidikan dalam lingkungan keluarga diarahkan pada pembinaan pribadi anak agar kelak mereka mampu melaksanakan kehidupannya sebagai manusia dewasa. Perhatian lebih dicurahkan pada upaya meletakkan pendidikan yang melandasi pemekaran pemikiran, sikap dan perilaku sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang berlaku dimasyarakat sekitarnya.  Karena itu, pendidikan dikeluarga harus mampu diimplementasikan prinsip pendidikan yang dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu : ing ngarso sung tulodo (orang tua harus dapat menjadi teladan bagi anak dilingkungannya), ing madya mangun karso (memberikan semangat dan dorongan kepada anak)  dan tut wuri handayani (orang tua memberikan dorongan anak kepada anak, prinsip ini menggambarkan orang tua mengarahkan potensi yang ada pada anak dikembangkan sesuai dengan bakat dan minat yang ada. Prinsip ini mengajarkan kepada kita bahwa oang tua perlu memandirikan anak agar tumbuh kreativitas dan inovasi dari anak-anak).

1)    Anwar dkk (2003) menyarankan metode pendidikan yang digunakan dalam pendidikan keluarga adalah keteladanan, pelibatan langsung, nasehat, pengawasan, sindiran dan kalau di perlukan hukuman.

2)   Lingkungan lainnya yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan adalah lingkungan masyarakat. Kalu kita amati kehidupan seorang anak selama 24 jam sehari semalam,  tampak waktu yang lebih banyak bagi anak berada di lingkungan masyarakat dan keluarga. kalau kita rinci anak berada di sekolah jam 07.30 sampai dengan 14.30 atau kurang lebih 7 sampai 8 jam dalam satu hari. Sisanya 16 sampai 17 jam berada dilingkungan  keluarga atau masyarakat. Oleh sebab itu, pendidikan tidak akan berhasil apabila lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga tidak mendukung apa yang dilakukan oleh sekolah. Untuk itu diperlukan adanya kebersamaan tindakan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menunjang upaya sekolah pada proses pendidikan.

3)  Pentingnya faktor lingkungan dalam mempengaruhi pendidikan khususnya yang berkaitan dengan pertumbuhan pribadi ini juga terungkap dari penjelasan Dolet Unaradjan (2003) bahwa pertumbuhan dan perkembangan pribadi dimungkinkan oleh potensi-potensi intern dan kondisi ekstern setiap manusia yaitu lingkungan yang ada disekitar.

4)   Lingkungan dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan ini pada dasarnya adalah keadaan disekitar manusia yang memungkinkan dia hidup sebagai pribadi yang normal, baik kondisi fisik maupun kondisi nonfisik, termasuk dalam hal ini adalah manusia lainnya dimana yang bersangkutan saling berinteraksi sesamanya.

5)      Dalam konteks pembentukan nilai dan sikap kepribadian bagi anak usia dini inilah maka komunikasi antara lembaga pendidikan dengan para orang tua peserta didik menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Sanjaya (2008) melihat dari perspektif dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu (1) faktor organisasi kelas dan (2) faktor iklim sosial-psikologis.

1)      Faktor Organisasi

Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar besar dalam satu kelas kecenderungan:

a)   Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia semakin sempit.

b)   Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa.

c)      Kepuasan belajar siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.

d)     Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.

e)      Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.

f)    Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kelompok.

2)      Faktor Iklim Sosial-Psikologis

Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara duru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial-psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan pihak luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.

Sekolah yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, yang ditunjukkan oleh kerja sama antar guru, saling menghargai dan saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga berdampak pada motivasi belajar siswa. Sebaliknya, manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian juga sekolah akan menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya sekolah akan meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari pihak lain.

Share:

0 Post a Comment:

Posting Komentar

Pengikut

Arsip Blog

Definition List

Unordered List

Support