Keluarga merupakan tempat ternayaman
untuk bernaung keluarga yang indah adalah keluarga yang dilandasi kasih sayang
sebagaimana kita ketahui bersama, ayah adalah sosok yang bertanggung jawab
dalam keluarga. Mulai dari menafkahi, mendidik, serta memberi kehangatan kepada
keluarganya. Sedangkan ibu adalah sosok malaikat yang tidak bersayap yang
merwat dan membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang yang tidak terhingga.
Dengan landasan inilah keluarga yang indah akan terwujud.
Berbeda dengan kehidupan keluargaku.
Aku hidup bersama ibuku yang tinggal di semenanjung pesisir pantai dengan rumah
gubuk yang tidak layak dihuni. Selain berjuang menghidupi keluarga, kami juga
harus berjuang melawan perubahan cuaca. Ketika hujan melanda kami harus
menyiapkan berbagai hal mulai dari ember hingga panic untuk menampung air yang
jatuh dari atap rumah kami yang bolong. Tidak hanaya itu saja kami juga harus
melawan dinginnya angin malam dan kami harus berbagi selimut, dengan harapan
semoga mentari pagi segera terbit karena tidak tahan dengan dinginnya malam
tersebut.
Sedih terkadang melihat ibuku yang
berjuang sendirian untuk menghidupiku. Dahulu aku memiliki sosok seorang ayah,
ayahku adalah seorang nelayan, beliau sosok sosok ayah yang hebat dan
bertanggung jawab kepada keluargaku. Namun, seiring berjalannya waktu, ayahku
terjerumus ke dalam dunia narkotika yang membuatnya lupa akan tanggung jawab
kepada keluarga. Banyak uang yang di habiskannya untuk kesenangan sesaat.
Bahkan peralatan dan barang-barang di rumah habis ayah jual hanya untuk
kesenangannya tersebut. Ibu ku menangis dan tak bisa berkata apa-apa lagi. Ibu
sudah bolak-balik memarahi dan menasehati ayah. Namun apa yang ibu peroleh,
bukannya perubahan sikap dari ayah malah ibu yang di gampar dan di tending
seolah tidak menerima nasehat dari Ibu. Akupun menangis melihat perilaku ayah
ke ibu. Setiap hari aku menyaksikan kelakuan ayah seperti ini. Keluarga yang
seharusnya menjadi tempat ternayaman malah menjadi tempat yang paling
menakutkan bagiku. Ayahku pun akhirnya masuk penjara. Dan kami hanya
tinggal berdua dengan ibu.
Keseharianku berubah drastis,
biasanya aku pulang sekolah bermain dengan teman-teman, tetapi saat ini aku
habiskan untuk menemani sang ibu bekerja yaitu mencari kerang di tengah laut. Menjelang
sore dan pada saat matahari terbenam adalah momen yang sangat indah.
Pemandangan ini yang menghibur keadaan hati ku yang hancur berkeping-keping
ini. Namun tetap ku nikmati dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah
Swt. Sampai dirumah kami rebus kerang tersebut dan kami putili cangkangnya
dimalam hari sambil menikmati indahnya bintang yang berkilauan dan suara ombak
yang menyapa seolah hendak mengajak ku bermain.
Keesokan paginya ibuku pergi menjual
kerang hasil jerih payah kami berdua
dengan harapan jualan tersebut habis, sehingga uangnya bisa digunakan untuk
keperluan makan dan sehari-hari. begitulah kehidupan kami sepeninggalan ayah
yang telah lama terjerumus penjara. Kini hanya aku dan ibu ku saja. Ibuku itu
adalah seorang yang penyabar, dikatakan penyabar dikarenakan kami merupakan
orang miskin yang terkadang makan saja kami harus berhutang, mirisnya lagi
ketika mengutang tidak diberikan seolah mereka tidak percaya kepada kami untuk
membayarnya. Aku rasa wajar saja mereka melakukan hal yang demikian kami yang
miskin dan penghasilan tidak menentu membuat kepercayaan mereka terhadap kami berkurang.
Walaupun demikian ibu tetap tersenyum dihadapan orang banyak meskipun dipandang
hina. Kami juga mencoba mengutang kepada sanak saudara, bukannya menolong malah
menjauhi kami dan tidak menganggap kami sebagai saudara. Begitulah kehidupan
kami yang tidak berada ini. Membuatku geram akan hal tersebut namun apalah daya
ku ini yang masih kelas 4 Sekolah Dasar. Tentunya hanya bisa menangis dan
merenung melihat ibu k uterus tersenyum meskipun dengan keadaan yang
menyakitkan ini.
Hari-hari penuh dengan kesulitan
untuk hidup. Walaupun dmeikian ibu terus berjuang untuk pendidikan ku. Akupun
Akhirnya masuk sekolah SMP. Namun mirisnya aku belum mempunya seragam sekolah,
karena harga nya begitu sangat mahal yang membuatku sedih. Ibuku terus bekerja
siang dan malam untuk membelikan seragam sekolah ku ini, besok paginya sewaktu
mau berangkat hari pertama sekolah aku melihat seragam yang telah di gosok rapi
di lemari ku. Aku menangis dan terharu ibuku mampu membeli baju sekolah dan
akupun senang sambil memanggil namanya dari kamar dan berlari menuju ibu sambil
memeluk nya dengan erat. Sambil menghela nafas akupun mengucapkan Terima Kasih
Ibu.
Sewaktu kegiatan orientasi sekolah
aku menuliskan cita-citaku di kertas karton, aku bercita-cita ingin menjadi
polisi. Teman-teman ku yang mengenalku sebagai anak miskin mencela, mengejek
dan melepariku dengan sepatunya dan berkata, “Mana bisa anak miskin jadi
polisi, (sambil tertawa)” aku yang dalam keadaan terduduk tunduk hanya bisa
menangis dan dan memupuskan cita-cita ku yang terlalu tinggi ini. Kejadian
tersebut aku ceritakn ke ibu, dan ibu pun mendukungku serta memberi nasehat
sambil mengules rambutku. Akhirnya niat ku yang hampir ku gagalkan kini ku
teguhkan kembali dan terus melangkah meski di caci dan di hina banyak teman.
Hari-hari telah berlalu hingga tidak
terasa akupun mampu menyelesaikan pendidikan SMA ku sekolah. Dengan cita-cita
dan niat yang sama aku akan mempertahankan serta ingin meraih cita-citaku
dengan segera. Alhamdulillah ibuku yang dulunya seorang pencari kerang kini
menjadi pembantu di rumah tetangganya dengan penghasilan yang lumayan sehingga
aku dapat menyelesaikan pendidikanku dengan baik. Aku mencari informasi baik
dari koran maupun di warnet mengenai perekrutan polisi. akhirnya seleksi itupun
ada dan akupun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku memberanikan diri untuk
mendaftar dan ikut serta. Setiap hari aku latihan fisik disekitaran rumah, dari
latihan lari hingga melakukan push up dan lain sebagainya. Hinaan dan cacian
itupun berdatangan tanpa henti namun latihanku bukannya berkurang malah makin
bertingkat. Karena aku ingin balas dendam dengan kesuksesan. Hari dimana aku
diseleksi pun tiba, banyak ujian serta rintangan dan latihan fisik yang aku
lalui begitu sangat melelahkan, namun berkat doa dan usahaku selama ini akupun
lulus pada tahap pertama. Selanjutya aku di bawa ke Medan untuk mengikuti
seleksi yang lainnya. Akupun pamit dan mencium tangan ibuku yang begitu keriput
yang dimakan usia. Aku memahon keberkahan darinya. akupun berangkat dengan
melambaikan tangan. Di Medan ujian dan latihannya lebih luar biasa lagi yang
membuatku begitu sangat lelah, namun lelah itu membuatku semangat untuk
menolong dan membahagiakan ibuku yang dikampung yang senantiasa mendokan
kesuksesan ku. Di Medan setlah melakukan pelatihan yang begtu luar biasa
akhirnya tiga hari setelah ujian tersebut pengumuman kelulusan pun diumumkan,
dan kulihat nama ku tercantum di selembaran kertas tersebut, senangnya bukan
main akupun sujud syukur dan bahagia. Aku pun pulang kekampung dengan riang
gembira dan ingin menyampaikan kabar gembira ini kepada ibuku.
Sesampainya dirumah, aku melihat
banyak warga yang kerumahku dengan busana muslim, begitu sampai di simpang
rumah aku melihat tanda bendera merah yang berkibar. Akupun berlari dan
menjerit memaggil Ibu dengan suara yang sangat keras, sampai dirumah aku
melihat jenazah ibuku yang terbaring diruang tamu. Akupun mendatanginya dan
memeluknya sambil menjerit sebisa-bisanya, air mata ini terus mengalir hingga
membasahi pipi ibuku yang sudah meninggal. kabar gembira yang seharusnya aku
sampaikan malah kabar buruk yang aku terima sebelum aku menyampaikan kabar
tersebut. Kenyataan yang pahit harus aku terima. Cita-cita yang aku impikan dan
aku ingin ibuku melihatnya, dan momen ini pula yang tidak bisa dilihat ibuku.
wargapun menenagkan diriku dan akupun tenang, dengan meneteskan air mata akupun
memandikan ibuku, yang dulunya ia yang memandikan aku, kemudian aku kafani
ibuku yang dulunya ia membeli baju dan memakaikannya untuk ku. Aku sholati
ibuku yang dulunya ia yang menajarkan aku sholat dan aku kuburkan ibuku, aku
sambut diliang lahat dengan sedih serta ku doakan ibuku semoga Allah
menempatkan mu di tempat yang paling baik yaitu di sisi Allah Swt.
Ibu, kini aku sendirian, aku akan
berangkat ke Jakarta untuk menjalankan tugas ku sebagai polisi, sedih bercampur
senang, sedih karena ibu tidak melihat ku menggunakan seragam polisi ini.
Senang karena aku mampu membuktikan kepada semua orang bahwasannya anak orang
miskin juga bisa jadi polisi. Ibu, kau adalah alaikat yang tak bersayap yang
kini telah sampai di alam lain, kasih sayang mu dan kehangatan mu yang selalu
mengisi hari-hari yang sulit selama ini.
Terima kasih ibu, kau adalah wanita terhebatku.
0 Post a Comment:
Posting Komentar