Umat Islam di masa-masa awal sejarahnya
sangat memperhatikan ilmu pengerahuan. Hal itu menunjukkan respon yang positif
umat Islam ketika itu terhadap perintah untuk mencari ilmu pengetahuan yang
bukan hanya terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an, akan tetapi juga dipertegas
perintah mencari ilmu itu dalam banyak hadis Nabi Muhammad saw yang
memerintahkan untuk terus, tidak berhenti mencari ilmu sejak masih kecil hingga
akhir hayat. Bahkan beliau juga memerintahkan untuk mencari ilmu itu dimanapun,
sehingga beliau menyebutkan walaupun sampai ke negeri Cina.
Lalu kenapa sekarang umat Islam tertinggal
dari bangsa-bangsa Eropa dan Amerika dalam penguasaan ilmu pengetahuan. Menurut
para cendekiawan hal itu bermula ketika perhatian ulama beralih kepada
asceticism atau pandangan hidup yang lebih cenderung meninggalkan hal-hal yang
bersifat duniawi dan beralih kepada orientasi hidup keakhiratan (ukhrawy). Pandangan
yang seperti itu mengakibatkan pula ditinggalkannya aktifitas mendalami
ilmu-ilmu natural maupun ilmu-ilmu social yang dianggap keduniaan.
Sekarang dunia Islam telah lama menyadari
ketertinggalan dan kekalahan umat Islam dibanding umat-umat lain. Kesadaran
tentang pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan juga sudah muncul dalam hati
umat Islam. Untuk memperkuat dorongan kepada kaum Muslimin agar mau menggali
ilmu pengetahuan, kita akan mempelajari hadis-hadis Rasulullah saw terkait hal
ini.
Hadits riwayat Ibnu Majah
طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“mencari ilmu itu wajib atas setiap
orang Muslim” (diriwayatkan oleh Ibnu
Majah)
Hadis
yang diriwayatkan pertama kali oleh Anas bin Malik salah seorang sahabat terdekat
Rasulullah ini dapat dijumpai di banyak kitab Hadis, antara lain di Sunan Ibn
Majah salah satu diantara enam kitab Hadis (al-Kutub al-Sittah) yang paling
mu’tabar (paling diakui dan dijadikan referensi). Selain Anas bin Malik,
sahabat Rasulullah yang juga meriwayatkan hadis ini adalah Abu Said al-Khudri
sebagaimana disebutkan dalam kitab Musnad al-Syihab karya Muhammad bin Salamah
bin Ja’far. Karena banyaknya kitab yang mencantumkan hadis ini, maka hadis
inipun sangat sering dikutip dalam karya-karya ilmiah, buku-buku maupun tulisan
popular serta seminar dan ceramahceramah.
Namun
demikian Ibn Majah sendiri menganggap hadis ini termasuk hadis dla’if (lemah,
tidak sahih). Kelemahan hadis ini terletak pada seorang rawinya yang ada pada
rangkaian sanad yaitu Hafash bin Sulaiman yang dinilai tidak tsiqah oleh Yahya
bin Ma’in dan dikatakan matruk oleh Ahmad bin Hanbal dan Bukhary. Jadi
penilaian bahwa hadis ini lemah adalah didasarkan pada kelemahan diri seorang
perawinya.
Meskipun
hadis di atas dla’if dari sisi perawi, akan tetapi kandungan matn-nya sejalan
dengan ajaran al-Qur’an yang memerintahkan kaum Muslimin menggali pengetahuan,
antara lain surat al-Taubah ayat 122, dan surat al-‘Alaq ayat 1-5. Artinya,
hadis ini mengandung ajaran untuk mengamalkan perbuatan-perbuatan yang baik
yang disebut fadla’ilul a’mal. Hadis yang mengandung ajaran fadla’ilul a’mal
ini, meskipun kualitasnya dla’if, menurut para ulama hadis boleh dijadikan
dasar perbuatan. Pendapat serupa ini antara lain dikemukakan oleh Ahmad bin
Hanbal.
Perintah
mencari ilmu ini, betul-betul diperhatikan oleh kaum Muslimin sehingga sejak
awal perkembangan peradaban Islam aktifitas belajar dan mengajar sangat
intensif dilakukan. Beberapa sahabat dikirim oleh Rasulullah ke berbagai tepat
seperti Yaman, Syam, dan Mesir untuk memberikan pengajaran. Setelah itu, di
masa tabiin banyak pencari ilmu yang melakukan rihlah ilmiyah yakni perjalanan
ke berbagai kota dan negeri untuk mencari ilmu.
Rihlah
ilmiyah dilakukan karena kebanyakan pelajar Islam tidak puas dengan pengetahuan
yang diperoleh dari belajar kepada sedikit guru. Karena itu mereka tidak
segan-segan melakukan perjalanan jauh untuk belajar pada guru di kota-kota yang
mereka tuju. Dengan aktifitas rihlah ilmiyah ini, pendidikan Islam di masa
klasiktidak hanya dibatasi dinding ruang belajar, akan tetapi Pendidikan Islam
memberi kebebasan kepada murid-murid untuk belajar kepada guru-guru yang mereka
kehendaki. Selain murid-murid, guru-guru juga melakukan perjalanan dan
berpindah dari satu kota ke kota lain untuk mengajar sekaligus belajar. Dengan
demikian aktifitas rihlah ilmiyah mendorong lahirnya learning society (masyarakat belajar).
Fungsi Ilmu di Masyarakat
Ilmu
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu
manusia menciptakan teknologi, membangun peradaban dan kebudayaan, serta
membentuk lembaga-lembaga atau institusi social. Dengan ilmu, manusia mengatur
tata kehidupan dan pola interaksi sesama manusia. Hadis berikut menjelaskan
sebagian fungsi ilmu.
Dari
Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya diantara tanda-tanda hari kiamat adalah hilangnya ilmu,
merebaknya kebodohan, menyebarnya perzinaan, dan semakin banyak orang minum
khamar …. (HR. Turmudzi)
Hadis
yang dinilai shahih oleh Imam al-Turmudzi ini menjelaskan bahwa kiamat,
kehancuran alam, tidak akan terjadi selama ilmu masih menjadi penduan kehidupan
manusia. Sebaliknya, hilangnya ilmu merupakan salah satu syarat akan datangnya
hari kehancuran tersebut. Sebab hilangnya ilmu itu akan merembet pada kebodohan
manusia, dan kebodohan manusia itu akan menyebabkan mereka melakukan
pelanggaran dan pengrusakan. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhary
dikatakan bahwa hilangnya ilmu akan menyebabkan terjadinya banyak pembunuhan.
Semua tindakan negative itu akan mengantarkan pada bencana yang lebih besar
yaitu kehancuran alam semesta, atau yang disebut kiamat.
Hadis
lain yang menggambarkan fungsi ilmu dalam kehidupan adalah:
Hadis
dari Abdullah bin Amr bin Ash, dia berkata saya mendengar Rasulullah saw
bersabda: “sesungguhnya Allah tidak akan
mencabut ilmu dengan cara merampasnya dari dada manusia, akan tetapi Dia
mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama. Sehingga bila tidak ada lagi
orang alim, manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh.
Jika mereka ditanya mereka akan member fatwa tanpa dasar ilmu, maka mereka
sesat dan menyesatkan”. (diriwayatkan oleh al-Bukhary)
Jadi
menurut hadis ini, ilmu dapat menyelamatkan manusia dari kesesatan, dan menghindarkan
komunitas manusia dari kepemimpinan orang-orang yang bodoh yang akan
menjerumuskan mereka ke jalan yang salah.
Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa fungsi ilmu secara umum adalah menghindarkan
manusia dari kebodohan, pelanggaran dan kesalahan-kesalahan yang lain. Fungsi
ilmu tentu tidak hanya secara masal, akan tetapi fungsi ilmu dapat dilihat
secara individual, yaitu mengalirkan pahala kepada orang yang mengajarkan ilmu
yang bermanfaat bagi orang lain. Hal itu disebutkan dalam hadis:
Dari
Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda “Jika anak Adam (manusia)
mati, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali dari tiga hal yaitu shodaqoh
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya. (diriwayatkan
oleh Muslim, Turmudzi, Nasai dll)
Jadi
salah satu fungsi ilmu adalah mengalirkan pahala kepada orang yang mengajarkan
ilmu tersebut, dan dimanfaatkan oleh orang yang belajar darinya.
Hadits riwayat Abu Darda
“Dari
Abu Ad Darda lalu berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa meniti jalan
untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mengiringinya berjalan menuju surga.
Sungguh, para malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut
ilmu. Orang yang berilmu sungguh akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan
bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan seorang alim dibanding ahli
ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang. Para
ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah
mengambil bagian yang banyak.
Berdasarkan
hadis di atas, setidaknya ada lima keistimewaan orang berilmu yaitu:
1. Diiringi perjalannya oleh Allah menuju surga
Surga adalah kehidupan
yang diidentikkan dengan keindahan, kesenangan, kenikmatan, kedamaian,
kesejahteraan, kenyamanan dan sebagainya. Orang yang sedang berusaha dengan
sungguh-sungguh mencari ilmu dan bersabar serta tabah menghadapi segala
kesulitan yang ada, akan dibantu oleh Allah sehingga dia berhasil menikmati
buah ilmu itu di dunia maupun akhirat. Bangsa-bangsa yang makmur dan sejahtera
adalah bangsa-bangsa yang hidup dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan.
2. Diridhoi oleh para malaikat
Malaikat selalu
memberikan ilham, inspirasi dan bimbingan ke arah yang positif kepada manusia,
sebaliknya syaitan selalu membisikan hal-hal jahat dan negative. Dengan ridho dari
malaikat, pencari ilmu yang sungguh-sungguh akan cenderung kepada hal-hal yang
positif.
3. Didoakan oleh makhluk-makhluk yang ada di udara maupun di darat serta yang ada di dalam air.
Sering muncul berita di
media massa bahwa sekelompok ilmuwan mengemukakan ide untuk melindungi
jenis-jenis binatang dan berbagai macam tanaman dari kepunahan. Maka lahirlah
undang-undang dan peraturan-peraturan untuk konservasi alam. Ilmuwan pula yang
terus mengingatkan bahaya pencemaran udara terhadap lapisan ozon yang pada
jangka panjang akan berakibat buruk pada kehidupan bumi. Begitu juga para
ilmuwan yang menyelamatkan ikan-ikan besar yang tersesat sehingga terdampar dan
sekarat di pantai, lalu para ilmuwan itulah yang berinisiatif membawa mereka
kembali ke tengah lautan. Pemikiran untuk menyelamatkan binatang tumbuhan, atau
air dan udara tidak lahir dari pengusaha, pedagang atau pemburu yang hanya
memikirkan bagaimana mengambil keuntungan dan kesenangan dari semua itu.
4. Dinilai lebih utama dibanding ahli ibadah
Argumen yang paling
rasional untuk pernyataan ini adalah bahwa manfaat dari ilmu yang dimiliki
seorang alim dirasakan bukan hanya oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh orang
banyak. Sedangkan manfaat ibadah seseorang lebih dirasakan oleh dirinya
sendiri, meskipun dapat pula member inspirasi pada orang lain.
5. Dinyatakan sebagai pewaris para nabi
Keberlangsungan ajaran para nabi
dijaga oleh para ulama yang secara turun temurun dari generasi ke generasi
mengajarkan konsep-konsep akidah, tata cara beribadah, prinsip-prinsip akhlak,
dan aturan-aturan bermuamalah yang telah disampaikan para nabi. Karena itulah
mereka disebut pewaris nabi. Dan hal itu merupakan kehormatan yang besar.
Orang
yang berilmu laksana tanah yang subur yang menumbuhkan berbagai tanaman yang
berguna bagi manusia dan makhluk lainnya, dan bagaikan kolam penampung air yang
sangat berguna untuk mencukupi kebutuhan minum manusia, binatang ternak dan
untuk menyirami tanaman. Singkat kata orang yang berilmu manfaatnya sungguh
sangat luar biasa, ia hidup tidak hanya untuk dirinya, tapi juga berguna bagi
orang lain, masyarakat dan lingkungannya.
Karena
pentingnya ilmu itu, firman Allah yang pertama kali diturunkan kepada
utusan-Nya adalah perintah membaca. Membaca adalah salah satu metode untuk memperoleh
dan mempelajari ilmu. Membaca tidak terbatas pada tulisan yang ada di dalam
buku, akan tetapi membaca juga mengamati fenomena sosial dan gejala-gejala alam.
Sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an, misalnya surat al-Baqarah
ayat 164: “sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan pada pergantian
malam dan siang, pada kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang
bermanfaat bagi manusia, dan pada apa yang diturunkan oleh Allah dari langit
berupa air (hujan) lalu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia
tebarkan di bumi itu bermacammacam binatang, dan pada perkisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi, semua itu sungguh merupakan
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berpikir”. Oleh karena itu
pada surat Yunus ayat 101 Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan
pengamatan (observasi) terhadap gejala-gejala alam tersebut.
Ayat-ayat
tersebut memberikan pemahaman kepada kita untuk senantiasa belajar, dan
menganalisa segala persoalan yang ada di sekitar kita. Dan sekaligus membuka
mata kita bahwa belajar itu tidak hanya dengan cara bergelut dengan buku dan di
bangku sekolah, akan tetapi juga dapat dilakukan dengan cara menganalisa
fenomenafenomena (gejala-gejala) yang ada di lingkungan kita.
Perbandingan
antara Ilmu dan Harta
Ketika
Nabi Sulaeman a.s. ditawari Allah swt tiga hal; harta, kekuasaan, dan ilmu
beliau memilih ilmu pengetahuan. Pilihan itu mungkin tidak populis kalau kita
menggunakan ukuran manusia sekarang, karena merupakan pilihan yang merugikan.
Realitas masyarakat sekarang ini kebanyakannya lebih mementingkan harta
daripada ilmu pengetahuan. Mereka lebih memilih membeli sawah dan kebun yang
luas, menyediakan modal untuk membeli ruko yang banyak, daripada memberikan modal
kepada anak-anaknya untuk pendidikannya. Banyak yang tidak sekolah bukan karena
tidak punya uang untuk membayar sekolahnya, tetapi karena orangtuanya lebih
memilih untuk mewariskan harta dari pada ilmu. Tetapi pilihan Nabi Sulaeman
adalah pilihan cerdas dan terbaik. Dengan ilmunya ia memperoleh kekuasaan dan
limpahan harta yang tiada bandingannya baik sebelum maupun setelahnya.
Ali
bin Abi Thalib r.a. juga pernah ditanya: “Wahai Ali, mana yang lebih utama;
ilmu atau harta?” Ali menjawab, “Ilmu lebih utama dari pada harta. Ali kemudian
memberikan sepuluh alasannya ;
1. Ilmu warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan Qarun dan Fir’aun.”
2. Ilmu bisa merawat dirimu. Sedang harta, kamulah yang merawatnya.”
3. Orang yang memiliki harta cenderung mendapat banyak musuh. Sedang orang berilmu punya banyak teman.”
4. Harta ketika digunakan akan berkurang. Sedang ilmu semakin banyak digunakan semakin bertambah.”
5. Orang berharta biasa diberi gelar si Bakhil. Sedang orang berilmu selalu diberi gelar-gelar yang mulia dan terhormat.”
6. Harta benda harus dijaga dari pencuri. Sedang ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri.”
7. Di hari kiamat nanti orang berharta dihisab sebab hartanya. Sedang orang berilmu kelak di hari kiamat dapat syafa’at sebab ilmunya.”
8. Seiring waktu berjalan, harta semakin lama kian habis dan rusak. Sedang ilmu, takkan bisa habis maupun rusak.”
9. Harta bisa mengeraskan dan menggelapkan hati. Sedang ilmu menerangi hati.”
10. Orang berharta biasa dikatakan sombong sebab kekayaannya. Sedang orang berilmu biasa disebut orang tawadhu’, rendah hati, sebab ilmunya,
Ali
bin Abi Thalib memang salah seorang cerdik pandai dari sahabat-sahabat
Rasulullah saw. Beliau sangat memahami peranan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia di dunia maupun di akhirat. Dalam satu khutbahnya beliau berkata,
“siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, siapa yang
menginginkan akhirat hendaklah dengan ilmu, dan siapa menginginkan keduanya
hendaklah dengan ilmu”
Peradaban Besar Berdiri
di atas Kegemilangan Ilmu Pengetahuan
Kebenaran
al-Quran dan hadits adalah kebenaran pasti dan niscaya yang tidak bisa ditawar.
Kebenaran itulah yang kemudian menjadi spirit ummat Islam untuk menggali ilmu
pengetahuan. Mereka adalah ummat yang haus dan tamak dengan ilmu. Mereka
menjadi ummat pembelajar. Penggalian ilmu pengetahuan menjadi tradisi ummat
Islam, baik ilmu-ilmu keagamaan maupun ilmu profan, bahkan filsafat. Mereka
rela menjual segala harta bendanya untuk mendanai rihlah (pengembaraannya)
menuntut ilmu. Bahkan di antara ulama ada yang rela tidak menikah karena
khusyuk belajar dan berkarya. Kebangkitan peradaban Islam akhirnya tidak bisa
terbendung. Ia lahir dan mencuak menjadi peradaban baru yang meneguasai tiga
benua; Asia, Afrika, dan sebagian benua Eropa. Ummat Islam telah menikmati
kejayaannya pada saat Eropa masih berkutat dengan keterbelakangan dan
kebodohannya.
Karya-karya
ummat Islam diberbagai bidang ilmu pengetahuan tumbuh subur. Pada tahun 800M
pabrik kertas pertama berhasil didirikan di Baghdad. Perpustakaan pun
bermunculan di hampir seluruh negeri Arab (Islam) yang dulu dikenal sebagai
bangsa nomad yang buta huruf dan cuma bisa mengangon kambing. Direktur
observatorium Maragha, Nasiruddin At Tousi memiliki kumpulan buku sejumlah
400.000 buah. Di Kordoba (Spanyol) pada abad 10, Khalifah Al Hakim memiliki
suatu perpustakaan yang berisi 400.000 buku, sedangkan 4 abad sesudahnya raja
Perancis Charles yang bijaksana hanya memiliki koleksi 900 buku. Bahkan
Khalifah Al Aziz di Mesir memiliki perpustakaan dengan 1.600.000 buku, di
antaranya 16.000 buah tentang matematika dan 18.000 tentang filsafat.
Pada
masa awal Islam dibangun badan-badan pendidikan dan penelitian yang terpadu.
Observatorium pertama didirikan di Damaskus pada tahun 707 oleh Khalifah Abdul
Malik dari Bani Umayah. Kemudian didirikan observatorium-observatorium
berikutnya; Baitul Hikmah yang dibangun oleh al-Makmun di Baghdad dan Darul
Hikmah yang dibangun oleh al-Hakim di Mesir. Selain itu ada observatorium
Dinasti Hamadan yang dikelola oleh Ibn Sina dan observatorium Umar Khayyam.
Para
ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic
Numeral) untuk menggantikan sistem bilangan Romawi yang kaku. Bayangkan
bagaimana ilmu Matematika atau Akunting bisa berkembang tanpa adanya sistem
“Angka Arab” yang diperkenalkan oleh ummat Islam ke Eropa. Kita mungkin bisa
menuliskan angka 3 dengan mudah memakai angka Romawi, yaitu “III,” tapi
bagaimana dengan angka 879.094.234.453.340 ke dalam angka Romawi?
Selain
itu Al Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu Algorithma dan juga Aljabar
(Algebra). Omar Khayam menciptakan teori tentang angka-angka “irrational” serta
menulis suatu buku sistematik tentang Mu’adalah (equation). Di dalam ilmu
kedokteran, ilmuwan Muslim juga mencapai kemajuan. Dalam bidang ini dunia
mengenal Ibnu Sina (Avicenna) yang karyanya al-Qanun fi al-Thibbi diterjemahkan
ke bahasa Latin oleh Gerard de Cremone (meninggal tahun 1187), yang sampai
zaman Renaissance tetap jadi textbook di fakultas kedokteran Eropa. Ar Razi
(Razes) adalah seorang jenius multi disiplin. Dia bukan hanya dokter, tapi juga
ahli fisika, filosof, ahli theologi, dan ahli syair. Eropa juga mengenal Ibnu
Rusyid (Averroes) yang ahli dalam filsafat. Maka tidaklah heran jika produser
film Robin Hood the Prince of Thieves menyisipkan adegan keterkejutan Robin
Hood dengan kecanggihan teknologi bangsa Moor.
Sayangnya
kejayaan ummat Islam di abad pertengahan itu hanyalah masa lalu. Ummat Islam
hanya bisa mengenang dan membaca sejarahnya. Hanya bisa berbangga dengan
kejayaan pendahulunya. Tetapi belum mampu berbicara banyak dalam pentas dunia.
Bahkan ketika ummat Islam mengabaikan perintah Allah yang saru ini (ilmu) ummat
Islam terperosok dalam jurang keterbelakangan, dan tidak mampu bangkit dari ketertinggalannya.
Ummat
Islam semakin jauh dari ajaran agamanya, semakin jauh dari al-Quran dan hadits
Nabi, semakin jauh dari pengamalan para salaf al-saleh, mereka tidak memahami
bahwa menuntut ilmu dan menjadi orang berilmu adalah perintah Allah dan
perintah Nabi, sebagaimana halnya perintah shalat, sedekah dan yang lainnya.
Maka
tidak ada alasan lagi bagi kita semuanya kecuali menggiatkan diri dengan
belajar dan menuntut ilmu. Menjadikan masyarakat Islam sebagai masyarakat
pencinta ilmu dan pembelajar adalah agenda izzah dan proyek kesalehan besar
yang harus ditunaikan. Karena kebangkitan ummat akan terwujud dengan
kebangkitan ilmu pengetahuannya.
0 Post a Comment:
Posting Komentar