Pengertian
hadis mutawātir
Secara
bahasa kata ”mutawātir” berarti mutatābi’ yakni berturut-turut,
beruntun, susul menyusul.
Dalam
buku “At-taisīru fī musṭalaḥi al-ḥadīṡ”
Mahmud Ṭahhān mendefinisikan mutawātir adalah: “Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang menurut
kebiasaan mustahil sepakat dalam kebohongan mulai dari awal sanad hingga akhir
sanad”.
Syarat-syarat
hadis mutawātir
a. Diriwayatkan oleh banyak orang.
Para
ulama berbeda pendapat tentang jumlah rijāl yang tidak mungkin sepakat
berbohong:
1) Abu
Thayyib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang, pendapat tersebut diqiyaskan
dengan saksi yang diperlukan hakim.
2) Pengikut
asy-Syafiiy menentukan minimal 5 orang, Pendapat tersebut diqiyaskan dengan
jumlah para Nabi yang mendapat gelar ūlul azmi.
3) Menurut
Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi dalam kitab Tadribu Periwayat
sekurang-kurangnya 10 orang rijāl yang ṡiqah disetiap tingkatan sanad. (ini
pendapat yang paling rājih menurut ahli hadis)
4) Sebagian
ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang.
b. Tidak
mungkin sepakat berbohong.
c. Terjadinya
disetiap tingkatan sanad mulai dari awal hingga akhir sanad
d. Sandaran
beritanya indrawi yaitu bentuk taḥammul (penerimaan’nya) harus mengatakan:
“kami telah mendengar”, “kami telah melihat”, atau “kami telah merasakan”.
Klasifikasi Hadis Mutawātir
Hadis Mutawātir Lafżi
Adalah
hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat dengan redaksi (lafaẓ) dan makna
yang sama. Contoh:
“Barang siapa sengaja berdusta
kepadaku maka hendaklah bersiap-siap menempati tempatnya di neraka”
Menurut
Abu Bakar al-Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan oleh 40 sahabat dengan susunan
redaksi dan makna yang sama dan terahir diriwayatkan oleh hampir semua
imam-imam al-kutubu as-sittah, diantaranya yaitu;
1) Bukhari
dari Abul Walid dari Syu’bah dari Jami’ bin Syidad dari Amir bin Abdullah dari
Abdullah bin Zubair dari Zubair dari Nabi Saw.
2) Abu
Dawud dari Amr bin Aun dan Musaddad keduanya dapat hadis dari Khalid al-Ma’na
dari Bayan bin Bisyrin dari Wabirah bin Abdurrahman dari Amir bin Abdullah dari
Abdullah bin Zubair dari Zubair dari Nabi Saw.
3) Darami
dari Abdullah bin Shalih dari al-Laitsy dari Yazid bin Abdullah dari Amru bin
Abdullah dari Abdullah bin Urwah dari Urwah bin Zubair dari Zubair dari Nabi
Saw.
4) Ibnu
Majah dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin Basyaar keduanya dari
Ghandur Muhammad bin Ja’far dari Jami’ bin Syidad dari Amir bin Abdullah dari
Abdullah bin Zubair dari Nabi Saw.
5) Tirmiżi
dari Abu Hisyam dari Abu Bakar dari ‘Ashim dari Zirrin dari Abdullah bin Mas’ud
dari Nabi Saw.
6) Tirmiżi
dari Sufyan bin Waqi’ dari Waqi’ dari Syarik dari Manshur dari Rib’iy bin
Harasy dari Ali dari Nabi Saw.
7) Tirmiżi
dari Sufyan bin Waqi’ dari Waqi’ dari Syarik dari Samak dari Abdurrahman dari
Ibn Mas’ud dari Nabi Saw.
8) Ibnu
Majah dari Muhammad bin Rimh dari Al-Laitsy dari Ibnu Syihab dari Anas bin
Mālik dari Nabi Saw.
9) Ahmad
dari Muhammad bin Fudlail dari A’masy dari Hubaib dari Tsa’labah dari Ali bin
Abi Thalib dari Nabi
10) Ibnu
Majah dari Isma’il bin Musa dari Syarik dari Samak dari Abdurrahman dari
Abdullah bin Mas’ud dari Nabi.
Hadis
tersebut diriwayatkan oleh puluhan sahabat dan terahir diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim.
Hadis Mutawātir Ma’nawy
Adalah hadis mutawātir yang susunan redaksi atau lafaẓ nya berbedabeda antara periwayat yang satu dengan yang lainnya, tetapi prinsip ma’nanya sama.
Hadis
yang semacam itu, tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeda-beda.
Mutawātir ‘Amaly
Yaitu
hadis yang diriwayatkan dengan jumlah sanad yang mutawātir namun hanya berupa
pengamalan saja tanpa lafaẓ , seperti cara shalat Nabi, cara haji Nabi, dan
lain-lain.
Kedudukan hadis mutawātir
Para
ulama menegaskan bahwa hadis mutawātir menghasilkan pengetahuan yang pasti (ilmu qaṭ’i), yakni pengetahuan yang
pasti bahwa sumbernya berasal dari Rasulullah Saw.
Para
ulama juga menegaskan bahwa hadis mutawātir membuahkan “ilmu ḍarūriy” (pengetahuan yang sangat memaksa untuk diyakini
kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak dapat dipungkiri bahwa perkataan,
perbuatan, atau ketetapan yang disampaikan oleh hadis itu benar-benar berasal
dari Rasulullah Saw.
Oleh
karena itu, kedudukan hadis mutawātir sebagai sumber ajaran Islam tinggi
sekali. Menolak hadis mutawātir sebagai sumber ajaran Islam sama halnya dengan
menolak kedudukan Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah.
Buku
yang ditulis tentang hadis mutawātir:
►
Al-Azhar al-Mutanāṡirah fi al-Akhbār
al-Mutawātirah oleh Jalaluddin AsSuyuthi.
► Qaṭfu al-Azhār yaitu ringkasan
kitab tadi oleh Jalaluddin as-Suyuthi.
►
Naẓmu al-Mutanāṡirah min al-Ḥadīṡ
al-Mutawātirah oleh Muhammad bin Ja’far al-Kinani
0 Post a Comment:
Posting Komentar