"Dengan membaca kamu mengenal dunia. Dengan Menulis kamu dikenal Dunia."

murevi18.blogspot.com

Kamis, 21 September 2023

MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN HADIS NABI SAW

Pertambahan jumlah penduduk tidak bias dibatasi. Bila di tahun 1980 an jumlah penduduk Indonesia sekitar 135 juta, maka pada tahun 2015 jumlah itu telah mencapai 250 juta. Jumlah manusia yang banyak pasti membutuhkan lahan lebih banyak lagi untuk dijadikan tempat tinggal, maka konsekuensinya adalah mengubah fungsi tanah persawahan, atau perkebunan, atau rawa-rawa tempat penampungan air, atau bahkan hutan menjadi pemukiman. Hal itu tentu akan mempengaruhi lingkungan alam. Jumlah pepohonan berkurang karena harus dibabat. Debit air tanah juga berkurang karena banyak tanah yang semula merupakan wilayah resapan air seperti situ, empang, atau raw-rawa kini tidak ada lagi karena telah menjadi pemukiman.

Jumlah penduduk yang semakin banyak itu, juga memproduksi sampah dan limbah yang semakin berlipat volumenya. Tentu sampah dan limbah itu mencemari lingkungan. Kebersihan udara tercemar, kualitas air tanah semakin buruk, bahkan di beberapa tempat air tanah sudah tidak bias dikonsumsi karena berbau busuk dan mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan.

Tuntutan adanya lapangan kerja bagi jumlah penduduk yang semakin banyak juga tidak bisa dihindari. Maka didirikan pabrik-pabrik di sekitar pemukiman tempat tinggal untuk menampung mereka dalam dunia kerja. Pabrik-pabrik juga memberi kontribusi pencemaran udara karena asap atau cairan pembuangan yang dihasilkan dari pabrikpabrik itu.

Semua yang terjadi seiring dengan pertambahan jumlah penduduk itu tidak bias dihindari. Kalau demikian adanya maka yang dapat dilakukan adalah mengimbangi kerusakan dan pencemaran lingkungan alam dengan dengan melakukan penghijauan dengan menanam sebanyak mungkin pohon di lahan-lahan kosong di sekitar tempat tinggal. Reboisasi atau penanaman hutan kembali juga harus dilakukan di hutan-hutan yang telah ditebang atau terbakar.

Dalam konteks itulah hadis nabi yang menganjurkan kepada kita untuk menanam pohon patut dipelajari.

Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda: Dari Anas bin Malik ra. Dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslimpun yang menanam atau bercocok tanam, lalu tanamannya itu dimakan oleh burung, atau orang, atau binatang, melainkan hal itu menjadi shadaqah baginya”. (HR. Bukhari)

Penjelasan Hadis

Melalui hadis ini, Rasulullah menganjurkan umatnya untuk menanam atau bercocok tanam. Berdasarkan hadis ini dapat dikatakan pula bahwa dengan bercocok tanam atau menanam pohon akan diperoleh dua manfaat, yaitu manfaat keduniaan dan manfaat keagamaan.

Manfaat pertama yang bersifat keduniaan dari bercocok tanam adalah mendatangkan hasil atau produk berupa tersedianya bahan makanan. Dengan bercocok tanam maka banyak orang bisa mendapatkan manfaat darinya. Selain petani itu sendiri, masyarakat juga ikut menikmati hasil tanamannya baik yang berupa sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, ataupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan pangan mereka. Meskipun orang lain yang ikut mengambil manfaat harus mengganti dengan membayar sejumlah uang, tetap dapat dikatakan bahwa orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan manfaat kepada orang banyak dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia.

Bahkan manfaat yang mereka berikan tidak terbatas pada penyediaan bahan makanan bagi orang lain saja akan tetapi dengan bercocok tanam, mereka telah menjadikan lingkungan lebih sehat untuk manusia, udara juga menjadi lebih sehat karena tanaman menghasikan oksigen yang juga sangat dibutuhkan manusia dalam proses pernafasan. Tanaman berupa pepohonan besar juga memberikan kerindangan dan keteduhan bagi orang-orang yang bernaung di bawahnya serta kesejukan bagi orang-orang di sekitarnya. Tanaman dan pepohonan juga menjadikan pemandangan alam yang indah dipandang mata, sehingga perasaan pun ikut menjadi damai berada di dekatnya.

Manfaat kedua adalah manfaat yang bersifat keagamaan yaitu pahala bagi orang yang menanam. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apaila dimakan oleh manusia, burung, atau binatang lain, meskipun hanya satu biji saja, maka hal itu adalah sedekah bagi penananya, baik dia kehendaki atau tidak. Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang Muslim akan mendapatkan pahala dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat dia tetap berabar dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah swt. Sesungguhnya segala perkara bagi seorang Muslim bisa bernilai ibadah dan mengandung kebaikan.

Karena itu siapapun seorang Muslim yang menanam pohon, hendaknya jangan berpikir bahwa buahnya hanya boleh dimakan oleh dirinya sendiri dan keluarganya, akan tetapi patut pula dia berpikir untuk ikhlash apabila buahnya dimakan oleh orang, burung ataupun binatang lain. Dalam hal ini terdapat kisah yang patut dijadikan pelajaran. Yaitu kisah seorang kakek yang menanam pohon zaitun.

Dikisahkan bahwa suatu hari raja Anusyirwan ketika sedang berburu menjumpai seorang kakek tua sedang menanam pohhon zaitun. Melihat hal itu raja berkata kepada kakek tua itu: “wahai kakek, bukan sekarang saatnya kau menanam zaitun, karena dia pohon yang sangat lama tumbuhnya, sehingga bila dia berbuah pasti engkau sudah meninggal”. Mendengar kata-kata raja itu, kakek tua dengan bijak menjawab: “wahai raja, orang-orang sebelum kita telah menanam, lalu kita memakan hasilnya, maka sekarang kita menanam. Supaya orang-orang sesudah kita dapat memakan hasilnya”

Mendengar jawaban kakek tua itu, raja pun merasa senang dan memberinya sejumlah hadiah.

Sepatutnya begitulah orang-orang berpikir bahwa kita telah mengambil manfaat dari apa yang telah diusahakan oleh orang lain, maka kitapun akan melakukan sesuatu demi kemanfaatan yang dapat dirasakan oleh orang lain pula. Seorang Muslim yang menanam tanaman tidak akan pernah merasa rugi, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan oleh bumi kita diami. Tanaman yang dia tanam, lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal ataupun jalan haram, tetap saja yang menanamnya akan mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah baginya, walaupun dia tidak meniatkan tanamanny yang diambil atau dirusak orang atau hewan itu sebagai sedekah.

Begitu pentingnya menanam pohon sebagai upaya untuk memelihara lingkungan, maka dalam hadis lain Rasulullah memerintahkan untuk menanami tanah-tanah yang kosong. Bahkan kalau pemilik tanah itu tidak sanggup menanaminya, Rasulullah menganjurkannya untuk mencari orang lain yang akan menggarapnya.

Dari Abu Hurarah ra. Dia berkata: “Rasulullah saw bersabda ‘siapa yang memiliki tanah hendaklah dia menanaminya, atau hendaklah dia serahkan kepada saudaranya untuk ditanami, jika tidak mau, maka hendaklah dia tahan (kepemilikan) tanah itu (disewakan kepada orang lain untuk ditanami) (HR Bukhari)

Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah sangat menghargai tanah yang merupakan karunia Allah swt. Karena itu orang yang memiliki tanah cukup luas tetapi tidak sanggaup untuk mengelola dan memanfaatkan tanahnya dengan menanaminya, diperintahkan untuk menghibahkannya kepada saudaranya agar dikelola, atau disewakan kepada orang lain untukdigarap. Dengan cara demikian maka dia tidak dianggap menelantarkan lahan. Selain itu dia telah menolong orang lain dengan memberiya pekerjaan.

Begitulah Islam sejak zaman Nabi telah memperhatikan lingkungan sebagai upaya pelestarian lingkungan itu sendiri sehingga tidak terbengkalai bahkan memberikan manfaat dan maslahat kepada umat manusia.

 

Share:

0 Post a Comment:

Posting Komentar

Pengikut

Definition List

Unordered List

Support