1.
Berdirinya
Muhammayidah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada
tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H di
Yogyakarta. Kelahiran nya bukanlah secara kebetulan atau merupakan hadiah dari
siapappun, melainkan merupakan pergulatan pemikiran dan perjuangan yang tak
pernah mengenal menyerah atas berbagai halangan yang merintanginya, itulah K.H.
Ahmad Dahlan yang semasa kecilnya Muhammad Darwis yang dilahirkan dikampung
Yauman, Yogyakarta pada tahun 1869. Ayahnya adalah K.H. Abu bakar bin Haji
Sulaiman seorang Khatib pada mesjid Sultan Yogyakarta.
Sebagai seorang
anak dari keluarga yang taat beragama, tentu saja Dahlan sejak kanak-kanak
telah menggeluti pendidikan agama seperti Al-quran, hadis, fikih, nahu, saraf
dan ilmu-ilmu agama lainnya dibebrbagai lembaga pendidikan agama disekitar
Yogyakarta. Pendidikan yang demikian menghantarkannya menjadi seorang yang
memiliki pengetahuan agama yang kuat.
Kunjungan pertama
ketika haln menuanaikan haji pada tahun 1890 dan kemudian menetap dan belajr di
kota suci ini selama satu tahun. Pada tahun 1902 ia berangkat lagi ke Mekkah
untuk yang kedua kalinya dan menetap disana selama dua tahun, disinilah Dahlan
bertemu dan belajar langsung kepada ulama yang berasal dari Indonesia yang
bermukim di Mekkah, seperti Kiyai Nawawi dari Banten, Kiyai Mas Abdullah dari Surabaya
dan Kiyai Fakih dari Maskumambang.
Pergumulan Dahlan
dengan ide-ide pembaharuan baik yang diteriimanya langsung dari guru-gurunya
maupun melalui bacaannya terhadap berbagai buku, menyebabkan Dahlan memiliki
keinginan yang kuat untuk menerapkan ide-ide pembaharuan itu di tanah
kelahirannya di Yogyakarta. Hal ini jelas terlihat dari kegelisahaan Dahlan
menyaksikan keadaan bangsa Indonesia khususnya umat islam yang terbelenggu
dalam berbagai keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan yang sistematis sebagai
dampak dari perlakuan penjajahan Belanda dan didorong pula oleh pengalamannya
dalam menyaksiakan gelombang pembaharuan yang sedang berlangsung di Timur
Tengah. Hal itulah yang kemudian menumbuhkan tekad Dahlan untuk berkontribusi
dalam mekakukan pembaharuan kea arah yang diinginkan sebagai muara dari
keprihatinan menyaksikan situasi bang Indonesian, umat islam pada khususnya.
Jika diperinci, paling tidak keprihatinan Dahlan tersebut terfokus pada tiga
hal :
1.
Keprihatinan
terhadap bentuk kepercayaan dan pengamalan agama masyarakat Jawa yang cenderung
sinkretis. Hal ini sebagai muara dari praktek keagamaan yang berlangsung
dikalangan masyarakat Jawa khususnya didaerah bekas kerajaan besar Mataram
Jawa, Yogyakarta sebagai daerah yang kuat dalam tradisi Hindu-Jawa. Tradisi
yang sedemikian kuat ini berdampak bagi semakin menguatnya pengamalan dan
praktek keagamanan yang sinkretis dikalangan penduduk muslim. Hal inilah yang
menjadi salah satu faktor yang membangkitkan semangat keagamaan Dahlan untuk
mengadakan pemurnian ajaran dan amalan islam dari unsurunsur takhyul, bid’ah
dan khufarat.
2.
Keprihatinan
terhadap kondisi dan penyelenggaraan pendidikan agama yang secara metodologik
jauh tertinggal dibandingkan dengan kemajuan-kemajuan sekolah-sekolah
guberneman. Dalam pengamatan Dahlan bahwa pendidikan umat islam yang terpusat
dipeondik-pondok pesantren tidak efisien, selain disebabkan metodologi
pengajarannya yang kurang efektif juga kurang dalam membekali santrinya dalam
bidang i,mu pengetahuan lainnya yang dapat digunakan untuk memecahkan
persoalan-persoalan duniawi.
3.
Keprihatinannya
menyaksiakan kegiatan para misionaris Kristen yang sudah sangat intens di Jawa
Tengah sejak penghujung Abad ke-19. Misi-misi tersebut berengaruh besar dalam
program-program pendidikan pemerintahan kolonal. Bagi Dahlan, sekalipun tidak
disuarakannya secara lantang tetapi hal ini diterjemahkannya sebagai keinginan
pemerintah kolonial untuk mengkristenkan Jawa. Karena itulah ia ingin
meningkatkan kualitas beragama masyarakt guna guna membatasi pengaruh
misionaris tersebut.
Setelah
Muhammadiyah berdiri jelas terlihat agenda kegiatannya yang menjadikan
pendidikan dan pelayanan sosial sebagai bagian inti dari amal usahanya. Sebelum
mendirikan Muhammadiyah Dahlan telah bergabung dengan organsasi Budi Utomo
(1909) dengan maksud untuk memperoleh peluang guna menginternalisasikan
nilai-nilai agama kedalam kelompok kebudayaan ini. oleh kerena Kiyai Dahlan
memiliki sikap rasional serta dapat menerima pemikiran menyebabkan kehadirannya
dalam organisasi ini disambut dengan hangat bahkan cukup bepengaruh, kemudian
menghantarkannya mempunyai posisi salah seorang komisaris pada cabang Budi
Utomo Yogyakarta. Pada tahun 1910 Ahmad Dahlan bergabung pula kedalam
organisasi Jami’at Khoir sebuah organisasi islam yang didirikan di Jakarta
tahun 1905 sebagai tempat berhimpun umat islam tanpa diskriminasi sekalipun
anggotanya adalah orang-orang keturunan Arab.
Pergumulan pemikiran itulah yang kemudian mendorongnya mendirikan
Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 yang berusaha melaukan pencerahan
ditengah kemuraman nasib bangsanya. Tercatat sembilan orang pemimpin
Muhammadiyah pada masa awal itu :
1. Kiyai Haji Ahmad Dahan (Ketua)
2. Abdulla Sieadj (Sekretaris)
3. Haji Ahmad
4. Haji Abdurrahman
5. Haji Sarkawi
6. Haji Muhammad
7. Reden Haji Djaelani
8. Haji Anies
9. Haji Muhammad Fakih
Dipilihnya nama “Muhammadiyah” sebagai nama organisasi yang didirikan itu selain secara harfiah mengandung arti “Pengikut Muhammad” juga berkaitan erat sikap keagaamaan yang di introdusir Dahlan yang tidak terikat pada mazhab tertentu atau sebagai pengikut ulama tertentu, melainkan semata-mata itti’bad kepada nabi Muhammad saw.
Salah
satu amal usaha yang dilakukan oleh Muhammad iyah sebagai upaya untuk mencapai
tujuannya adalah dengan memajukan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan. Serta memperluas pengetahuan menurut tunutunan islam. Pendidikan
bagi Muhammadiyah menempati posisi strategis, karena dipandang sebagai media
yang efektif dalam mewariskan dan mengiternalisasikan ajaran dan nilai-nilai
islam. Ahmad Dahlan sangat prihatin terhadap kondisi pendidikan umat islam,
Dahlan tidak tega melihat putera-puteri Islam berkembang menjadi spritualis
tulen yang kaya dalam aspek rohaninya tetapi tetapi kerdil terhadap aspek
jasmaninya, seperti yang pernah dituturkan oleh H.AR Fachruddin (1916-1994).
Atas dasar itulah Ahmad Dahlan menggabungkan dua aspek positif yang terdapat pada kedua model pendidikan itu dengan mengelimisasi sisi kelemahannya yang diperkenalkan sebagai “Madarash Muhammadiyah” yang didirikan pada tanggal 11 Desember 1911. Menurut Mitsuo Nakamura seorang sarjana yang cukup serius meneliti Muhammadiyah, bahwa dengann sistem pendidikan baru yang diperkenalkannya melalui pengintegrasian pendidikan islam tradisional dan pendidikan sekuler dengan berbagai modifikasinya itu Muhammadiyah memperoleh manfaat dari beberapa aspek, yaitu :
1. Muhammadiyah telah menguatkan kesadaran nasional melalui ajaran Islam.
2. Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah ide pembaruan islam semakin menyebar, oleh karena itu Muhammadiyah memainkan peranan strategis dalam meningkatkan ilmu pengetahuan modren secara praktis dalam kalangan masyarakat Indonesia.
Selain madrasah, Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah umum,
yang berbeda dengan sekoalh gubernemen yang didirikan pemerintah belanda.
Kemudian Muhaammadiyah mendirikan sekolah dasar 6 (enam) tahun dengan pengantar
bahasa Belanda. Dan tak lama kemudian sebagai wujud kepedulian Muhammadiyah
terhadap kebangunan perempuan Muslimah didirikan pula sekolah Putri
Muhammadiyah. Disekolah ini selain memiliki kurukulum yang smaa dengan
sekolah Muhammdiyah pada umumya,secara khusus pula diberika pengetahuan praktis
kerumah tanggaan, seperti kepandaian putri dalam menjahit, memasak, perawatan
dan pengasuh anak.
Seiring dengan
semakin bertambahnya perguruan-perguruan yang didirikan oleh organisasi ini,
maka antaslah jika pada tahun 1923 ketika pucuk pimpinan Muhammadiyah (periode
1923-1933) dipercayakan kepada ketika
K.H Ibrahim (1874-1934) segera membentuk Majelis Pendidkan Muhammadiyah.
Setelah majelis pendidikan berdiri sekoalh-sekolah Muhammadiyah tumbuh semakin
pesat. Pada tahun 1925 organisasi Muhammadiyah telah mendirikan 8 buah HIS, 1
sekolah guru (Kweek school), 32 sekolah Ongko Lara (SD 5 Tahun),
1 Schakel School dan 14 Madrasah. pada tahun 1926 Muhammadiyah mendirikan Taman
Kanak-kanak (Bustan al-Athfal) di Yogyakarta. Pada tahun yang sama didirikan HIS
Met de Qur’an untuk menandingi HIS Met de Bijbel yang didirikan oleh
misioneris Kristen. Tahun-tahun berikutnya Muhammadiyah mendirikan berbagai
macam sekolah lainnya, seoerti : Hollandsch Inlandsh Kweek shool (HIK), Meet
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Algeene Middlebar School (AMS) dan
lain-lain. Walaupun hampir semua sekolah umum yang didirikan oleh Muhammadiyah
mengadopsi sistem pendidikan pemerinatah (Gubernemen) namun Muhammadiyah tetap
memasukkan mata pelajaran agama, membaca dan menulis huruf Arab sebagai muatan
kurikulum.
3. Tujuan Pendidikan Muhammadiyah
a. Pengembangan Kualitas Individu
Pendidikan islam selalu berusaha untuk menumbuh kembangkan sikap bertanggung jawab[1] bagi setiap individu muslim. Persolannya sekarang upaya-upaya apakah yang perlu diseyogyakan dalam melakukan pembinaan terhadap daya rohani, jasmani dan daya fikiran yang dimiki setiap individu ?. jawaban Muhammadiyah atas persoalan tersebut dapat diperhatikan pada beberapa pokok pikiran yang dikemukakan Tamimy yang tersaji pada petikan-petiakn berikut ini :
Pertama, Pengembangan potensi rohani :
1) Menanamkan
i’tiqad yang benar dan kuat sehingga menjadi iman yang berupa aqidah
shahihah, jauh dari syirik, khufarat dan takhyul dengan
ajaran dan pendidikanarkan al-iman dengan seluruh cabang-cabangnya.
2) Membina akhlak
yang terouji dan membongkar akhlak yang tercela dengan ajaran dan pendidikan
akhlak menurut agama islam.
3) Melakukan
upacara dan tata cara ibadah (ibadah mahdlah / khusus) dengan khusyu’ untuk
mensenyawakan i’tiqad dalam diri pribadinya menjadi iman yang teguh serta dapat
membentuk akhlak yang dapat diridhoi oleh snag Khalik.
4) Memperhalus
perasaan dan meningkatkan martabat harga diri sehingga menjadi orang yang suka
kepada keindahan dan berwibawa (simpatik dan berpengaruh), dengan ajaran
estetika dan etika menurut islam.
Kedua, pengembangan potensi jasmani
1) Menjaga dan
memelihara kondisi jasmaninya dengan melakukan petunjuk agama sesuai dengan
ilmu pengetahuan, antara lain yang berhubungan dengan makanan, minuman, tempat
tinggal, lingkungan pemeliharaan kesehatan, mengatur waktu bekerja dan
istirahat, menjaga kebersihan dan lain sebagainya.
2) Melakukan
riyadah / latihan jasmaiyah untuk meningkatkan daya tahan, kemampuan dan
keteram;pilan jasmaninya. Seperti oelahraga, seni bela diri, dan lainnya, degan
menggunakan metode yang pelaksanaannya tidak menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah swt.
Ketiga, pengembangan potensi akal
1) Menjaga dan
memelihara kondisi kesehatan akal pikirannya agar jangan sampai berkurang atau
kehilangan fungsinya dengan melakukan petunjuk-petunjuk agama atau berdasaran
hasil penyelidikan pengetahuan.
2) Melakukan
latihan dengan bernacam-macam cara dan metode yang tidak bertentangan dengan
ajaran islam, untuk meningkatkan kecerdasan akal-pikiran.
3)
Menuntut ilmu
pengetahuan yang bermanfaat sesuai dengan bakat dan yang diperlukan bagi
dirinya, keluarganya dan lingkungannya.
b. Pengembangan Kualitas Sosial
Hidup
bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas hidup manusia
di dunia ini”. demikian antara bunyi rumusan Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah sebagai pernyataan resmi terhadap sifat dasar manusia yang
membutuhkan hidup bermasyarakat.
Sebagai anggota masyarakat manusia dengan sesamanya saling
bergantung” kata Azhar Basyir dalam sebuah makalahnya. Dari pandangan tersebut
merupakan sikap dan pandangan Muhammadiyah mengenai kehidupan bermasyarakat.
Menyadari pentingnya kehidupan bermasyarakat serta menyadari pula pendidikan
diorientasikan pada kepentingan hidup bermasyarakat, maka Muhammadiyah
menempatkan prinsip “Kemasyarakatan” sebagai salah satu dasar kependidikannya.
Oleh karena itu tidak diragukan lagi bahwa pendidikan Muhammadiyah selain
berupaya untuk mengembangkan potensi individual peserta didik sekaligus pula
mengembangkan potensi sosialnya, agar mereka memiliki kemauan dan kemampuan
yang berkualitas dalam mengemban tanggung jawab dan kewajiban sebagai anggota
masyarakat.
4. Kurikulum dan Proses Pembelajaran Pendidikan Muhammadiyah
a. Kurikulum
Adapun kurikulum
yang digunakan oleh pendidikan Muhammadiyah adalah kurikulum pemerintahan dengan memperbanyak alokasi waktu penyajian
mata pelajaran agama (al-islam), disamping menyampaikan mata pelajaran
kemuhammadiyahan sebagai bagian dari mata pelajaran al-islam yang bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman, pengkhaatan dan pengamalan ajaran islam seperti
yang dipahami Muhammadiyah. Pola pengorganisasian kurikulumnya mengacu pada desain
kurikulum inti (core curriculum) dengan menempatkan mata pelajaran agama
(al-islam) dan kemuhammadiyahan sebagai program ini (core program).
Untuk merealisasikan desain kurikulum, Muhammadiyah mengonsepsikan
penyajian mata pelajaran al-islam secara eksplisit dan implisit, yakni dnegan menyajikan mata
pelajaran al-islam secara berdiri sendiri sesuia kedudukannya sebagai mata
pelajaran agama serta menempatkannya sebagai pendidikan islam interdisipliner
yang penyajiannya diintegrasikan keberbagai mata pelajaran lain. Dengan cara
seperti itu maka setiap mata pelajaran yang disajikan di lembaga-lembaga
pendidikan Muhammadiyah tetap bersentuhan dengan iman dan kesalehan, karena
seluruh konsep keilmuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang terkandung dalam
berbagai mata pelajaran tersebut tetap berorientasi pada ajaran islam.
b. Proses Pembelajaran
Proses
pembelajaran yang dikonsepsikan Muhammadiyah lebih terpusat pada nilai (Value
centered) yakni tidak hanya didominasi atau terpusat pada guru (teacher
contered) dan tidak pula peserta didik (student contered), melainkan
pendidik dan peserta didik sama-sama memiliki kedaulatan yang berimbang dalam
hubungan saling bekerja sama untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Dengan demikian
maka kegiatan belajarnya lebih mengarah pada proses belajar aktif, yang
diharapkan timbul dari kesadaran peserta didik sebagai perwujudan keaktifan
yang dimilikinya. Dalam hal ini guru erusah melibatkan seluruh mental peserta
didik dalam setiap proses pembelajaran dengan menciptakan susana belajar yang
nyaman. Dalam konteks inilah kewibawaan guru sebgai pendidik muslim yang
memancar dari segenap kompetensi kepribadiannya sebagai teladan yang pantas dihargai
dan di hormati.
0 Post a Comment:
Posting Komentar