Abstrak
Tulisan ini mencoba menggambarkan hakikat manusia, ciri-cirinya,
potensi dan pengembangan potensi yang dimilikinya. Beberapa ahli filsafat
mengklaim bahwa manusia dianggap mempunyai kecenderungan yang diyakini sama
dengan seekor binatang. Namun, pendapat tersebut bertolak belakang dengan apa
yang dipercayai seorang muslim. Manusia memiliki sifat-sifat tertentu yang
secara alamiahnya berbeda dengan binatang. Mereka memiliki potensi (potensi
dari dalam atau kecendrungan dari dalam) yang dapat dikembangkan melalui
pengalaman hidup atau melalui pengajaran secara formal seperti sekolah dan
lembaga pendidikan lainnya.
Kata kunci : hakikat manusia, karakteristik manusia, pengembangan
potensi manusia.
PENDAHULUAN
Kegiatan pendidikan merupakan
kegiatan yang melibatkan manusia secara penuh, dilakukan oleh manusia, antar
manusia, dan untuk manusia. Dengan demikian berbicara tentang pendidikan tidak
dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Banyak pendapat tentang
pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan itu diberikan atau
diseenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia kea rah yang
positif. Melalui pendidikan, manusia diharapkan mampu meningkatkan dan
mengembangkan seluruh potensi pemberian Tuhan kepadanya sehingga menjadi manusia
yang lebih baik, lebih berbudaya, dan lebih manusiawi. Kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan harus terarah, sehingga hasilnya berupa pengembangan potensi
manusia, yang nantinya dapat berdaya guna dan berhasil guna dans esuai dengan
tujuan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan pemahaman yang
teat, utuh, dan komprehensif tentang hakikat manusia.
Munir Mursyi seorang ahli pendidikan
Mesir mengatakan bahwa pendapat tentang manusia sebagai animal rationale atau
al-Insan Hayyan al-Natiq bersumber dari filsafat Yunani dan bukan dari ajaran
Islam. Jadi pada hakikatnya manusia tidak pernah berasal dari hewan manapun,
tetapi makhluk sempurna ciptaan Allah dengan berbagai potensinya, “Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”(QS: 95:4)
Muhammad Daud Ali menyatakan
pendapat yang bisa dikatakan mendukung bantahan Munir Mursyi diatas, namun ia
menyatakan bahwa manusia bisa menyamai binatang apabila tidak memanfaatkan
potensi-potensi yang diberikan Allah secara maksimal terutama potensi pemikiran
(akal), kalbu, jiwa, raga serta panca indra. Dengan demikian manusia memang
diciptakan Tuhan sebagai makhluk terbaik dengan berbagai potensi yang tidak
diberikan kepada makhluk lainnya. Selain membahas tentang defenisi manusia,
tulisan ini juga menelaah tentang hakikat manusia dalam berbagai pandangan dan
pendapat, karakteristik manusia atau wujud hakikat manusia, pertumbuhan,
perkembangan manusia, potensi-potensi manusia setra pengembangan manusia dan
kesimpulan.
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Manusia
Manusia adalah keyword yang harus
dipahami terlebih dahulu bila kita ingin memahami pendidikan. Untuk itu perlu
kiranya melihat secara lebih rinci tentang beberapa pandangan mengenai hakikat
manusia:
1. Pandangan Psikoanalitik
Dalam pandangan psikoanalitik
diyakini bahwa pada hakikatnya manusia digerakkan oleh dorongan-dorongan dari
dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini menyebabkan tingkah laku
manusia diatur dan dikontrol oleh manusia tidak memegang kendali atau tidak
menentukan atas nasibnya seseorang tapi tingkah laku itu semata-mata diarahkan
untuk memuaskan kebutuhan dan insting biologisnya.
2. Pandangan Humanistik
Para humanis menyatakan bahwa
manusia memiliki dorongan-dorongan dalam dirinya untuk mengarahkan dirinya
mencapai tujuan yang positif. Mereka menganggap manusia itu rasional dan dapat
menentukan nasibnya sendiri. Hal ini membuat manusia it uterus berubah dan
berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna. Manusia
dapat pula menjadi anggota kelompok masyarakat dengan tingkah laku yang baik.
Mereka juga mengatakan selain adanya dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam
hidupnya juga digerakkan oleh rasa tanggung jawab social dan keinginan mendapat
sesuatu.
3. Pandangan Behavioristik
Pada sasarnya kelompok Behavioristik
menganggap manusia sebagi makhluk yang reaktif dan tingkah lakunya dikendalikan
oleh factor-faktor dari luar dirinya yaitu lingkungan. Lingkungan merupakan
faktor dominan yang mengikat hubungan individu. Hubungan ini diatur oleh
hokum-hukum belajar, seperti adanya teori conditioning atau teori pembiasaan
dan keteladanan.
B.
Manusia Menurut
Pandangan Islam
Ada beberapa dimensi manusia dalam pandangan Islam, yaitu:
1. Manusia Sebagai Hamba Allah (abd Allah)
Seorang hamba Allah, manusia wajib
mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta karena adalah hak Allah untuk
disembah dan tidak disekutukan. Bentuk pengabdian manusia sebagai hamba Allah
tidak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus
dengan keikhlasan hati, seperti yang diperintahkan dalam surah Bayyinah : “padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada Nya dalam menjalankan agama yang lurus..” (QS:98:5). Dalam surah adz
Dzariyat Allah menjelaskan : “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan
supaya mereka menyembah Aku (QS: 51:52)
Dengan demikian manusia sebagi hamba
Allah akan menjadi manusia yang taat, patuh dan mampu melakoni perannya sebagai
hamba yang hanya mengharap ridha Allah.
2. Manusia Sebagai Al-Nas
Manusia, didalam Al-Quran jga
disebut dengan al-nas. Konsep al-nas ini mengacu pada status manusia dalam
kaitannya dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya
manusia memang makhluk social. Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan, dan
memang diciptkan berpasang-pasang seperti dijelaskan dalam surah al-Hujurat :
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah adalah yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: 49:13)
Dari dalil diatas bisa dijelaskan
bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang dalam hidupnya membutuhkan manusia dan hal
lain diluar dirinya untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya agar
dapat menjadi bagian dari lingkungan social dan masyarakat.
3. Manusia Sebagai Khalifah Allah
Hakikat manusia sebagai khalifah
Allah dibumi dijelaskan dalam surah al Baqarah ayat 30 “Ingatlah ketika
Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah dimuka bumi.” Mereka berkata:”Mengapa Engaku hendak
menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan
memupahkan darah padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engaku dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu
tidak ketahui.”(QS:2:30)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan
bahwa sebuatn khalifah itu merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan
selanjutnya manusia diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut
sebagai manah yang harus dipertanggung jawabkan. Sebagai khalifah dibumi
manusia mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi
kebutuhan hidupya sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini.
4. Manusia Sebagai Bani Adam
Sebutan manusia sebagai bani Adam
merujuk kepada berbagai keterangan dalam al-Quran yang menjelaskan bahwa
manusia adalah keturunan Adam dan bukan berasal dari hasil evolusi dari makhluk
lain seperti yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu
pada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusiaan. Konsep ini menitik beratkan
pembinaan hubungan persaudaraan antar sesame manusia dan meyatakan bahwa semua
manusia berasal dari keturunan yang sama. Dengan demikian manusia dengan latar
belakang social kultural, agama, bangsa dan Bahasa yang berbeda tetaplah
bernilai sama, dan harus diperlakukan dengan sama.
5. Manusia Sebagai al-Insan
Manusia disebut al-Insan dalam
al-Quran mengacu pada potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara
lain adalah kemampuan berbicara, kemampuan menguasai ilmu pengetahuan melalui
proses tertentu, dan lain-lain. Namun selain memiliki potensi yang positif ini,
manusia sebagai al-Insan juga mempunyai kecendrungan berperilaku negative
(lupa)
6. Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al-Basyar)
Hasan Langgulung mengatakan bahwa
sebagai makhluk biologis manusia terdiri atas unsur materi, sehingga bentuk
fisik berupa tubuh kasar (ragawi). Dengan kata lain mansusia adalah makhluk
jasmaniah yang secara umum terikat kepada kaedah umum makhluk biologis seperti
berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan, serta memerlukan
makanan untuk hidup, dan pada akhirnya mengalami kematian. Dalam al Quran surah
al-Mukminun dijelaskan :”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik
(QS:23:12-14)
C.
Wujud Hakikat
Manusia (Karakteristik Manusia)
Beberapa wujud hakikat manusia yang
dijelaskan dibawah ini akan memberikan gambaran yang jelas bahwa manusia
berbeda dengan hewan. Wujud sifat manusia ini merupakan karakteristik yang
hanya dimiliki manusia. Faham eksistensialisme mengemukakan bahwa karakteristik
yang hanya dimiliki manusia tersebut seharusnya menjadi bahan pertimbangan
dalam enetapkan dan membenahi arah dan tujuan pendidikan. Umar Tirta Raharja
dan La Sulo mengatakan diantara sifat hakikat amnesia adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan Menyadari Diri
2. Kemampuan Bereksistensi
3. Pemilikan Kata Hati
4. Moral dan aturan
5. Kemampuan bertanggung jawab
6. Rasa kebebasan (kemerdekaan)
7. Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak.
8. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
D.
Pertumbuhan dan
Perkembangan Manusia
Dikalangan masyarakat awam, bahkan
diantara sebagian ilmuan menyatakan tidak ada perbedaan antara pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan secara khusus dimaksudkan untuk menjelaskan
ukuran-ukuran badan dan fungsi-fungsi fisik sedangkan perkembangan lebih
mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang
tampak. Jadi bisa dikatakan bahwa pertumbuhan terjadi perubahan fisik, namun
dalam perkembangan terjadi perubahan psikis baik karena pengaruh internal
maupun pengaruh eksternal.
E.
Potensi Manusia
Berbeda dengan makhluk lainnya,
manusia adalah ciptaan Alllah yang paling potensial. Artinya potensi yang
dibekali oleh Allah untuk manusia sangatlah lengkap dan sempurna. Hal ini
menyebabkan manusia mampu mengembangkan dirinya melalui potensi-potensi tersebut.
Secara fisik manusia terus tumbuh, secara mental manusia terus berkembang,
mengalami kematangan dan perubahan. Kesemua itu adalah bagian dari potensi yang
diberikan Allah kepada manusia. Karena
jika tidak demikian, menurut Hasan Lunggulung, maka manusia akan mengaku
dirinya Tuhan.
Jalaluddin mengatakan bahwa ada
empat potensi yang utama yang merupakan fitrah dari Allah kepada manusia.
a. Potensi Naluriah (Emosional) atau Hidayat al Ghariziyyat
b. Potensi Indrawi (Fisika) atau Haidayat al-Hasiyyat
c. Potensi Akal (Intelektual) Hidayat al Aqliyat
d. Potensi Agama (Spritual) atau Hidayat al Diniyat
Keempat potensi dasar seperti diatas
harus dikembangkan agar bisa berfungsi secara optimal dan dapat mencapai tujuan
sebenarnya. Pengembangan potensi manusia ini harus dilakukan secara terarah,
bertahap dan berkelanjutan serta dapat dilakukan dengan berbagai berbagai cara
dan pendekatan. Jalaluddin mengatakan ada beberapa pendekatan yang bisa
digunakan dalam mengembangkan potensi manusia.
a. Pendekatan Filosofis
b. Pendekatan Kronologis
c. Pendekatan Fungsional
d. Pendekatan Sosial
Tugas pendidikan dalam mengembangkan
potensi manusia, adalah dalam upaya menjaga dan mengarahkan fitrah atau potensi
tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan. Pengembangan berbagai potensi
manusia (fitrah) ini dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui
institusi-institusi. Belajar yang dimaksud tidak harus melalui pendidikan
disekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan diluar sekolah, baik dalam keluarga
maupun masyarakat ataupun melalui institusi social yang ada. Kesimpulannya
adalah manusia bisa mengembangkan seluruh potensinya melalui pendidikan, baik
itu pendidikan formal, informal maupun pendidikan nonformal.
KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk Allah yang
paling sempurna dan dalam berbagai ayat al-Quran dijelaskan tentang
kesempuranaan penciptaan manusia tersebut. Kesempuranaan penciptaan manusia itu
kemudian semakin “disempurnakan” oleh Allah dengan megangkat manusia sebagai
kahlifah dimuka bumi yang mengatur dan memanfaatkan alam. Allah juga
melengakapi manusia dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Diantara potensi-potensi tersebut
adalah potensi Emosional, potensi Fisika, potensi akal, dan potensi spriritual.
Keseluruahn potensi manusia ini harus dikembangkan sesuai dengan fungsi dan
tujuan pemberiannya oleh Tuhan. Ada berbagai pandangan dan pendapat seputar
pengembangan potensi manusia, seperti pandangan filosofis, kronologis,
fungsional dan social. Disamping memiliki potensi manusia juga memiliki
berbagai karakteristik atau ciri khas yang dapat membedakannya dengan hewan
yang merupakan wujud dari sifat hakikat manusia.
Berdasarkan pembahasan diatas maka
dapat disimpulan bahwa pada hakikatnya manusia berbeda dengan makhluk Tuhan yang
lain seperti hewan ditinjau dari karakteristiknya, potensi-potensi yang
dimilikinya dan kemampuan manusia dalam mengembangkan potensinya.
Judul Jurnal : Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
Penulis : Siti Khasinah
Fakultas : Tarbiyah IAIN Ar- Raniry Banda Aceh
Penerbit : DIDAKTIKA
0 Post a Comment:
Posting Komentar