Pengkodifikasian hadis dalam sejarahnya
mengalami perkembangan. Setelah kebijakan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz
secara resmi menginstruksikan pengkodifikasian hadis, penyusunan kitab-kitab
hadis oleh para ulama hadis berkembang secara pesat. Para ulama hadis mulai mengumpulkan
kemudian menyeleksi dan akhirnya berhasil menyusun berbagai jenis kitab hadis.
Bahkan mereka tidak hanya berhenti di sini, masa seleksi dilanjutkan dengan
masa pengembangan dan penyempurnaan sistem penyusunan kitab-kitab hadis.
Kitab Al-Jāmi’
Kata al-Jāmi’ secara etimologi berarti
menghimpun, mengumpulkan, dan mencakup. Boleh jadi kata al-Jāmi’ dimaksudkan
kitab yang mencakup, menghimpun atau mengumpulkan segala permasalahan. Secara
terminologi diartikan: Al-Jāmī’ adalah kitab hadis yang memuat seluruh bab-bab
hadis meliputi 8 masalah yaitu masalah akidah (aqā’id), hukum (Fikih), perbudakan (riqaq), adab makan minum, tafsir, sejarah dan riwayat hidup,
sifat-sifat akhlak (syama’il),
berbagai fitnah (fitan), dan
kisah-kisah (manāqῑb).”
Buku hadis al-Jāmī’ adalah ragam pembukuan
hadis yang paling lengkap, karena ia mencakup segala permasalahan sebagaimana
di atas, tidak hanya terfokus satu masalah saja. Segala aspek agama dan segala
aspek kehidupan manusia dimuat dalam kitab tersebut. Kelebihan kitab ini adalah
sangat jelas, karena memiliki daya tampung yang sangat luas terhadap berbagai
topik. Hadis dapat dicari berdasarkan tema yang melingkupinya. Misalnya jika
ingin mencari hadis tentang shalat, tinggal membuka bab shalat. Contoh kitab
al- Jami’ sebagai berikut : al-Jāmi` lī
al-Imām `Abd al-Razzāq bin Hammam as-San`anī karya al-San’anī (w. 211 H.) al-Jāmi`
aṣ-Ṣaḥīḥ lī al-Bukhārī karya Imam al-Bukhārī (w. 206 H.) al-Jāmi`
aṣ-Ṣaḥīḥ lī Muslim karya Imam Muslim (w. 261 H) Jāmi` al-Tirmużī karya at-Tirmiżī (w. 279 H).
Kualitas kitab al-Jāmi’ karya Imam
al-Bukhari dan Muslim disepakati oleh para ulama sahih seluruhnya sebagaimana
disebutkan pada nama kitab tersebut yang menyebutkan kata as-Ṣahῑh di dalamnya;
al-Jāmi` al-Ṣahῑh li al- Bukhārῑ dan al-Jāmi` al-Ṣahῑh li al Bukhāri. Menurut
penulisnya seluruh hadis yang terkandung di dalamnya berkualitas sahih
seluruhnya. Sedang kitab al-Jāmi` li al-Imām `Abd al-Razzaq bin Hammam al Ṣan`anῑ
(w. 211 H), dan Jāmi`al-Turmużi sekalipun disebut kitab al-Jami’, namun
kualitasnya sama dengan kitab Sunan yakni ada yang shahih, hasan, dan dha`if.
Dengan demikian nama al-Jami’ tidak menunjukkan kualitas hadis yang dikandung.
Ia hanya menunjukkan bahwa kitab tersebut memuat segala hadis yang mencakup segala
permasalahan sebanyak 8 masalah.
Kitab
as-Sunan
Secara
etimologi kata sunan merupakan bentuk jama’ dari kata sunnah yang diartikan at
̣-tariqah berarti jalan atau al-sirah berarti perjalanan hidup atau sejarah.
Secara terminologi sunah adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi Saw. baik
perkataan, perbuatan dan persetujuan (taqrīr), sama dengan hadis. Dalam sunan
tidak menyebutkan hadis mauqūf (berita yang disandarkan kepada sahabat) dan
maqthu’ (berita disandarkan kepada tabi’in). Dalam kitab al-Risalah al-Mustat
̣rafah disebutkan bahwa kitab sunan adalah sebagai berikut : Kitab hadis yang
tersusun berdasarkan bab-bab fikih, dari bab iman, bersuci, shalat, zakat dan
seterusnya. Di dalam kitab ini tidak ada tidak ada hadis mauquf, karena hadis mawquf
tidak dinamakan sunah dalam istilah mereka tetapi dinamakan hadis.
Sementara
yang dimaksud kitab sunan di sini adalah himpunan beberapa hadis yang didapat
dari para syaikhnya dengan menggunakan teknik penghimpunan seperti sistematika
kitab fikih pada umumnya. Yakni memuat bab taharah (kesucian), shalat, zakat,
puasa dan haji. Bab mu’amalat mengandung jual beli (buyū’), sewa menyewa (ijarah),
gadai (rahn) dan lain-lain. Bab
munakahāt dan faraiḍ (pernikahan dan harta warisan) dan jinayat dan ḥudūd
(pidana dan hukumannya) dan lain-lain. Di dalam kitab Sunan ini dijelaskan
kualitasnya, ada yang sahih, hasan dan da’if.
Contoh
kitab Sunan antara lain: Sunan Abῑ Dāwūd
karya Abu Dawūd (w. 275 H) Sunan al-Nasā’î, karya al-Nasā’i (w. 303 H) Sunan Ibn Mājah, karya Ibn Mājah (w. 273 H)
Kitab-kitab
Sunan ini adalah perkembangan pembukuan hadis pada abad ke-3 H, yakni masa
kejayaan pengkodifikasian, sehingga buku Sunan ini termasuk sebagian buku hadis
yang dijadikan buku induk hadis. Kitab hadis yang dijadikan buku induk sebanyak
6 kitab, yaitu 3 al-Jami’ dan 3 Sunan, yaitu: Al-Jāmi` al-Ṣaḥῑḥ lī al-Bukhārῑ
Al-Jāmi` al-Ṣaḥῑḥ lῑ Muslim, Jāmi` al-Turmużī, Sunan Abῑ Dāwūd Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah.
Kitab
Al-Muṣannaf
Kitab
Muṣannaf secara etimologi diartikan sesuatu yang tersusun. Mus ̣annaf adalah
perkembangan pembukuan Hadis abad ke-2 H tentunya lebih maju dari pada ṣuḥuf
atau ṣaḥifah pada abad sebelumnya yang hanya penghimpunan hadis saja tanpa
menyebutkan bab perbab. Tetapi ia tidak lebih maju dari Sunan, karena di dalam
Sunan sudah terpisahkan antara hadis dari Nabi dan perkataan sahabat. Dalam musannaf penghimpunannya sudah menyebutkan bab perbab secara sistematis, tetapi
masih campur antara hadis Nabi dan perkataan sahabat. Az-Zahrani menyebutkan
pengertian musannaf adalah: Adalah penghimpunan hadis-hadis yang relevan dalam
satu bab kemudian dihimpun sejumlah dari beberapa bab atau beberapa kitab itu
ke dalam sebuah Muṣannaf.
Musannaf
adalah teknik pembukuan hadis secara perbab pada masa abad kedua ini pada
umumnya penyusunanya didasarkan pada klasifikasi hukum fikih dan di dalamnya
tercampur antar hadis marfu`, mauquf, dan maqthu` atau masih campur antara
hadis Nabi dan fatwa sahabat dan tabi’in. Contoh-contoh kitab Mushannaf antara
lain: Muṣannaf karya Hammad bin Salamah (w. 167 H), Al-Muṣannaf karya Syu’bah
bin Hajjāj (w. 160 H) Al-Muṣannaf karya Sufyan bin Uyaynah (w.
198 H), Al-Muṣannaf karya al-Layś bin
Sa’ad (w.175 H), Al-Muṣannaf karya
Abū Bakar Abdur Razāq bin Ḥammam Aṣ-Ṣan’ani (w. 211 H). Al-Muṣannaf
karya Abū Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi (w. 235). Al-Muṣannaf, karya Baqiy bin Makhlad
al-Qurṭubī (w. 276H).
Kitab al-Mustadrak
Kata Mustadrak (bentuk jamaknya
Mustadrakāt) secara etimologi adalah susulan dari yang ketinggalan atau
menambah yang kurang. Secara terminologi yang digunakan oleh ulama hadis, kitab
Mustadrak adalah: Adalah menghimpun beberapa hadis yang sesuai dengan
persyaratan salah seorang penyusun tetapi belum ditakhrij di dalam kitabnya.
Kitab mustadrak menghimpun hadis-hadis
yang telah memenuhi persayaratan sebuah kitab, tetapi belum dimasukkannya.
Seakan-akan kitab Mustadrak sebagai susulan atau penambahan terhadap kandungan
kitab lain yang telah memenuhi persyaratannya. Sebagaimana Mustadraknya Imam
al-Hakim telah menghimpun beberapa hadis shahih yang belum disebutkan dalam
kitab al-Bukhari dan Muslim dan menurutnya telah memenuhi persyaratan keduanya.
Kitab jenis ini berjasa paling tidak dalam
tiga hal, yaitu: Menampilkan ragam hadis yang – secara sengaja maupun tidak –
diabaikan oleh para penulis kitab sebelumnya; Menampakkan adanya penuturan yang
berbeda terhadap matan hadis tertentu; dan Menunjukkan transmisi hadis tertentu
yang secara subjektif dinilai sahih oleh penulis mustadrak.
Kitab jenis mustadrak yang paling
populer–meskipun banyak mendapat kritik dari para pembelajar hadis–adalah al-Mustadrak `ala as ̣-Sahihain yang
ditulis oleh Abī Abdillah al-Ḥakim al-Naisaburī (w. 405 H)
Kitab
al-Mustakhraj
Mustakhraj (jamaknya mustakhrajāt) secara
etimologi dari kata (kharaja) yang berarti keluar, (istakhraja) berarti
mengeluarkan. Teknik pembukuan Mustakhraj secara terminologi diartikan: Yaitu
seorang hafiẓ bermaksud mengeluarkan hadis-hadis dari sebuah kitab hadis
seperti Ṣaḥīḥ lī al-Bukhārī atau Ṣaḥīḥ Muslim dan atau yang lain dengan
menggunakan sanad sendiri yang bukan sanad kitab tersebut, maka bisa bertemu
pada sanad itu pada syaikhnya atau orang di atasnya walaupun pada sahabat serta
memelihara urutan, matan dan jalan sanadnya.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa
mustakhraj ialah seorang penghimpun hadis mengeluarkan beberapa buah hadis dari
sebuah buku hadis seperti yang diterima dari gurunya sendiri dengan menggunakan
sanad sendiri, maka akan terjadi pertemuan pada syaikhnya atau orang di
atasnya. Seperti yang dilakukan oleh Abī Bakar al-Isma’ilī mengeluarkan
beberapa hadis dari kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhari dengan menggunakan sanad sendiri
yang diterima dari guru- gurunya. Berikut ini adalah kitab-kitab berjenis “mustakhrajat”, antara lain:
Al-Mustakhraj `alā al-Ṣahihain: karya Abū Nu`aim al-Aṣbahanī (w. 430 H). karya Ibn
al-Akhrām (w. 344 H). karya Abū Bakr al-Barqani (w. 425).
Al-Mustakhraj `alā al-Jāmi` li
al-Bukhāri: karya al-Isma`ili (w.
371 H). karya al-Gaṭrifī (w. 377 H). karya Ibn Abi Ḍuhl (w. 378 H).
Al-Mustakhraj `alā al-Ṣahῑh lῑ Muslim: karya Abu
`Awanah al-Asfarayaini (w. 310 H). karya al-Hayiri (w. 311 H). karya Abu Hamid al-Harawi (w. 425 H). Al-Mustakhraj `alā Sunan Abῑ Dāwūd, karya
Qasim Ibn Aṣbag.
Al-Mustakhraj `ala Kitāb al-Tauhid li Ibn Khuzaimah, hasil kerja Abu Nu`aim alAshbahani.
Kitab
al-Musnad
Kata Musnad secara etimologi diartikan
sandaran atau yang disandari. Dalam periwayatan hadis harus disertai sandaran
(sanad), dari siapa seorang rawi menerima sebuah hadis. Dalam sejarah penghimpunan
dan pengkodifiksian, hadis didasarkan pada hafalan dan ingatan para ulama.
Sandaran ini sebagai pedoman dan pegangan dalam periwayatan, sehingga penetapan
sah atau tidaknya suatu hadis sangat bergantung pada sanad ini. Dalam pembukuan
hadis, musnad ini dijadikan nama teknik pembukuan yang secara terminologi studi
hadis diartikan sebagai berikut: “Kitab Musnad adalah kitab yang mentakhrij
(mengeluarkan ) hadis -hadisnya didasarkan pada nama-nama sahabat dan
penghimpunan beberapa hadis pada masingmasing sahabat sebagian kepada
sebagian.”
Pembukuan hadis yang didasarkan pada nama
para sahabat yang meriwayatakannya adalah musnad. Sistematika penghimpunan
Hadis didasarkan pada nama para sahabat yang meriwayatkannya tanpa
memperhatikan permasalahan atau topik hadis serta kualitasnya. Misalnya semua
hadis Nabi yang diperoleh seorang periwayat melalui `Aisyah dikelompokkan pada
bab hadis-hadis Aisyah, hadis-hadis yang didapatkan seorang periwayat dari
seorang sahabat `Abdullah bin `Abbas dikelompokkan pada bab hadis-hadis
`Abdulah bin `Abbas, dan seterusnya tanpa melihat topiknya.
Penulis kitab musnad memiliki pendekatan
dan warna yang berbeda dalam menulis kitabnya, yaitu: Ada yang menulisnya
dengan pendekatan urut-urutan huruf alfabet (merupakan cara yang paling mudah
dan memudahkan); Ada yang menulisnya
berdasarkan urutan waktu masuk Islam, mulai dari Abū Bakr as ̣-Ṣiddiq dan
seterusnya; Ada yang berdasarkan kabilah
(kelompok); Ada yang menulisnya berdasarkan pengelompokkan wilayah
negara/tempat asal; dan lain sebagainya.
Kitab hadis yang disusun secara musnad ini
misalnya ; Musnad Imam Ah ̣mad bin Hanbal (w. 241 H). Musnad Abū Bakar Abdullah bin Az-Zubair
Al-Humaidi (w. 219 H). Musnad Abū Dawūd Sulaiman bin Dawūd At ̣-Ṭayālisī (w.
204 H). Musnad Asad bin Musa Al-Umawi
(w. 212H). Musnad Musaddad bin Musarhad al-As'adī al-Bas ̣rī (w.228 H), dan
lain-lain.
Kitab
al-Mu’jam
Kata Mu`jam, secara etimologi pada awalnya
diartikan sesuatu yang tidak jelas atau sesuatu yang terkunci, kemudian
diartikan semacam kamus yang berfungsi memperjelas arti kalimat yang tidak
jelas tersebut. Kitab Mu’jam dalam terminologi studi hadis adalah: Mu’jam
adalah buku yang menyebutkan hadis-hadis nya didasarkan pada nama sahabat atau
nama syaikhnya atau didasarkan pada nama negeri gurunya pada umumnya secara
abjadi atau hija’i (sesuai dengan urutan huruf hija’iyah).
Berikut ini adalah di antaranya contoh
kitab mu’jam:
1. Al-Mu`jam al-Kabῑr, karya Abū al-Qasim Sulaiman Ibn Ahmad at ̣-Ṭabarani
(w. 360 H). Kitab ini ditulis dalam bentuk musnad mu`jami (al fabetis), dengan
tidak menyertakan hadis-hadis Abu Hurairah yang ditulisnya secara terpisah.
Kitab ini memuat sekitar enam puluh ribu hadis, dan merupakan kitab mu`jam
terbesar di dunia. Ketika dalam sebuah karya tulis disebut “mu`jam”, maka yang
dimaksud adalah kitab “Mu`jam al-Kabῑr”
ini.
2. Al-Mu`jam al-Ausāṭ, karya at ̣-Ṭabarani juga. Kitab ini ditulis secara
al fabetis berdasarkan nama-nama guru dari para penutur hadis. Di dalamnya
dimuat lebih kurang dua ribu nama guru hadis, bahkan ada yang menghitungnya
sampai tiga ribu nama.
3. Al-Mu`jam aṣ-Ṣagir, masih kerja pena at ̣-Ṭabarani. Kitab ini merupakan
ringkasan dari kitab al-Mu`jam al-Awsāt ̣,
di mana sekitar seribu nama guru hadis saja yang dimuat. Tidak berhenti sampai
pada pengurangan pencantuman nama-nama guru, dalam buku ini, secara umum dari
tiapa- tiap guru hadis hanya ditulis satu hadis saja.
Sumber : Hadis Ilmu Hadis Kementerian Agama RI
NB : Untuk Kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas X
0 Post a Comment:
Posting Komentar