A. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa kerajaan Islam di Indonesia
Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar
asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula
terjalin melalui kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra
dan Jawa. Ajaran islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di
pedalaman agama Hindu masih kuat. Didapati pendidikan agama Islam di masa
prakolonial dalam bentuk pengajian Al Qur’an dan pengajian kitab yang di
selenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren dan lain-lain. Pada
perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan,
materi pengajaran, metode maupun struktur organisasinya sehingga melahirkan
suatu bentuk yang baru yang disebut madrasah.
Keberadaan pendidikan Islam di Indonesia dimulai sejak
masuknya Islam ke Indonesia yaitu pada abad ke-7. Dengan masuknya Islam ke
Indonesia secara otomatis praktek pendidikan atau pengajaran Islam telah ada
meski dalam bentuk yang sangat sederhana. Secara institusional, pendidikan
Islam mulai berkembang pada awal abad ke-20 M dengan
didirikannya Madrasah dan pondok-pondok pesantren/ surau baik di
pulau jawa, Sumatra dan Kalimantan.
Perkembangan pendidikan Islam di era ini tidak dapat dilepaskan dari peranan munculnya kerajaan-kerajaan Islam saat itu. Seperti kerajaan Samudera Pasai (1297), Kerajaan Aceh (1514), kerajaan Demak (1500), Kerajaan Gowa Tallo (abad XVII). Peran kerajaan ini menurut Hasjimi (1990: 192) dibuktikan ketika Iskandar Muda berkuasa (1607 – 1636) di Aceh banyak didirikan lembaga pengajian.
B. Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Indonesia
Lembaga pendidikan islam pada fase mekkah ada dua tempat yaitu rumah arqam dan kuttab. Kuttab sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi puisi arab, dan sebagian besar gurunya adalah nonmuslim. Kuttab merupakan lembaga dasar yang hanya mengajarkan baca tulis yang berlangsung di rumah rumah para guru atau dipekarangan sekitar mesjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis adalah puisi atau pepatah – pepatah arab yang mengandung nilai nilai tradisi yang baik.Al-Quran sebagai teks dalam kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum muslimin yang menguasai al- quran telah banyak dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kekhalifahan Usman bin Affan kebanyakan guru kuttab pada masa awal islam adalah nonmuslim, sebab muslim yang dapat menulis yang jumlahnya masih sangat sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
1. Rumah Ulama sebagai Lembaga Pendidikan
Masjid bukanlah satu-satunya tempat
diselenggarakannya pendidikan Islam. Rumah-rumah ulama juga memainkan peranan
penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum. Sebagai tempat
transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid
dibangun, ketika di Mekkah Rasulullah menggunakan rumah Al-Arqam sebagai tempat
memberikan pelajaran bagi kaum muslimin. Selain itu, Beliau pun menggunakan
rumah Beliau sebagai tempat untuk belajar Islam.
Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat
belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub
Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatima.
Ahmad Syalabi, mengemukakan bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama dan para ahli tersebut adalah karena terpaksa dalam keadaan darurat, misalnya rumah Al-Gazali setelah tidak mengajar lagi di Madrasah Nidamiyah dan menjalani kehidupan sufi. Para pelajar terpaksa datang ke rumahnya karena kehausan akan ilmu pengetahuan dan terutama karena pendapatnya yang sangat menarik perhatian mereka. Sama halnya dengan Al-Gazali, adalah Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, yang dituduh sebagai seorang Syi’ah kemudian dipecat dari mengajar di Madrasah Nidamiyah, lalu mengajar di rumahnya sendiri. Beliau-beliau, karena dikenal sebagai guru dan ulama yang kenamaan maka kelompok-kelompok pelajar tetap mengunjungi di rumahnya untuk meneruskan pelajaran.
2. Istana Khalifah sebagai Lembaga Pendidikan
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak –
anak para pejabat, adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus
bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan
tugas – tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran
tersebut, Kholifah dan keluarganya serta para pembesar istana lainya berusaha
menyiapkan agar anak – anaknya sejak kecil sudah di perkenalkan dengan
lingkungan dan tugas – tugas yang akan di embannya nanti. Oleh karena itu
mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan
pendidikan kepada anak –anak mereka.
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak – anak di kuttab pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran dan tujuan yang di kehendaki oleh orang tuanya. Guru yang mengajar di istana itu di sebut mu’addib. Kata mu’addib berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan.guru pendidikan anak di istana di sebut mua’ddib, karena berfungsi mendidikkan budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan orang – orang dahulu kepada anak-anak pejabat.
Contoh
dari rencana pelajaran dan petunjuk-petunjuk yang dikemukakan oleh pembesar
istana kepada pendidik anak-anaknya agar dijadikan sebagai pedoman.
Adapun
rencana pembelajaran di istana sebagai
berikut:
1.
Al-Qur’an (kitabulah)
2.
Hadis-hadis yang termulia
3.
Syair – Syair yang terhormat
4.
Riwayat hukamah
5.
Menulis membaca dan lain – lain
C. Jaringan Pendidikan Islam pada masa kerajaan di indonesia
Penyebaran agama Islam juga dilakukan melalu jalur pendidikan, yakni pesantren meskipun dalam arti yang lebih sederhana. Di pesantren atau pondok, para kyiai dan guru mengajar dan menyebarkan ajaran Islam. Santri-santri yang telah menamatkan kajiannya akan keluar dan wajib menyebarkan ajaran Islam. Conth pesantren ini adalah seperti pesantren yang didirikan oleh Sunan Ampel di Ampel, dan Sunan Giri di Giri.
Pengajar-pengajar tasawwuf atau para sufi mengajarkan ajaran agama bercampur dengan kebudayaan yang telah masyarakat kenal sebelumnya. Para muballigh ini juga mahir dalam ilmu kebathinan dan pengobatan. Dengan cara dan jalur ini, Islam menyeber dengan cara yang menyentuh dan memberi kesan damai. Diantara mereka ini adalah Hamzah Fansyuri di Aceh, Sekh Lemang Abang dan Sunan Panggung di Jawa.
D. Kerajaan – Kerajaan Islam di Indonesia
1. Pendidikan pada zaman kerajaan Islam di Sumatera
Kerajaan di Sumatera meliputi kerajaan Samudera Pasai,
kerajaan Perlak, dan kerajaan Aceh Darussalam. Ketiga kerajaan tersebut berada
di Aceh, daerah paling ujung dari Sumatera.
Dari beberapa catatan sejarah Kerajaan Islam yang
pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang didirikan pada abad
ke-10 M. Raja pertamanya Al-Malik Ibrahim bin Mahdum yang kedua bernama Malik
Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke
15 H).
Pada tahun 1345 M, Ibnu Batutah dari Maroko,
mengelilingi dunia dan singgah dikerajaan Pasai pada zaman Al-Malik Al-Zahir,
raja yang sangat terkenal sangat alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i.
mengadakan perjanjian sampai waktu Ashar serta fasih berbahasa arab, cara
hidupnya sederhana.
Pada abad ke-14 M merupakan zaman kejayaan kerajaan Samudera Pasai, sehingga pada waktu itu pendidikan juga tentu mendapat tempat/ perhatian tersendiri. Pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Samudera Pasai, diantaranya:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang Syari’at adalah Fiqih madzhab Syafi’i.
b. Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis Ta’lim dan Halaqah.
c. Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama.
d. Biaya pendidikan bersumber dari negara.
2. Pendidikan pada zaman kerajaan Islam di Jawa
Kerajaan Islam di Jawa meliputi Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, Cirebon
dan Banten. Pendidikan Islam yang berlangsung di kerajaan Demak, Pajang dan
Mataram beriringan dengan kegiatan dakwah Islam yang dilakukan para ulama dan
para wali. Raden Fatah, raja pertama kerajaan demak, adalah santri perguruan
Islam Denta.
Kesultanan Demak mencapai zaman kemajuannya pada kekuasaan Sultan Trenggono
yang berkuasa tahun 1524- 1546. Demak berkembang menjadi kerajaan terkemuka dan
pusat islamisasi. Masjid Demak terkenal sebagai tempat berkumpulnya
berkumpulnya Walisongo yang dianggap paling berpengaruh dalam penyebaran Islam
di Jawa.
Memang antara Kerajaan Demak dengan wali-wali yang
Sembilan atau Walisonggo terjalin hubungan yang bersifat khusus, yang boleh
dikatakan semacam hubungan timbal-balik, dimana sangatlah besar peranan para
walisonggo di bidang dakwah Islam, dan juga Raden Fatah sendiri menjadi raja
adalah atas rasa keputusan para wali dan dalam hal ini para wali tersebut juga
sebagai penasehat dan pembantu raja.
Sistem pelaksanaarn pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak mempunyai kemiripan dengan pelaksanaannya di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Jadi proses penddikan islam pada masa kerajaan demak ini masih berada di
tempat-tempat sentral seperti masjid, yang diasuh oleh seorang badal atau
santri yang ditugaskan oleh seorang guru untuk mengajarkan pendidikan islam.
Sedangkan pada masa kerajaan Mataram pendidikan islam di zaman itu sudah mulai
diperhatikan, banyak desa yang ada tempat pengajian untuk menjalankan
pendidikan agama islam. Adapaun guru yang mendidik yang mempunyai gelar modin,
dan sisitem pendidikannya dengan metode hafalan.
yang berjasa disana ialah Abdul Qorid Katib Tunggal gelar Dato Ri Bandang
berasal dari Minangkabau, murid Sunan Giri.
Sejak dahulu, perkembangan agama Islam di Sulawesi selatan amat pesat. Sejalan dengan itu, disana terdapat sejumlah pesantren yang berdiri dan berkembang pesat. Pada tahap awal, merupakan pesantren atau surau dengan model lama sebagaimana yang terdapat di Sumatera.
4. Pendidikan pada zaman kerajaan Islam di Kalimantan
Berbagai tulisan dan kajian yang membicarakan tentang masuknya Islam di
Kalimantan selatan selalu mengidentikkan dengan berdirinya kerajaan
Banjarmasin. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang
beragama Hindu. Berdirinya kerajaan Islam Banjar ini ada hubungannya dengan
pertentangan keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah
kerajaan Daha dengan pamannya Pangeran Tumenggung. Terjadi peperangan antara
pangeran Samudera dengan Pangeran Tumenggung. Pangeran Samudera meminta bantuan
kepada sultan Demak. Sultan Demak bersedia membantu dengan syarat pangeran
Samudera mau masuk Islam. Setelah pangeran Samudera menyetujui syarat itu
sultan Demak mengirim seribu orang tentara. Dalam peperangan itu pangeran
Samudera memperoleh kemenangan. Sesuai janjinya, ia beserta seluruh kerabat
keraton dan penduduk Banjar masuk Islam. Setelah pangeran Banjar masuk Islam
namanya diganti Sultan Suryanullah atau Suryansyah dan dikukuhkan sebagai raja
pertama kerajaan Islam Banjar. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1526 M.
Sesudah kerajaan Banjar berdiri di bawah pimpinan sultan Suryansyah,
perkembangan Islam makin maju, masjid-masjid dibangun hampir di setiap desa.
Pada tahun 1710 di Zaman kerajaan Islam Banjar ke-7 lahir ulama terkenal yaitu
Syeh Muhammad Arsyad Al Banjary di desa Kalampayan Martapura. Syeh Muhammad
Arsyad banyak mengarang kitab-kitab agama, diantaranya yang paling terkenal
sampai sekarang adalah kitab Sabilul Muhtadin. Sultan Tahmilillah mengangkatnya
sebagai mufti besar kerajaan Banjar. Syeh Muhammad Arsyad juga berjasa besar
dalam mendirikan di kampung dalam pagar yang sampai sekarang masih terkenal
dengan sebutan pesantren Darussalam.
Sistem pengajian kitab di pesantren Banjarmasin, tidak berbeda dengan
sistem pengajian kitab di pondoak pesantren Jawa ataupun Sumatera, yaitu dengan
mempergunakan sistem halaqah, menterjemahkan kitab-kitab yang dipakai kedalam
bahasa daerah.
Berdirinya kerajaan Islam Kutai Kalimantan Timur, bermula dari adanya dua
orang penyebar agama Islam pada masa pemerintahan raja Mahkota. Dua orang
tersebut yaitu Dato’ Ri Bandang dari Makassar dan Tuan Tunggang Parangan.
Melalui Tuan Tunggang Parangan, Raja Mahkota masuk Islam. Seiring dengan itu
dibangunlah masjid dan kegiatan pengajaran agama. Orang pertama yang mengikuti
pengajaran itu adalah raja Mahkota sendiri, kemudian pangeran, para menteri,
panglima dan hulubalang, kemudian rakyat pada umumnya.
Dalam perkembangannya Raja Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam.
Proses pengislaman di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada
tahun 1575. Penyebaran lebih jauh ke daerah pedalaman terutama pada waktu
putranya Aji di Langgar dan penggantinya.
0 Post a Comment:
Posting Komentar