Terkadang, ketika seorang muslim melakukan berbagai amal shalih, ia menyangka bahwa itu cukup untuk menyelamatkannya dari api neraka, dan memasukkannya kedalam surga Allah Swt. ia bergantung pada amalan-amalannya itu.
Ketika ia melakukan suatu kemaksiatan maka ia hanya cuek saja. Dalam pikirannya, semua itu akan tergantikan oleh amalan-amalan shalih yang selama ini dilakukannya. Ia menggantungkan harapannya pada amalan-amalan itu, dan mengurangi rasa berharap kepada Allah Swt.
Sebenarnya ini adalah sebuah kesalahan besar. Seorang muslim tidak akan pernah memasuki surga-Nya dengan amalan-amalan shalih saja, akan tetapi dengan rahmat-Nya. Selain itu, tindakan seperti ini juga merupakan sebuah bentuk kesyirikan, karena menggantungkan harapannya pada selain-Nya. Padahal, dalam setiap sholat, kita melantunkan, “Kepada-Mu kami menyembah, dan kepada-Mu pula kami meminta tolong.”
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang ahli ibadah ditanya ketika berada di dekat Mizan, “Apakah engkau ingin masuk surga dengan amalan mu atau dengan rahmat-Ku?” Karena laki-laki ini merasa yakin dengan amalan-amalan yang selama ini dilakukannya, maka ia menjawab, “Dengan amalan-amalanku,” Tatkala di timbang, ternyata amalan-amalannya itu tidak mampu memasukannya ke surga, sehingga ia dilemparkan ke Neraka.
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa seorang pembunuh 99 jiwa dimasukkan oleh Allah Swt ke surga-Nya, padahal ia belum melakukan amal shalih sedikitpun. Begitu juga halnya dengan seorang pelacur yang berhak memasuki surga-Nya, itu hanya karena menolong seekor anjing yang kehausan. Semua itu semata-mata karena rahmat Allah Swt.
Seorang mukmin sejati yang mengenal Tuhannya selalu bergantung pada Tuhannya, bukan amalan-amalannya.
(Dikutip dalam Kitab Al-Hikam- Syaikh Ibnu Athaillah as-Sakandari)
Desa Medang
Oleh: Mhd. Reza Fahlevi ZA, M.Pd
0 Post a Comment:
Posting Komentar