Oleh: Mhd. Reza Fahlevi, M.Pd
Sering terdengar di tengah-tengah
masyarakat, ketika seorang anak yang masih duduk dibangku sekolah melakukan
suatu perbuatan atau kejahatan di masyarakat maka kalimat yang akan keluar
adalah “anak siapa kamu” dan “sekolah dimana kamu” ungkapan ini
sering kita dengar ditengah-tengah masyarakat. Seolah-olah terjadi nya
kejahatan tersebut merupakan ajaran dari orang tuanya ataupun dari sekolahnya. Suatu
ketika pernah terjadi kejadian yang memilukan seorang anak yang berusia belasan
tahun kira-kira anak tersebut duduk di bangku Mts atau setingkatnya melakukan
pencurian kotak infak di suatu masjid, ketika ia ketangkap basah ia langsung
ketakutan dan lari, ketika warga mampu menangkapnya dan mengintrogasinya
pertanyaan awal yang dilontarkan adalah “kamu anak siapa ? dimana tempat
tinggal mu? Dan kamu sekolah dimana?” anak tersebut dengan perasaan yang sangat
takut menjawab pertanyaan alamat dan orang tua nya dengan benar namun pada saat
bagian sekolah dimana ia menjawab nama sekolah yang ia sendiri tidak sekolah di
madrasah tersebut. Jawaban ini sontak membuat nama sekolah menjadi rusak karena
pengakuan anak yang asal-asalan atau takut nama sekolahnya rusak jadi ia
melemparkan nama sekolah lain. Sampailah berita ini kepada pihak sekolah
sehingga ingin melakukan suatu pengecekan apakah benar anak tersebut
benar-benar siswa dari sekolah tersebut. usut-di usut setelah dilakukan
wawancara bersama beberapa tokoh yang menangkap anak tersebut maka di dapatlah
hasil bahwasannya anak tersebut bukan bagian dari sekolah yang ia sebutkan,
melainkan siswa dari sekolah tetangga.
Kejadian miris di atas merupakan
sebagian kecil dari rusaknya generasi saat ini, karena masih banyak lagi kenakalan
anak remaja yang terjadi ditengah masyarakat, contohnya merokok, pacaran hingga
berzina sehingga putus sekolah dikarenakan harus bertanggung jawab, bermain
judi baik dari game online maupun tidak (togel), berbohong kepada orang tua
dalam artian tidak membayarkan uang spp kepada pihak sekolah, pada saat
menjelang ujian orang tua nya bingung kenapa ia dipanggil kesekolah padahal ia
merasa sudah melunasi administarasi sekolah setelah di cek ternayata anaknya
telah menggelapkan uang tersebut. Kemudian pergaulan bebas, laki-laki
bergoncengan dengan perempuan berpelukan yang bukan mahram, ironinya lagi hal
itu lumrah dimata masyarakat, dan mengatakan “oh itu rupanya pacar anak si
fulan”. Pertanyaan mendasar adalah apakah kenakalan remaja atau rusaknya
genarasi muda ini bersumber dari lingkungan keluarganya (orang tua)? atau
bersumber dari lingkungan sekolah? Berdasarkan pertanyaan masyarakat di atas.
Mari kita cek, seburuk-buruknya
orang tua ia tidak menginginkan anaknya menjadi buruk darinya, serendah-rendah
nya pendidikan orang tua ia tidak ingin anaknya lebih rendah pendidikan
darinya. Mungkinkah orang tua yang memiliki pemikiran ini mengajarkan anaknya
seperti apa yang telah dikatakan di atas? Tentu jawabannya adalah Tidak.
Kemudian sekolah, seburuk-buruknya sekolah di mata masyarakat ia juga tidak
menginginkan siswa nya melakukan apa yang dipaparkan di atas, mari kita cek
setiap sekolah ada apa tidak visi dan misi atau ajaran yang melegalkan perbuatan
siswanya seperti demikian ? tentu jawabannya tidak ada. Lantas kenapa kedua
pertanyaan itu muncul ketika seorang anak melakukan sebuat perbuatan buruk?
Mari kita bahas dan kita kaji lebih lanjut!
Ada tiga faktor lingkungan yang
menjadi pengaruh dalam perkembangan anak, yaitu faktor lingkungan keluarga
(orang tua), lingkungan sekitar (masyarakat) dan lingkungan sekolah.
Anak adalah karunia terbesar yang
Allah titipkan kepada setiap orang tua, makna titipan disini adalah yang
sifatnya haruslah dijaga, dipelihara dan di awasi. Sebagaimana kita dititipi
barang oleh teman kita contohnya sepeda motor, ketika teman menitipkannya maka
kita harus jaga, pelihara dan awasi jangan sampai sepeda motornya rusak, atau
ada yang lecet, dan lain sebagainya. Ketika kita mampu menjaga titipan tersebut
dengan baik maka kepercayaan teman kita akan semakin bertambah sehingga ia
tidak akan ragu menitipkan lebih dari sepeda motor, rumah pun ia tak sungkan
menitipkannya kepada kita dikarena kan kepercayaannya kepada kita yang mampu menjaganya dengan baik. Namun apabila kita
tidak mampu menjaga titipan tersebut dengan baik maka yang menitipkan tersebut
akan marah dan kepercayaannya kepada kita akan berkurang. Begitu pula dengan
anak yang Allah titipkan kepada setiap orang tua, ketika orang tua mampu
mendidiknya dengan baik dibekali ilmu agama, adab yang baik dan akhlak yang
luhur serta bermanfaat bagi orang banyak baik manfaat tersebut dari segi
pemikirannya, tenaga nya maupun hal yang lainnya, maka orang tua tersebut
berhasil menjaga dan mendidik titipan dari Allah. Akan tetapi apabila titipan
Allah tersebut tidak kita jaga, tidak di pelihara apalagi tidak di awasi maka
yang terjadi adalah hal-hal yang bertentangan dengan kemauan Allah. Bahkan ia
tak sungkan melanggar aturan Allah. Hal inilah yang membuat Allah marah karena
orang tua tersebut tidak menjaga dengan baik titipan-Nya.
Bersama kita ketahui bahwasannya
orang tua adalah madrasah pertama bagi anak, dari memberi nama yang baik dengan
harapan agar anak tersebut menjadi anak yang sholeh dan sholehah kemudian
mengajarkan ia berbicara, berjalan, adab, akhlak yang mulia hingga
mengenalkannya kepada Sang Pencipta. Keseluruhan itu orang tua lakukan sebagai
wujud ketaatan dan ketekunan nya dalam menjaga amanah dari Allah Swt. Kesimpulannya
adalah apa yang orang tua ajarkan di rumah itulah yang akan di bawa oleh anak
baik dilingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolahnya. Ketika kejujuran
yang orang tua ajarkan kepada anak maka kejujuran pula yang akan ia bawa
kemanapun ia pergi atau dimana pun ia berada. Kemudian ada juga orang tua yang
acuh tak acuh kepada anak, ia tidak melarang anaknya, ia juga tidak
memerintahkan anaknya dengan baik, sehingga anak tersebut bebas melakukan apa
saja ia sukai meskipun anak tersebut melakukan hal yang nakal, ketika di tegur
anaknya oleh orang lain ia akan marah, tetapi anaknya sendiri tidak pernah
diberikan ajaran kebaikan. Anak yang seperti ini biasanya akan mencari suasan
baru yang menurutnya ada orang yang peduli memperhatikannya ketika ia
mendapatkannya maka tak heran anak tersebut akan nurut begitu saja bahkan
melakukan perbuatan yang nakal sekalipun. Karena esensinya anak tersebut kurang
perhatian dari orang tuanya, kurang pendidikan dari orang tuanya dan kurang
kasih sayang dari orang tuanya. Anak seperti ini juga biasanya akan melakukan
perbuatan nakal di lingkungan sekolah dan masyarakat karena ingin mencari
perhatian.
Setelah anak mengenal dengan baik
lingkungan keluarganya maka tantangan selanjutnya adalah lingkungan sekitar,
atau lingkungan masyarakat. Lingkungan ini memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan anak. Ketika anak berada dilingkungan yang baik, dalam artian
lingkungan yang diisi oleh orang-orang yang memiliki ketaatan kepada Allah,
maka ia akan menjadi anak yang taat pula. Ketahuilah bahwasannnya anak itu
bersifat imitatif yaitu mudah meniru, apa yang ia lihat dan apa yang ia dengar
ia akan meniru nya dengan mudah. Kebaikan yang kita berikan kepada nya maka
kebaikan pula yang akan dilakukannya, sebaliknya keburukan yang kita berikan
kepada nya maka keburukan pulalah yang akan dilakukannya. Makanya ketika orang
tua melihat atau mendengar perkataan yang asing di dengar yang tidak pernah
didengar olehnya maka orang tua tersebut akan bertanya dari mana kamu dapat
perkataan atau perbuatan seperti itu. Tidak lain dan tidak bukan sumbernya dari
lingkungan masyarakat.
Kemudian setelah anak menginjak usia
sekolah baik itu tingkat SD, SMP, dan SMA. Disinilah orang tua menitipkan
anaknya kepada sekolah, dengan harapan sekolah tersebut mampu memperbaiki atau
menambah akhlak, adab dan pengetahuannya. Indonesia sudah banyak merobak
kurikulum dalam pendidikan dengan harapan agar pendidikan lebih maju dan
tentunya dapat bersaing dengan pendidikan di Negara lain serta memiliki lulusan
genarasi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
menjadi individu dan sosial yang baik. Di sekolah siswa banyak memproleh
keilmuan baik dari pengetahuan, sikap bahkan keterampilan. Hal ini dilakukan
agar lulusan genarasi muda mampu menjalani kehidupan pribadi dan sosialnya dengan
baik di tengah-tengah masyarakat. Sehingga terwujudlag genarasi yang
benar-benar sesuai dengan harapan dari pendidikan tersebut.
Berdasarkan dengan judul artikel
ini, penulis ingin membantah berbagai asumsi yang ataupun ungkapan yang sering
didengar di tengah-tengah masyarakat. Bahwasannya pendidikan merupakan wadah
utama dalam memperbaiki akhlak manusia bukan sebaliknya, bahkan pendidikan
merupakan program memanusia kan manusia. Dalam artian manusia harus membuang
jauh-jauh sifat kebinatangannya, manusia bukan singa yang ingin menang sendiri untuk
menjadi raja dengan memakan warganya. Manusia bukan tikus yang memerogoti
sesuatu yang sudah di simpan dengan baik. Manusia bukan monyet yang serakah
terhadap makanan. Manusia adalah manusia yang Allah ciptakan dengan sebaik-baik
rupa dengan berbagai keistimewaannya dan kembali kepada fitrahnya. Dengan
berfikir keluasan ilmu manusia diperintahkan untuk menjadi khalifah dimuka bumi
ini.
Anak yang didik oleh orang tua yang
tekun akan amanah dari Allah, kemudian di dukung oleh lingkungan yang baik
selanjutnya mendapatkan pendidikan yang luar biasa dari madrasahnya. Maka
genarasi seperti inilah yang akan menjadi penyejuk serta pemakmur di bumi Allah
tercinta ini.
Berdasarkan paparan di atas teori
yang penulis kemukakan ada tiga faktor yang mejadi pengaruh perkembangan anak.
Hal ini bisa di bantah secara mutlak dengan berbagai fakta dilapangan baik itu
dilingkungan sekitar rumah kita maupun lingkungan secara global. Sebagai contoh
anak dari pak Ustadz akan menjadi panutan dalam masyarakat, ketika dilihatnya
anak ustadz tersebut melakukan perbuatan buruk atau lainnya maka yang di
pandang jelek adalah ustadznya atau orang tua, (lingkungan Keluarga). Padahal
yang menyebab kan anak terebut melakukan hal buruk bukanlah bersumber dari
keluarga melainkan dari lingkungan masayarakat atau teman sebayanya. Sehingga
masyarakat akan mengkalim bahwa ustadz tersebut gagal dalam mendidik anaknya.
Kemduian ada juga anak ulama, orang tuanya ulama besar paham Quran, namaun
anaknya tidak menutup aurat, padahal jelas perintah menutup aurat terdapat di
dalam quran. Namun kenapa anaknya tidak menutup aurat, hal ini menjadi keraguan
bagi masyarakat untuk mengikuti ulama tersebut. dikarenakan dia gagal meberikan
pendidikan agama terutama dalam menutup aurat. Kemudian kisah yang sangat kita
kenal ketika Nabi Nuh ingin mengajak anak dan istrinya mengikuti ajaran dan
ajakan nya untik menaiki bahteranya, namun apa yang terjadi anak dan istrinya
mendurhakainya dan lebih memilih menaiki gunung yang tinggi ketimbang mengikuti
ajakan ayahnya. Hal ini terjadi dikarenakan faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap pemikiran dan sikap anak.
Maka dari itu penulis ingin
simpulkan bahwa ketika seorang anak melakukan suatu kejahatan, hal yang utama
kita lakukan adalah menegur dan memberi nasehat yang baik kepadanya. Meskipun
tak semua anak remaja mau menerima nasehat setidaknya itu lebih baik dari pada
kita menanyakan berbagai hal yang seolah mengkalim kejahatan yang dilakukan
merupakan bersumber dari orang tua, atau pun sekolahnya. Sebagai orang dewasa
sudah menjadi kewajiban kita untuk mengingatkan dan menegur ketika kita melihat
kesalahan orang lain, menegur dengan perkataan yang baik, menasehatinya dengan
adab yang baik yaitu dengan berbicara kepadanya empat mata dan memberi
pengajaran yang baik mudah mudahan anak yang kita nasehati memeproleh hidayah
dan dapat mengubah perilakunya. Pada hakikatnya memberikan pengajaran itu bukan
lah tugas sekolah saja tetapi juga tugas kita semua yang apabila melihat suatu
kesalahan terhadap orang lain.
Catatan: Penulis adalah Guru Ilmu Hadis Dan Ilmu Tafsir MAS Al Washliyah Desa Pakam
0 Post a Comment:
Posting Komentar