Abstrak:
Evaluasi merupakan kegiatan yang
terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen
dengan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh kesimpulan. Sistem
evaluasi tuhan yang tersebut di dalam al-Qur’an adalah bersifat makro dan universal
dengan menggunakan teknik test mental (mental test) atau psikotes, sedangkan
dalam sunah nabi sistem evaluasi yang bersifat mikro adalah untuk mengetahui
kemajuan belajar manusia termasuk Nabi sendiri.
Kata
kunci: Evaluasi,
Pendidikan, dan Islam
Pendahuluan
Evaluasi
merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan yang harus dilakukan
secara sitematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau
target yang akan dicapaidalam proses pendidikan dan pembelajaran. Evaluasi pada
dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan
criteria tertentu (Nana Sudjana, 2002: 111). Istilah evaluation berarti
tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu atau segala sesuatu yang
ada hubungannya dengan pendidikan (Suharsimi Arikunto, 1993: 1).
Dalam bahasa Arab, evaluasi dikenal dengan
istilah imtihan, yang berarti ujian. Dikenal juga dengan istilah khataman
sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan (Arifin, 1991:
247). Evaluasi dalam Pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap
tingkah laku anak didik berdasarkan standar penghitungan yang bersifat
komprehensif dari seluruh aspek kehidupan mental-psikologi dan spiritualreligius,
karena manusia bukan saja sosok pribadi yang hanya bersikap religius, melainkan
juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada tuhan
dan masyarakat.
Dalam proses Pendidikan Islam, tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai dalam program dan diproses dalam produk kependidikan Islam atau output kependidikan Islam. Dengan memperhatikan kekhususan tugas Pendidikan Islam yang meletakkan factor pengembanagan fitrah dan anak didik, nilai-nilai agama dijadikan landasan kepribadian anak didik yang dibentuk melalui proses itu, maka idealitas Islam yang telah terbentuk dan menjiwai pribadi anak didik tidak dapat diketahui oleh pendidik muslim, tanpa melalui proses evaluasi (Arifin, 2009: 162).
A. Pengertian Evaluasi
Secara
etimologi, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris: evaluation, akar
katanya value yang berarti nilai atau harga. Nilai dalam bahasa Arab
disebut alqimah atau al-taqdir. Dengan demikian, secara harfiat
evaluasi pendidikan, altaqdir al-tarbawiy, dapat diartikan sebagai penilaian
dalam bidang pendidikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pendidikan. Sedangkan secara terminologi, evalusi merupakan kegiatan yang
terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen
dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh kesimpulan.
Kata
nilai menurut filosof adalah “idea of worth”. Selanjutnya menjadi popular,
bahkan menjadi istilah yang ditemukan dalam dunia ekonomi. Kata nilai
biasa dikaitkan dengan harga. Nilaidiartikan power in exchange. Untuk
itu penggunaan term nilai (al-qimat) menurut Wand dan Gerald W.
Brown (1957: 1) adalah “the act or proses to determining the
value of something”. Ada beberapa pendapat lain definisi mengenai
evaluasi:
a. Bloom Pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kegiatanya terjadi perubahan dalam diri siswa, menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.
b. Stuffle beam Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan (Silverius, 1991: 4).
Suharsimi
Arikunto (1995: 3) mengemukakan tiga istilah mengenai evaluasi, yaitu
pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Pengukuran (measurement) adalah
membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif.
Penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik
dan buruk secara kualitatif. Sedangkan evaluasi adalah mencakup pengukuran dan
penilaian secara kuantitaif. Term evaluasi dalam wacana keIslaman tidak dapat
ditemukan padanan yang pasti, tetapi terdapat term term tertentu mengarah pada
makna evaluasi.
Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar (2009: 236), term-term tersebut adalah:
1). Al-Hisab, memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah SWT.
Artinya: “Dan jika kamu melahirkan apa yang ada dihatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki” (QS. al-Baqarah: 284).
2). Al-Bala’. Memiliki makna cobaan, ujian.
Misalnya dalam firman Allah SWT: Artinya: “yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu yang lebih baik amalnya” (QS. al-Mulk 2).
3). Al-Hukm, memiliki makna putusan atau vonis.
Misalnya dalam firman Allah SWT: Artinya: “sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara mereka dengan putusan-Nya, dan dia maha perkasa dan maha mengetahui” (QS. al-Naml 78).
4). Al-Qadha, memiliki arti putusan.
Misalnya dalam firman Allah SWT: Artinya: “maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan, sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja” (QS. Thaha 72).
5). Al-Nazr, memiliki arti melihat:
Misalnya firman Allah SWT: Artinya: “Sulaiman berkata: Akan kami lihat, apakah kamu benar-benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta” (QS. al-Naml 27)
6) Al-Imtihan.
B. Sistem Evaluasi dalam al-Qur’an
Al-Qur’an menginspirasikan bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik. Ada tiga tujuan pedagogis dari system evaluasi Allah terhadap manusia, yaitu sebagai berikut: (1) Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dialaminya. (2) Untuk mengetahui sampai di mana atau sejauh mana hasil pendidikan wahyu yang telah diterapkan Rasulullah terhadap umatnya. (3) Untuk menentukan klasifikasi tingkattingkat hidup keIslaman atau keimanan manusia, sehingga manusia diketahui yang paling mulia di sisi Allah, yaitu paling bertaqwa kepada Nya, manusia yang sedang dalam iman dan ketaqwaannya, manusia yang ingkar kepada ajaran Islam (Arifin, 2009: 163).
Tuhan
memberikan contoh system evaluasi seperti difirmankan dalam kitab suci-Nya,
yang sasarannya adalah untuk mengetahui dan menilai sejauhmana kadar iman,
takwa, dan ketahanan mental dan keteguhan hati serta kesedihan menerima ajakan
Tuhan untuk menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Adapun
sistem pengukuran (measurement) yang dipergunakan oleh Tuhan atau oleh
nabi sendiri tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu
pengetahuan modern sekarang. Namun, prinsip-prinsipnya menunjukkan bahwa system
measurement terhadap perilaku manusia yang beriman dan tak beriman
secara umum telah pula ditunjukkan, baik dalam al-Qur’an maupun Hadits.
Sedangkan Nabi SAW. Melakukan pengukuran terhadap perilaku manusia dengan
antara lain tanda-tanda seorang beriman ialah mencintai orang lain sesame
mukmin seperti mencintai diri sendiri.
Ketika menyaksikan perbuatan mungkar, ia berusaha mengubah dengan kekuatan fisik, lisan atau dengan hatinya, tetapi yang terakhir ini menunjukkan gejala iman yang lemah. Ukuran orang yang munafik misalnya disebutkan nabi dalam tiga indikasi, yaitu bila berbicara pasti berdusta, jika berjanji ia mengingkarinya, dan jika diberi amanat ia berkhianat. Dan ukuran orang yang kafir antara lain tidak mensyukuri nikmat Alah, mencaci maki keturunan dan meratapi mayit, dan sebagainya. Jadi, sistem pengukuran Tuhan dan yang dilakukan Nabi terhadap perilaku manusia bukan secara kuantitatif (dengan angka) melainkan kualitatif (Arifin, 2009: 166).
C. Subjek dan Objek Evaluasi Pendidikan Islam
Subjek
atau pelaku evaluasi pendidikan ialah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi
dalam bidang pendidikan (Anas Sudjono, 2003: 28).Dengan sendirinya subjek
evaluasi pendidikan di sekolah adalah pendidikan (guru). Sedangkan objek
evaluasi pendidikan Islam dalam arti umum adalah peserta didik. Sementara dalam
arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang terdapat pada peserta didik, di
samping sebagai objek juga sebagai subjek.
Oleh
karena itu, evaluasi pendidikan Islam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama,
evaluasi diri sendiri (self evaluation intropeksi) kedua, evaluasi
terhadap orang lain (peserta didik) (lihat Q.S. Asyura: 52 dan Q.S. Lukman:
20).
Evaluasi
terhadap diri sendiri adalah dengan mengadakan introspeksi atau perhitungan
terhadap diri sendiri. Penilaian yang baik mendapat surga, sedangkan hasil penilaian
yang buruk mendapat neraka (Q.S. al-Baqarah: 165).
Umar Bin Khatab juga berkata: “hasibu qabla an tuhasabu” (evaluasilah dirimu sebelum engkau di evaluasi). Evaluasi diri terhadap orang lain (peserta didik) merupakan bagian dari kegiatan pendidikan Islam. Evaluasi dalam konteks “amar ma’ruf dan nahi mungkar”, yang dibiarkan berlarut-larut dan menyeluruh sehingga peserta didik tidak tenggelam dalam kebimbangan, kebodohan, kezaliman, dan dapat melakukan perubahan secara cepat ke arah yang lebih baik dari perilaku sebelumnya (Q.S. al-Mukminin: 35; Q.S. Shaf: 3)
D. Perilaku Evaluasi Pendidikan
Menurut A. Tabrani Rusydan dan kawan-kawan, evaluasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu: (1) Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional secara komperhensif yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. (2) Sebagai umpan balik yang berguna bagi tindakan berikutnya di mana segi-segi yang sudah dapat dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi yang dapat merugikan sebanyak mungkin dihindari. (3) Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar: bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan dikuasainya, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau tidaknya program-program dilaksanakan. (4) Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid. (5) Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar. (6) Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar tepat. (7) Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar.
Selain fungsi di atas, evaluasi juga sebagai:
a. Selektif, yaitu sebagai seleksi atau penilaian terhadap siswa.
b. Diagnostic, yaitu sebagai alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan dalam kelemahan siswa.
c. Penempatan, yaitu untuk menempatkan tempat di mana seorang siswa ditempatkan.
d. Pengukur keberhasilan, yaitu untuk mengetahui sejauhmana suatu program berhasil diterapkan (Abudin Nata, 1997: 137).
Adapun fungsi evaluasi pendidikan Islam adalah:
1. Islah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan.
3. Tajdid, yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan.
Al-dakhkil, yaitu masukan sebgai laporan bagi orang tua peserta didik (Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009: 241).
E. Prinsip Evaluasi Pendidikan
Prinsip evaluasi pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai universal ajaran Islam. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berkesinambungan (kontinuitas) Menyeluruh, menyangkut semua aspek, baik perkataan, perbuatan, dan hati sanubari (qauliyah, fi’iliyah, dan qalbiyah) termasuk kepribadian, intelegensi, pemahaman, sikap, kedisiplinan, tanggung jawab pengalaman ilmu sebagai khalifah dan waratsatul al-anabiya’ dan sebagainya (Sabiq, t.th: 17).
2. Objektivitas, dilakukan secara adil, berdasarkan keadaan yang sesungguhnyatanpa dicampuri emosional atau irasional bukan subjektif. Dalam akhlak yang mulia seseorang harus bersifat objektif. Orang yang menilai demikian dalam agama Islam dikenal dengan istilah Shidiq (Ramayulis, 1994: 298).
3. Validitas, evaluasi dilakukan secara keseluruhan (representatif) dan kesanggupan peserta didik mengenal bidang tertentu (Amin, 1975: 68).
4. Reabilitas, terukur, dan mudah dimengerti (Ali Hasan, 1978: 44).
5. Efesiensi, cermat dan tepat
6. A’abudiyah, penuh ketulusan, prasangka baik (husnul al-azhan), perbaikan tingkah laku secara positif, dan menutupi rahasia murid.
Kesimpulan
Evaluasi
pendidikan adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan pengukuran dan
penilaian terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai aspek yang berkaitan
dengannya. Dengan kata lain, evaluasi pendidikan adalah kegiatan mengukur dan
menilai terhadap sesuatu yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Term evaluasi
dalam Islam tidak dapat ditemukan padanan yang pasti, tapi term-term yang
mengarah kepada evaluasin terdapat kata: al-Hisab, al-Bala’, al-Hukm, al-Qadha,
al-Nazhar, al-Imtihan (menghitung, cobaan, vonis, putusan, melihat,ujian).
Tujuan
paedagosis sistem evaluasi dalam Islam adalah menguji keimanan manusia dalam
menghadapi persoalan hidup, untuk mengetahui sejauhmana pendidikan wahyu
yang telah dilakukan Rasulullah dan untuk
mengetahui tingkat keIslaman dan keimanan manusia. Fungi evaluasi dalam Islam
adalah: islah, tazkiyah, tajdid, dan tadkil (perbaikan,
penyucian, modernisasi, komponenkomponen pendidikan, dan laporan hasil
pendidikan). Sedangkan prinsip evaluasi pendidikan Islam adalah
berkesinambungan, menyeluruh, objektivitas, validitas, reabilitas, efesiensi,
dan ta’abudiyah.
Penulis : M. Nazar Al Masri
0 Post a Comment:
Posting Komentar