"Dengan membaca kamu mengenal dunia. Dengan Menulis kamu dikenal Dunia."

murevi18.blogspot.com

Rabu, 25 Januari 2023

MUHAMMADIYAH DAN PENDIDIKAN

 



1.      Berdirinya Muhammayidah

            Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H di Yogyakarta. Kelahiran nya bukanlah secara kebetulan atau merupakan hadiah dari siapappun, melainkan merupakan pergulatan pemikiran dan perjuangan yang tak pernah mengenal menyerah atas berbagai halangan yang merintanginya, itulah K.H. Ahmad Dahlan yang semasa kecilnya Muhammad Darwis yang dilahirkan dikampung Yauman, Yogyakarta pada tahun 1869. Ayahnya adalah K.H. Abu bakar bin Haji Sulaiman seorang Khatib pada mesjid Sultan Yogyakarta.

            Sebagai seorang anak dari keluarga yang taat beragama, tentu saja Dahlan sejak kanak-kanak telah menggeluti pendidikan agama seperti Al-quran, hadis, fikih, nahu, saraf dan ilmu-ilmu agama lainnya dibebrbagai lembaga pendidikan agama disekitar Yogyakarta. Pendidikan yang demikian menghantarkannya menjadi seorang yang memiliki pengetahuan agama yang kuat.

            Kunjungan pertama ketika haln menuanaikan haji pada tahun 1890 dan kemudian menetap dan belajr di kota suci ini selama satu tahun. Pada tahun 1902 ia berangkat lagi ke Mekkah untuk yang kedua kalinya dan menetap disana selama dua tahun, disinilah Dahlan bertemu dan belajar langsung kepada ulama yang berasal dari Indonesia yang bermukim di Mekkah, seperti Kiyai Nawawi dari Banten, Kiyai Mas Abdullah dari Surabaya dan Kiyai Fakih dari Maskumambang.

            Pergumulan Dahlan dengan ide-ide pembaharuan baik yang diteriimanya langsung dari guru-gurunya maupun melalui bacaannya terhadap berbagai buku, menyebabkan Dahlan memiliki keinginan yang kuat untuk menerapkan ide-ide pembaharuan itu di tanah kelahirannya di Yogyakarta. Hal ini jelas terlihat dari kegelisahaan Dahlan menyaksikan keadaan bangsa Indonesia khususnya umat islam yang terbelenggu dalam berbagai keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan yang sistematis sebagai dampak dari perlakuan penjajahan Belanda dan didorong pula oleh pengalamannya dalam menyaksiakan gelombang pembaharuan yang sedang berlangsung di Timur Tengah. Hal itulah yang kemudian menumbuhkan tekad Dahlan untuk berkontribusi dalam mekakukan pembaharuan kea arah yang diinginkan sebagai muara dari keprihatinan menyaksikan situasi bang Indonesian, umat islam pada khususnya. Jika diperinci, paling tidak keprihatinan Dahlan tersebut terfokus pada tiga hal :

1.              Keprihatinan terhadap bentuk kepercayaan dan pengamalan agama masyarakat Jawa yang cenderung sinkretis. Hal ini sebagai muara dari praktek keagamaan yang berlangsung dikalangan masyarakat Jawa khususnya didaerah bekas kerajaan besar Mataram Jawa, Yogyakarta sebagai daerah yang kuat dalam tradisi Hindu-Jawa. Tradisi yang sedemikian kuat ini berdampak bagi semakin menguatnya pengamalan dan praktek keagamanan yang sinkretis dikalangan penduduk muslim. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang membangkitkan semangat keagamaan Dahlan untuk mengadakan pemurnian ajaran dan amalan islam dari unsurunsur takhyul, bid’ah dan khufarat.

2.              Keprihatinan terhadap kondisi dan penyelenggaraan pendidikan agama yang secara metodologik jauh tertinggal dibandingkan dengan kemajuan-kemajuan sekolah-sekolah guberneman. Dalam pengamatan Dahlan bahwa pendidikan umat islam yang terpusat dipeondik-pondok pesantren tidak efisien, selain disebabkan metodologi pengajarannya yang kurang efektif juga kurang dalam membekali santrinya dalam bidang i,mu pengetahuan lainnya yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan duniawi.

3.                      Keprihatinannya menyaksiakan kegiatan para misionaris Kristen yang sudah sangat intens di Jawa Tengah sejak penghujung Abad ke-19. Misi-misi tersebut berengaruh besar dalam program-program pendidikan pemerintahan kolonal. Bagi Dahlan, sekalipun tidak disuarakannya secara lantang tetapi hal ini diterjemahkannya sebagai keinginan pemerintah kolonial untuk mengkristenkan Jawa. Karena itulah ia ingin meningkatkan kualitas beragama masyarakt guna guna membatasi pengaruh misionaris tersebut.

            Setelah Muhammadiyah berdiri jelas terlihat agenda kegiatannya yang menjadikan pendidikan dan pelayanan sosial sebagai bagian inti dari amal usahanya. Sebelum mendirikan Muhammadiyah Dahlan telah bergabung dengan organsasi Budi Utomo (1909) dengan maksud untuk memperoleh peluang guna menginternalisasikan nilai-nilai agama kedalam kelompok kebudayaan ini. oleh kerena Kiyai Dahlan memiliki sikap rasional serta dapat menerima pemikiran menyebabkan kehadirannya dalam organisasi ini disambut dengan hangat bahkan cukup bepengaruh, kemudian menghantarkannya mempunyai posisi salah seorang komisaris pada cabang Budi Utomo Yogyakarta. Pada tahun 1910 Ahmad Dahlan bergabung pula kedalam organisasi Jami’at Khoir sebuah organisasi islam yang didirikan di Jakarta tahun 1905 sebagai tempat berhimpun umat islam tanpa diskriminasi sekalipun anggotanya adalah orang-orang keturunan Arab.

        Pergumulan pemikiran itulah yang kemudian mendorongnya mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 yang berusaha melaukan pencerahan ditengah kemuraman nasib bangsanya. Tercatat sembilan orang pemimpin Muhammadiyah pada masa awal itu :

1.      Kiyai Haji Ahmad Dahan (Ketua)

2.      Abdulla Sieadj (Sekretaris)

3.      Haji Ahmad

4.      Haji Abdurrahman

5.      Haji Sarkawi

6.      Haji Muhammad

7.      Reden Haji Djaelani

8.      Haji Anies

9.      Haji Muhammad Fakih

           Dipilihnya  nama “Muhammadiyah” sebagai nama organisasi yang didirikan itu selain secara harfiah mengandung arti “Pengikut Muhammad” juga berkaitan erat sikap keagaamaan yang di introdusir Dahlan yang tidak terikat pada mazhab tertentu atau sebagai pengikut ulama tertentu, melainkan semata-mata itti’bad kepada nabi Muhammad saw.

              2. Gerakan Muhammadiyah Dalam Pendidikan

            Salah satu amal usaha yang dilakukan oleh Muhammad iyah sebagai upaya untuk mencapai tujuannya adalah dengan memajukan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan. Serta memperluas pengetahuan menurut tunutunan islam. Pendidikan bagi Muhammadiyah menempati posisi strategis, karena dipandang sebagai media yang efektif dalam mewariskan dan mengiternalisasikan ajaran dan nilai-nilai islam. Ahmad Dahlan sangat prihatin terhadap kondisi pendidikan umat islam, Dahlan tidak tega melihat putera-puteri Islam berkembang menjadi spritualis tulen yang kaya dalam aspek rohaninya tetapi tetapi kerdil terhadap aspek jasmaninya, seperti yang pernah dituturkan oleh H.AR Fachruddin (1916-1994).

            Atas dasar itulah Ahmad Dahlan menggabungkan dua aspek positif yang terdapat pada kedua model pendidikan itu dengan mengelimisasi sisi kelemahannya yang diperkenalkan sebagai “Madarash Muhammadiyah” yang didirikan pada tanggal 11 Desember 1911. Menurut Mitsuo Nakamura seorang sarjana yang cukup serius meneliti Muhammadiyah, bahwa dengann sistem pendidikan baru yang diperkenalkannya melalui pengintegrasian pendidikan islam tradisional dan pendidikan sekuler dengan berbagai modifikasinya itu Muhammadiyah memperoleh manfaat dari beberapa aspek, yaitu :

        1. Muhammadiyah telah menguatkan kesadaran nasional melalui ajaran Islam.

      2. Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah ide pembaruan islam semakin menyebar, oleh karena itu Muhammadiyah memainkan peranan strategis dalam meningkatkan ilmu pengetahuan modren secara praktis dalam kalangan masyarakat Indonesia.

            Selain madrasah, Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah umum, yang berbeda dengan sekoalh gubernemen yang didirikan pemerintah belanda. Kemudian Muhaammadiyah mendirikan sekolah dasar 6 (enam) tahun dengan pengantar bahasa Belanda. Dan tak lama kemudian sebagai wujud kepedulian Muhammadiyah terhadap kebangunan perempuan Muslimah didirikan pula sekolah Putri Muhammadiyah. Disekolah ini selain memiliki kurukulum yang smaa dengan sekolah Muhammdiyah pada umumya,secara khusus pula diberika pengetahuan praktis kerumah tanggaan, seperti kepandaian putri dalam menjahit, memasak, perawatan dan pengasuh anak.

            Seiring dengan semakin bertambahnya perguruan-perguruan yang didirikan oleh organisasi ini, maka antaslah jika pada tahun 1923 ketika pucuk pimpinan Muhammadiyah (periode 1923-1933) dipercayakan kepada  ketika K.H Ibrahim (1874-1934) segera membentuk Majelis Pendidkan Muhammadiyah. Setelah majelis pendidikan berdiri sekoalh-sekolah Muhammadiyah tumbuh semakin pesat. Pada tahun 1925 organisasi Muhammadiyah telah mendirikan 8 buah HIS, 1 sekolah guru (Kweek school), 32 sekolah Ongko Lara (SD 5 Tahun), 1 Schakel School dan 14 Madrasah. pada tahun 1926 Muhammadiyah mendirikan Taman Kanak-kanak (Bustan al-Athfal) di Yogyakarta. Pada tahun yang sama didirikan HIS Met de Qur’an untuk menandingi HIS Met de Bijbel yang didirikan oleh misioneris Kristen. Tahun-tahun berikutnya Muhammadiyah mendirikan berbagai macam sekolah lainnya, seoerti : Hollandsch Inlandsh Kweek shool (HIK), Meet Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Algeene Middlebar School (AMS) dan lain-lain. Walaupun hampir semua sekolah umum yang didirikan oleh Muhammadiyah mengadopsi sistem pendidikan pemerinatah (Gubernemen) namun Muhammadiyah tetap memasukkan mata pelajaran agama, membaca dan menulis huruf Arab sebagai muatan kurikulum. 

3. Tujuan Pendidikan Muhammadiyah

a.      Pengembangan Kualitas Individu

            Pendidikan islam selalu berusaha untuk menumbuh kembangkan sikap bertanggung jawab[1] bagi setiap individu muslim. Persolannya sekarang upaya-upaya apakah yang perlu diseyogyakan dalam melakukan pembinaan terhadap daya rohani, jasmani dan daya fikiran yang dimiki setiap individu ?. jawaban Muhammadiyah atas persoalan tersebut dapat diperhatikan pada beberapa pokok pikiran yang dikemukakan Tamimy yang tersaji pada petikan-petiakn berikut ini :

Pertama, Pengembangan potensi rohani :

1)  Menanamkan i’tiqad yang benar dan kuat sehingga menjadi iman yang berupa aqidah shahihah, jauh dari syirik, khufarat dan takhyul dengan ajaran dan pendidikanarkan al-iman dengan seluruh cabang-cabangnya.

2)   Membina akhlak yang terouji dan membongkar akhlak yang tercela dengan ajaran dan pendidikan akhlak menurut agama islam.

3)   Melakukan upacara dan tata cara ibadah (ibadah mahdlah / khusus) dengan khusyu’ untuk mensenyawakan i’tiqad dalam diri pribadinya menjadi iman yang teguh serta dapat membentuk akhlak yang dapat diridhoi oleh snag Khalik.

4)    Memperhalus perasaan dan meningkatkan martabat harga diri sehingga menjadi orang yang suka kepada keindahan dan berwibawa (simpatik dan berpengaruh), dengan ajaran estetika dan etika menurut islam.

Kedua, pengembangan potensi jasmani

1)   Menjaga dan memelihara kondisi jasmaninya dengan melakukan petunjuk agama sesuai dengan ilmu pengetahuan, antara lain yang berhubungan dengan makanan, minuman, tempat tinggal, lingkungan pemeliharaan kesehatan, mengatur waktu bekerja dan istirahat, menjaga kebersihan dan lain sebagainya.

2)  Melakukan riyadah / latihan jasmaiyah untuk meningkatkan daya tahan, kemampuan dan keteram;pilan jasmaninya. Seperti oelahraga, seni bela diri, dan lainnya, degan menggunakan metode yang pelaksanaannya tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah swt.

            Ketiga, pengembangan potensi akal

1)   Menjaga dan memelihara kondisi kesehatan akal pikirannya agar jangan sampai berkurang atau kehilangan fungsinya dengan melakukan petunjuk-petunjuk agama atau berdasaran hasil penyelidikan pengetahuan.

2)  Melakukan latihan dengan bernacam-macam cara dan metode yang tidak bertentangan dengan ajaran islam, untuk meningkatkan kecerdasan akal-pikiran.

3)      Menuntut ilmu pengetahuan yang bermanfaat sesuai dengan bakat dan yang diperlukan bagi dirinya, keluarganya dan  lingkungannya.

b.     Pengembangan Kualitas Sosial

            Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas hidup manusia di dunia ini”. demikian antara bunyi rumusan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai pernyataan resmi terhadap sifat dasar manusia yang membutuhkan hidup bermasyarakat.

            Sebagai anggota masyarakat manusia dengan sesamanya saling bergantung” kata Azhar Basyir dalam sebuah makalahnya. Dari pandangan tersebut merupakan sikap dan pandangan Muhammadiyah mengenai kehidupan bermasyarakat. Menyadari pentingnya kehidupan bermasyarakat serta menyadari pula pendidikan diorientasikan pada kepentingan hidup bermasyarakat, maka Muhammadiyah menempatkan prinsip “Kemasyarakatan” sebagai salah satu dasar kependidikannya. Oleh karena itu tidak diragukan lagi bahwa pendidikan Muhammadiyah selain berupaya untuk mengembangkan potensi individual peserta didik sekaligus pula mengembangkan potensi sosialnya, agar mereka memiliki kemauan dan kemampuan yang berkualitas dalam mengemban tanggung jawab dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.

4.  Kurikulum dan Proses Pembelajaran Pendidikan Muhammadiyah

a.      Kurikulum

            Adapun kurikulum yang digunakan oleh pendidikan Muhammadiyah adalah kurikulum pemerintahan  dengan memperbanyak alokasi waktu penyajian mata pelajaran agama (al-islam), disamping menyampaikan mata pelajaran kemuhammadiyahan sebagai bagian dari mata pelajaran al-islam yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengkhaatan dan pengamalan ajaran islam seperti yang dipahami Muhammadiyah. Pola pengorganisasian kurikulumnya mengacu pada desain kurikulum inti (core curriculum) dengan menempatkan mata pelajaran agama (al-islam) dan kemuhammadiyahan sebagai program ini (core program).

            Untuk merealisasikan desain kurikulum, Muhammadiyah mengonsepsikan penyajian mata pelajaran al-islam secara eksplisit dan  implisit, yakni dnegan menyajikan mata pelajaran al-islam secara berdiri sendiri sesuia kedudukannya sebagai mata pelajaran agama serta menempatkannya sebagai pendidikan islam interdisipliner yang penyajiannya diintegrasikan keberbagai mata pelajaran lain. Dengan cara seperti itu maka setiap mata pelajaran yang disajikan di lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah tetap bersentuhan dengan iman dan kesalehan, karena seluruh konsep keilmuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang terkandung dalam berbagai mata pelajaran tersebut tetap berorientasi pada ajaran islam.

b.      Proses Pembelajaran

            Proses pembelajaran yang dikonsepsikan Muhammadiyah lebih terpusat pada nilai (Value centered) yakni tidak hanya didominasi atau terpusat pada guru (teacher contered) dan tidak pula peserta didik (student contered), melainkan pendidik dan peserta didik sama-sama memiliki kedaulatan yang berimbang dalam hubungan saling bekerja sama untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

            Dengan demikian maka kegiatan belajarnya lebih mengarah pada proses belajar aktif, yang diharapkan timbul dari kesadaran peserta didik sebagai perwujudan keaktifan yang dimilikinya. Dalam hal ini guru erusah melibatkan seluruh mental peserta didik dalam setiap proses pembelajaran dengan menciptakan susana belajar yang nyaman. Dalam konteks inilah kewibawaan guru sebgai pendidik muslim yang memancar dari segenap kompetensi kepribadiannya sebagai teladan yang pantas dihargai dan di hormati.  



Share:

0 Post a Comment:

Posting Komentar

Pengikut

Arsip Blog

Definition List

Unordered List

Support