Sumber Ilmu.com-Sanjaya (2008) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran, diantaranya faktor guru,
faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.
a.
Faktor Guru
Guru merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam
implementasi suatu strategi pembelajaran dikelas. Pada saat ini komponen guru
sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Artinya bagaimanapun bagus
dan idealnya suatu strategi pembelajaran yang dirancang, apabila faktor kemampuan
guru tidak mendukung untuk mengaplikasikannya maka strategi itu hanya akan
bagus diatas kerja saja. Setiap guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan,
kemampuan, gaya dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang
menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda
dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pembinaan bantuan
kepada peserta didik. Masing-masing perbedaan tersebut dapat mempengaruhi baik
dalam penyusunan strategi atau implementasi pembelajaran. Peran guru yang
sangat penting ini akan lebih terasa urgensinya pada anak usia pendidikan
dasar, yang sangat mudah terpengaruh oleh berbagai media yang berkembang saat
ini seperti: televisi, radio, computer, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu,
ditingkat SD sangat memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model
atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola
pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses
pembelajaran terletak pada pundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu
proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.
Menurut Dunkin (1974) ada tiga aspek yang dapat mempengaruhi
kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher
formative experience, teacher training experience dan teacher properties.
1) Teacher
Formative Experience, meliputi
jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang
sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini di antaranya meliputi tempat
asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat.
Juga keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu
berasal dari keluarga yang tergolong mapan atau tidak, apakah mereka berasal
dari keluarga harmonis atau bukan.
2) Teacher
Training Experience, meliputi
pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang
pendidikan guru, misalnya berhubungan latihan professional, tingkat pendidikan,
pengalaman jabatan, dan lain sebagainya.
3) Teacher
Properties adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru, kemampuan
atau inteligensi guru, motivasi dan kemampuan mereka.
Dengan kata
lain faktor guru dalam pembelajaran salah satu faktor yang saat ini sangat
dominan pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Oleh sebab
itulah maka standart nasional pendidikan menghendaki guru memiliki kompetensi
professional yang dibuktikan dengan lulus sertifikasi profesi guru.
Bagaimana
seorang pendidik dapat dikatakan professional? Beberapa ahli menyatakan ada dua
tugas dan perilaku yang merupakan tradisi refleksi professional dalam tugas:
(1) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap siswa dan (2) mempunyai komitmen
yang tinggi terhadap profesi itu sendiri. Dalam perpektif lain, Glickman (1987)
mengungkapkan dua indicator yang dapat menggambarkan refleksi sikap dan
perilaku profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas profesi keguruannya.
Kedua indicator tersebut adalah: (1) Komitmen guru terhadap pelaksanaan
tugas-tugas sebagai guru, dan (2) Kemampuan guru dalam memiliki wawasan dan
perkembangan dirinya menjadi seorang tenaga ahli dengan kemampuan yang tinggi.
Di sisi lain
pendidik juga harus memiliki kewibawaan dalam melaksanakan tugasnya sebagai
guru. Langeveld mengemukakan ada tiga hal pembentuk kewibawaan yaitu: (1)
“Kepercayaan” (percaya diri dan percaya bahwa peserta didik bagaimanapun
keadaannya dapat dididik), (2) “Kasih Sayang” yaitu adil dalam kasih sayang
terhadap semua peserta didik, tidak ada anak emas dan sebagainya, dan (3)
“Kemampuan” (yaitu kemampuan pendidik dalam mengembangkan diri baik menyangkut
kemampuan penguasaan materi bahan ajar maupun kemampuan dalam melaksanakan
prosedur dan pendekatan proses pembelajaran).
Sebagai
pelatih, guru mendorong peserta didik untuk bekerja keras dan mencapai prestasi
yang setinggi-tingginya, membantu menghargai nilai belajar dan pengetahuan.
Sebagai konselor, guru berperan sebagai sahabat siswa, menjadi teladan dalam
praktik yang mengandung rasa hormat dan keakraban dari siswa.
b.
Faktor Siswa
Peserta didik adalah subjek didik, dia bukan objek pendidikan yang
siap diisi dengan ilmu pengetahuan dari otak guru seperti halnya sebuah botol
yang siap di isi dengan air hingga penuh. Sebagai subjek didik dia memiliki
otonomi diri yang ingin diakui keberadaannya sesuai dengan potensi kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Pada diri subjek didik ada perasaan ingin
mengembangkan diri secara terus-menerus. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang
terkait dengan peserta didik ini sangat perlu dipahami oleh seorang pendidik
atau calon pendidik. Beberapa ciri khas seorang peserta didik yang perlu
mendapatkan perhatian dan pemahaman yang baik dari seorang pendidik adalah
sebagai berikut:
1)
Individu yang
memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang
unik.
Anak
sejak lahir telah ada potensi bakat dan potensi kemampuan yang dimilikinya.
Kemampuan tersebut memerlukan upaya untuk menumbuhkan kembangkannya secara
cepat dan tepat. Segala potensi yang dimiliki anak harus diaktualisasikan
secara terarah. Untuk itu maka memerlukan
upaya pendidikan dan bimbingan dalam mengarahkan aktualisasi potensi
secara optimal.
2)
Individu yang
sedang berkembang
Sejak
dalam kandungan seorang anak terus-menerus mengalami perkembangan dan
pertumbuhan. Pertumbuhan ini terjadi secara bertahap menurut fase-fase
perkembangannya. Setiap fase perkembangan memiliki perbedaan baik dalam minat,
kebutuhan, intiligensi emosi, dan lain-lain. Disamping itu ada fase kritis bagi
perkembangan anak, dan fase ini sangat menentukan perkembangan kecerdasan anak.
Fase-fase perkembangan ini harus diketahui secara mendalam oleh seoarang guru
atau seorang calon pendidik, agar dalam praktinya sebagai guru dapat
menyesuaikan berbagai pendekatan, materi dan sebagainya dengan tingkat dan fase
perkembangan peserta didik. Dengan demikian, maka perkembangan dan pertumbuhan
peserta didik dapat lebih optimal.
3)
Individu yang
membutuhkan bimbingan individu dan perlakuan manusiawi.
Mengingat
pertumbuhan dan perkembangan anak melalui berbagai tahap/fase perkembangan maka
setiap tahap pertumbuhan tersebut sering kali anak dihadapkan pada keterbatasan
kemampuan atau ketidakberdayaannya dalam menuju perkembangan dan pertumbuhan
yang optimal. Untuk itu maka upaya bimbingan dan arahan serta pengaruh dari
orang dewasa (pendidik) sangat dibutuhkan agar perkembangannya dapat berjalan lancar.
4)
Individu yang
memiliki kemampuan untuk mandiri
Pada
diri seorang peserta didik ada potensi dan kecenderungan untuk memerdekakan
diri dari ketergantungannya dengan orang dewasa, meskipun sebenarnya dia belum
dewasa atau belum mampu untuk mandiri dalam menjalani perkembangannya. Hal ini
perlu dipahami oleh pendidik untuk tidak memaksakan kehendaknya agar peserta
didik berbuat seperti dirinya/menurut pola yang telah ditentukan oleh guru.
Artinya peserta didik akan berkembang sesuai dengan potensi dirinya sendiri,
tidak akan dibentuk menurut kehendak guru seperti potensi yang terkandung dalam
diri guru. Oleh sebab itu, kemandirian harus mulai ditanamkan oleh pendidik
sejak usia dini.
c.
Faktor Sarana
dan Prasarana
Sarana adalah
segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses
pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan
sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang
tidak langsung dapat emndukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan
menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya.
Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan
proses pembelajaran, dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen
penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Terdapat
beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan
prasarana. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah
dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan
lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jika mengajar dipandang
sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa
alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efesien,
sedangkan manakala mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar
siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai
sumber belajar yang dapat mendorong siswa belajar. Dengan demikian,
ketersediaan sarana yang lengkap meningkatkan gairah mengajar mereka. Kedua,
kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa
untuk belajar. Setiap siswa pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda.
Siswa yang bertipe auditif akan lebih belajar melalui pendengaran, sedangkan
tipe siswa dengan tipe visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan.
Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan pilihan dalam
belajar.
d.
Faktor
Lingkungan
Lingkungan
sangat besar memberikan pengaruh terhadap perkembangan peserta didik.
Lingkungan ini dapat terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun
lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, agar terjadi proses pendidikan yang baik
harus dipersiapkan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya proses
pendidikan.
Ki Hajar
Dewantara menyatakan tiga pusat pendidikan yang akan menentukan keberhasilan
pendidikan secara keseluruhan, dua dari tiga pusat pendidikan tersebut pada
dasarnya adalah faktor lingkungan yaitu lingkungan masyarakat dan lingkungan
keluarga. Anwar (2003) menyatakan pendidikan dalam lingkungan keluarga
diarahkan pada pembinaan pribadi anak agar kelak mereka mampu melaksanakan
kehidupannya sebagai manusia dewasa. Perhatian lebih dicurahkan pada upaya
meletakkan pendidikan yang melandasi pemekaran pemikiran, sikap dan perilaku
sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang berlaku dimasyarakat
sekitarnya. Karena itu, pendidikan
dikeluarga harus mampu diimplementasikan prinsip pendidikan yang dinyatakan
oleh Ki Hajar Dewantara yaitu : ing ngarso sung tulodo (orang tua harus
dapat menjadi teladan bagi anak dilingkungannya), ing madya mangun karso
(memberikan semangat dan dorongan kepada anak)
dan tut wuri handayani (orang tua memberikan dorongan anak kepada
anak, prinsip ini menggambarkan orang tua mengarahkan potensi yang ada pada
anak dikembangkan sesuai dengan bakat dan minat yang ada. Prinsip ini mengajarkan
kepada kita bahwa oang tua perlu memandirikan anak agar tumbuh kreativitas dan
inovasi dari anak-anak).
1) Anwar dkk
(2003) menyarankan metode pendidikan yang digunakan dalam pendidikan keluarga
adalah keteladanan, pelibatan langsung, nasehat, pengawasan, sindiran dan kalau
di perlukan hukuman.
2) Lingkungan
lainnya yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan adalah
lingkungan masyarakat. Kalu kita amati kehidupan seorang anak selama 24 jam
sehari semalam, tampak waktu yang lebih
banyak bagi anak berada di lingkungan masyarakat dan keluarga. kalau kita rinci
anak berada di sekolah jam 07.30 sampai dengan 14.30 atau kurang lebih 7 sampai
8 jam dalam satu hari. Sisanya 16 sampai 17 jam berada dilingkungan keluarga atau masyarakat. Oleh sebab itu, pendidikan
tidak akan berhasil apabila lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga tidak
mendukung apa yang dilakukan oleh sekolah. Untuk itu diperlukan adanya
kebersamaan tindakan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menunjang
upaya sekolah pada proses pendidikan.
3) Pentingnya
faktor lingkungan dalam mempengaruhi pendidikan khususnya yang berkaitan dengan
pertumbuhan pribadi ini juga terungkap dari penjelasan Dolet Unaradjan (2003)
bahwa pertumbuhan dan perkembangan pribadi dimungkinkan oleh potensi-potensi
intern dan kondisi ekstern setiap manusia yaitu lingkungan yang ada disekitar.
4) Lingkungan
dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan ini pada dasarnya adalah keadaan
disekitar manusia yang memungkinkan dia hidup sebagai pribadi yang normal, baik
kondisi fisik maupun kondisi nonfisik, termasuk dalam hal ini adalah manusia
lainnya dimana yang bersangkutan saling berinteraksi sesamanya.
5)
Dalam konteks
pembentukan nilai dan sikap kepribadian bagi anak usia dini inilah maka
komunikasi antara lembaga pendidikan dengan para orang tua peserta didik
menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Sanjaya (2008)
melihat dari perspektif dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu (1) faktor organisasi kelas dan (2)
faktor iklim sosial-psikologis.
1)
Faktor
Organisasi
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam
satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran.
Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Kelompok belajar besar dalam satu kelas kecenderungan:
a) Sumber daya
kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang
tersedia semakin sempit.
b) Kelompok
belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang
ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak
akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit
didapatkan dari setiap siswa.
c)
Kepuasan
belajar siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang
terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru,
dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.
d)
Perbedaan
individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar
mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke
dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.
e)
Anggota
kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang
terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.
f) Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kelompok.
2)
Faktor Iklim
Sosial-Psikologis
Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara
orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara
siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara duru dengan guru, bahkan
antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial-psikologis eksternal adalah
keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan pihak luar, misalnya hubungan
sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga
masyarakat, dan lain sebagainya.
Sekolah yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, yang
ditunjukkan oleh kerja sama antar guru, saling menghargai dan saling membantu,
maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga berdampak
pada motivasi belajar siswa. Sebaliknya, manakala hubungan tidak harmonis,
iklim belajar akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian juga
sekolah akan menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya
sekolah akan meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari
pihak lain.
0 Post a Comment:
Posting Komentar