Sumber Ilmu.com-Perkembangan
rasa keagamaan pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya hati nurani keagamaan, baik
kualitasnya pada akhir usia anak maupun perkembangan pada usia remaja. Hati
nurani yang sudah tumbuh kuat pada akhir pada akhir anak-anak akan memudahkan
perkembangan rasa keagamaan pada masa remaja.
Faktor
consience atau hati nurani ini mempunyai padanan pada kata super ego, inner
light dan inner policeman. Pada masa remaja, anak masuk ke dalam tahap
pendewasaan, dimana hati nurani (conscience) sudah mulai berkembang melalui
perkembangan dan pengayaan pada usia anak melalui proses sosialisasi. Proses
sosialisasi nilai tersebut terlaksana melalui proses identifikasi anak terhadap
perilaku orang tuanya dan juga orang-orang disekelilingnya yang memiliki kesan
dominan secara kejiwaan, sehingga terjadi proses imitasi sikap dan prilaku.
Kekuatan dari kata hati sebagiannya justru terletak pada ketidak mengertian
anak, karena dengan begitu konsep nilai yang masuk dalam diri anak terbentuk
melalui proses tanpa tanya, begitu saja terserap tanpa adanya reaksi dari dalam.
Proses
kerja hati nurani dibantu oleh gejala jiwa yang lain disebut rasa bersalah (guilt)dan
rasa malu (shame), yang akan muncul setiap kali ia melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan hati nuraninya. Clark menyatakan bahwa kapasitas untuk
memiliki kata hati adalah merupakan potensi bawaan bagi setiap manusia, tetapi
subtansi dari kata hati merupakan hasildari proses belajar.
Rasa bersalah (guilt) adalah perasaan yang tumbuh jika dirinya tidak meletakkan sesuatu sesuai dengan hati nuraninya. Beriringan dengan itu kemudian muncul rasa malu (shame), yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian negative dari orang lain terhadap dirinya. Kata hati, rasa bersalah dan rasa malu dalam perkembangan religiusitas adalah mekanisme jiwa yang terbentuk melalui proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada usia anak, yang akan berfungsi sebagai pengontrol dasar pegangan hidupnya dalam bermasyarakat.
Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan :
Pertumbuhan dan Pikiran Mental
Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriah menuju agama yang bathiniah. Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju “iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
Perasaan Beragama
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangna satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri manusia. Ketidakstabilan perasaan remaja kepada tuhan/agama, perasaan remaja pada agama adalah ambivalesi.
Perkembangan Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja.
Sikap Remaja Terhadap Agama
Setelah mengetahui faktor-faktor dan unsur-unsur yang mempengaruhi sikap remaja terhadap agama, maka dapatlah kita bagi sikap remaja tersebut sebagai berikut:
Percaya
turut-turutan
Sesungguhnya
kebanyakan remaja percaya kepada tuhan dan menjalankan ajaran agama, kerena
mereka terdidik dalam lingkungan yang beragama, karena bapak dan ibunya orang
beragama, teman dan masyarakat sekelilingnya rajin beribadah, maka mereka ikut
percaya dan melakanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti
suasana lingkungan dimana ia hidup. Percaya yang seperti inilah yang dinamakan
percaya turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tidak ada perhatian untuk
meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam kegiatan-kegiatan agama.
Kenyataan
seperti ini, dapat kita lihat dimana-mana sehingga banyak sekali remaja yang
beragama hanya karena orang tuanya beragama. Cara beragama seperti ini
merupakan lanjutan dari beragama dimasa kanak-kanak seolah tidak terjadi
perubahan apa-apa dalam pikiran mereka terhadap agama. Kepercayaan ini biasanya
terjadi apabila orang tua memberikan didikan agama dengan cara menyenangkan
jauh dari pengalaman pahit diwaktu kecil, dan setelah menjadi remaja tidak
mengalami pula peristiwa atau hal-hal yang menggoncangkan jiwanya, sehingga
cara kekanak-kanakan dalam beragama terus berjalan, tidak perlu ditinjaunya
kembali. Akan tetapi apabila dalam usia remaja, menghadi peristiwa yang
mendorongnya untuk meneliti kembali peristiwa waktu kecilnya maka ketika itu
kesadarannya akan timbul dan sehingga ia menjadi bersemangat sekali, ragu-ragu
atau anti agama.
Percaya
turut-turutan seperti ini biasanya tidak lama, dan banyak terjadi pada
masa-masa remaja pertama (13-16). Sesudah itu biasanya berkembang kepada cara
yang lebih kritis dan lebih sadar.
Percaya Dengan Kesadaran
Setelah kegoncangan remaja pertama agak reda, yaitu sekitar usia 16 tahun, dimana pertumbuhan jasmani hampir selesai, kecerdasan juga sudah dapat berfikir lebih matang dan pengetahuan bertambah. Kesadaran dan semangat agama pada masa remaja itu dimulai dengan cenderungnya remaja dari meninjau dan meneliti kembali caranya beragama dimasa kex=cil dulu. Biasanya semangat agama itu tidak terjadi sebelim usia 17 atau 18 tahun, yaitu semangat agama ini memiliki dua bentuk, yaitu semangat positif dan khurafi.
Percaya, Tapi Agak ragu-ragu (bimbang)
Kebimbangan
remaja terhadap agama itu berbeda antara individu satu dengan individu lainnya
sesuai dengan kepribadian masing-masing. Ada yang mengalami keseimbangan ringan
yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai pada berubah
agama. Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dr. Al-Malighy terbukti bahwa sebelum usia 17 tahun keseimbangan
beragama tidak terjadi. Puncak keseimbangan itu terjadi antara 17-20 tahun.
Sesungguhnya
keseimbangan beragama itu bersangkut paut dengan semangat agama. Keseimbanagan
beragama menimbulkan rasa dosa pada remaja. Biasanya setelah keraguan itu
selesai timbullah semangat agama yang berlebihan baik dalam beragama maupun
dalam mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat
keyakinan.
Tidak Percaya Sama Sekali Cenderung Kepada Atheis
Salah
satu perkembanagan yang mungkin terjadi pada akhir remaja adalah mengingkari
wujud tuhan dan menggatinya dengan keyakinan lain. Atau mungkin pula hanya
tidak mempercayai adanya tuhan secara mutlak. Ketidak percayaan yang tidak
sungguh-sungguh itu, terjadi sebelum usia 20 tahun. Mungkin sekali seorang
remaja mengalami bahwa dirinya atheis. Namun jika dianalisis akan diketahui
bahwa dibalik keingkaran yang sungguh-sungguh itu tersembunyi kepercayaan
kepada tuhan.
Secara psikologis maupun sosiologis, remaja umumnya memang rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir, mereka mudah sekali terombang ambing dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat sekitarnya. Diberbagai komunitas dan dikota besar metropolitan, jangan heran jika huru hara, seks bebas, menghisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung mudah menggoda para remaja. Siapakah yang harus dipersalahkan tatkala kita menjumpai remaja yang terpelosok pada prilaku yang menyimpang dan melanggar hokum atau paling tidak melanggar tata tertib yang berlaku dimasyarakat . (Psikologi Agama, Arifin, hal 23)
0 Post a Comment:
Posting Komentar