Pernahkah
kita menghayati kisah para nabi? Semua nabi yang Allah utus untuk umatnya,
masing-masing diberi cobaan dan ujian yang berat. Nabi Nuh AS. diberi ujian
sulitnya umatnya menjadi beriman. Dalam masa 950 tahun berdakwah, Nabi Nuh AS.
baru bisa mengajak sedikit umat yang beriman. Bahkan istri dan anaknya yang
bernama Kan’an tidak ikut menjadi orang yang beriman. Keduanya lebih mengikuti
ajakan kaum kafir dan dibinasakan Allah bersama orang-orang kafir lainnya.
Berbeda
lagi dengan Nabi Ibrahim AS. yang juga banyak diuji dengan berbagai cobaan
berat, antara lain hidup di bawah tekanan Raja Namrudz yang kafir dan kejam
yang menghukum secara zalim siapa saja yang tidak menuruti perintahnya dan
membakar Nabi Ibrahim AS. Juga ujian berupa ayah Nabi Ibrahim yang tidak
bersedia beriman karena takut kepada Raja Namrudz, serta ujian berupa perintah
mengorbankan anaknya, Ismail AS. kecil, untuk Allah dengan cara menyembelihnya
secara langsung yang kemudian diganti oleh Allah dengan domba yang gemuk,
memindahkan istrinya Hajar dan anaknya Ismail ke negeri yang jauh dan tandus,
Negeri Mekah.
Nabi
Luth AS. yang diutus Allah membimbing kaumnya yang memiliki kebiasaan buruk
yakni melakukan dosa besar berzina dengan sesama jenis, homoseksual (lesbian
dan gay) agar menjadi beriman. Ujiannya berat, Nabi Luth AS. mendapat tantangan
dari istri beliau sendiri dan pernah diusir oleh umatnya yang kafir dari
kampung halamannya.
Nabi
Ya’qub AS. merupakan ayah teladan yang sabar dalam mengantarkan anakanaknya.
Salah satu anaknya diangkat menjadi nabi., yakni Nabi Yusuf AS. ketika anakanak
Nabi Ya’qub mendengki dan berbuat jahat kepada Yusuf kecil, dan kemudian kepada
Benyamin, adik Yusuf, Nabi Ya’qub hanya mengadu kepada Allah SWT., dengan
bermunajat: “Innama asyku bassi wa huzni ilallahi” (Sungguh hanya kepada Allah,
aku mengadu kesusahan dan kesediahanku). (QS. 12: 86). Nabi Yusuf AS. yang
diuji sejak kecil dengan dimusuhi saudara-saudaranya, dimasukkan ke dalam sumur
tua, dijual sebagai budak oleh para musafir, digoda oleh istri pejabat Mesir,
dan dipenjara bertahun-tahun tanpa proses pengadilan yang adil dan jujur. Nabi
Yusuf AS. ketika diancam penjara menyatakan, “Rabbis-sijnu ahabbu ilayya mimma
yad‘una ni ilaihi...” (Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada
memenuhi ajakan mereka...). (QS. 12: 33). Dan ketika menjadi orang berkuasa di
Mesir dan kejahatan saudara-saudaranya sudah terkuak dan diakui sendiri oleh
mereka, Nabi Yusuf AS. memaafkan dan tidak membalas sedikit pun, baik tindakan
tau ucapan.
Nabi
Ayyub AS. diuji dengan dirusakkan harta bendanya oleh setan, meninggal semua anaknya,
sakit berat yang dideritanya membuat warga negerinya mengusirnya keluar
kampung, bahkan istrinya pun akhirnya tidak bisa bertahan men dampingi Nabi
Ayyub AS. di semua ujian dan bahkan puncak penderitaan, Nabi Ayyub AS. selalu
berzikir dan memuji Allah, “Rabbi anni massaniyadh-dhurru wa anta
arhamur-rahimin” (Ya Tuhanku, sungguh aku tertimpa kesulitan/derita sedangkan
Engkau Maha Penyayang dari semua yang penyayang).
Nabi
Musa AS. yang sejak bayi dicari-cari hendak dibunuh Raja Fir’aun, terpaksa dimasukkan
keranjang dan dilepaskan di anak sungai atas perintah Allah, dan ketika besar
menjadi musuh utama bagi Fir’aun yang zalim, dikejar-kejar hendak dibunuh,
terlunta-lunta di negeri Madyan lalu ditolong oleh Nabi Syu’aib AS.,
diperintahkan Allah menghadapi Fir’aun walaupun hanya ditemani saudaranya, Nabi
Harun AS.
Begitu
pula kesabaran Nabi Isa AS. yang sejak dalam gendongan Ibunda Maryam AS.
dimusuhi oleh kaumnya, dikejar-kejar oleh raja zalim dan sejumlah penyiksaan
lainnya. Dan tentu pula kesabaran Nabi Muhammad SAW. dalam menghadapi kaum yang
musyrik dan kafir di Mekah hingga Allah memerintahkan beliau untuk hijrah ke
Madinah. Di Madinah pun beliau dimusuhi oleh kaum Yahudi dan Nasrani yang
bekerjasama dengan kaum musyrik Mekah. Pada saatnya, beliau dan kaum mukminin
dapat membangun Madinah, bahkan membangun semua penjuru dunia dengan landasan
iman, Islam, dan ihsan.
Akhirnya,
rahmat dan pertolongan Allah SWT. selalu dilimpahkan kepada hambahamba-Nya yang
beriman dan sabar dalam ketaatan. Semua nabi Allah diselamatkan dan dimenangkan
karena kepatuhan dan kesabarannya.
Hadis Riwayat Imam Muslim
dari Shuhaib:
Haddab
bin al-Azdiy dan Syaiban bin Farrukh telah menyampaikan hadis kepada kami,
semuanya dari Sulaiman bin al-Mugirah -- dan lafaznya milik Syaiban. Sulaiman
telah menyampaikan hadis kepada kami. Sabit telah menyampaikan hadis kepada
kami. Dari ‘Abdirrahman bin Abi Laila, dari Suhaib RA., dia berkata, Rasulullah
SAW. bersabda: “Sungguh menakjubkan
keadaan urusan orang yang beriman. Sungguh semua urusannya adalah terbaik. Hal
itu tidak terjadi bagi siapapun, selain bagi orang yang beriman. Jika
mendapatkan kebaikan (kenikmatan), diapun bersyukur dan syukur itu terbaik
baginya. Jika tertimpa kesulitan (penderitaan), diapun bersabar dan sabar itu
terbaik baginya”. (HR. Muslim: 7692)
Hadis Riwayat Imam
Tirmizi dari Mus’ab bin Sa’ad dari ayahnya:
Artinya:
Qutaibah telah menyampaikan hadis kepada kami, Hammad bin Zaid telah
menyampaikan hadis kepada kami, dari ‘Asim bin Bahdalah, dari Mus‘ab bin Sa‘ad,
dari ayahnya, ia berkata: “Aku bertanya,
ya Rasulallah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Rasulullah SAW
menjawab: “Para nabi kemudian yang lebih
semisal itu lalu yang lebih semisal itu lagi. Seseorang itu diberi ujian sesuai
kadar ukuran keagamaannya. Jika keagamaan seseorang itu tebal/kokoh maka
ujiannya pun berat dan jika seseorang itu keagamaannya tipis/lunak, ujiannya
pun sesuai dengan kadar keagamaannya. Tidak henti-hentinya ujian itu ada pada
seorang hamba Allah hingga ujian itu membiarkannya berjalan di atas bumi dengan
tanpa beban dosa/kekeliruan”. (HR. Tirmizi: 2578)
Islam
agama yang indah, mudah, dan sempurna (QS. 5:3). Banyak aspek ajaran Islam yang
mencerminkan keindahan, kemudahan, dan kesempurnaan sebagai agama umat manusia
sepanjang masa. Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa salah satu ajaran
terpenting dalam Islam adalah syukur dan sabar. Dua istilah yang disandingkan
dalam hadis di atas dan Allah pun memuji hamba-hamba-Nya yang senantiasa
menjalani kedua ajaran tersebut. Bersyukur atas nikmat Allah yang lahir
(tampak) maupun yang batin (tak tampak) dengan senantiasa hidup dalam ketaatan
kepada-Nya dan bersabar atas ujian dan cobaan dalam hidup dengan menjadikannya
sebagai tantangan yang pasti berdampak positif di kemudian hari, dunia dan
akhirat.
Kedua
ajaran tersebut sungguh telah terbiasa disampaikan dan dikaji, namun menjalani
keduanya kerap kali dirasa sulit. Begitulah adanya, semua yang baik dan istimewa
sering kali sulit dijalani karena pahalanya yang juga besar dan istimewa.
Hadis
bagian pertama di atas mengajarkan dua hal pokok ajaran dalam agama, syukur dan
sabar. Syukur, menurut ahli hakikat, dipahami sebagai pengakuan yang sadar akan
nikmat Allah Yang Maha Pemberi dalam keadaan tunduk. Sering dinyatakan pula
bahwa hakikat syukur adalah memuji Allah yang memberi terbaik dengan menyebut
keterbaikannya. Syukurnya hamba tidak lain adalah mengucapkan dengan lisan,
mengakui dengan hati atas nikmat Allah. Syukur dibagi menjadi tiga; syukur
lisan dengan mengakui nikmat-nikmat disertai sikap rendah diri (di hadapan
Allah SWT.) Syukur dengan badan serta anggota tubuh dengan memenuhi dan
melayani (Allah SWT.), dan syukur hati adalah dengan iktikaf (ibadah) di atas
bentangan penyaksian (Allah SWT) dengan menjaga keagungan Allah SWT.
Adapun
tingkatan pelaku syukur dikelompokkan dalam dua, syakir dan syakur. Syakir
adalah orang yang bersyukur atas apa yang ada/maujud. Adapun syakur adalah
orang yang beryukur atas apa yang terhilang/mafqud. (al-Qusyairi: 1998, 210). Artinya,
pada umumnya, dan demikian ini wajar, orang bersyukur atas apa yang ada,
misalnya nikmat sehat, kuat, rizki, dan seterusnya. Ini maqam syakir. Namun
bagi orang yang berproses sampai dalam maqam syakur, akan senantiasa bersyukur
walaupun sesuatu yang ada sudah berkurang atau hilang, misalnya sedang sakit
(kurang atau hilangnya sehat), lemah (kurang/hilangnya kuat), sulit ekonomi,
dan seterusnya. Dalam konteks demikian, Nabi Muhammad SAW. ketika ditanya oleh
Aisyah RA. ummul mukminin: “Wahai Rasulullah, apakah yang membuatmu menangis
(saat shalat malam), padahal Allah sudah mengampuni dosamu yang lalu maupun
yang kemudian?” Rasulullah menjawab: “Bukankah aku ingin menjadi hamba yang
syakur/ahli bersyukur...”. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah,
dan Ahmad). (al-Qusyairi: 1998, 210).
Adapun
sabar adalah menahan diri dalam kebaikan/ketaatan dan menahan diri dari
keburukan/maksiat, serta menahan diri dalam menghadapi musibah. Sabar
dijelaskan oleh Nabi SAW. sebagai ketahanan saat pertama kali ujian datang
(al-shabru ‘inda alshadmati al-ula). (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi,
Nasa’i dari ‘Aisyah RA.). Sabar, secara umum, dibagi dua, yaitu sabar yang
terkait dengan usaha manusia dan sabar yang tidak terkait usaha manusia. Sabar
yang berkaitan dengan usaha manusia adalah bersabar atas apa yang Allah SWT.
perintahkan dan sabar pula atas apa yang dilarang-Nya. Sedangkan sabar yang
tidak terkait usaha manusia adalah bersabar atas kesulitan terkait dalam
menjalani hukum Allah/sunnatullah. Zunnun al-Misri menjelaskan bahwa sabar
adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan, bersikap tenang ketika tertimpa
cobaan, dan menampakkan sikap mampu saat datangnya kefakiran di medan
kehidupan. Ibnu ‘Ata’ menjelaskan bahwa sabar adalah bertahan dengan (menjalani)
cobaan dengan adab yang baik. (al-Qusyairi: 1998, 220).
Dari
hadis pertama di atas, dapat diambil beberapa kandungan, antara lain: Pertama,
betapa menjadi orang beriman adalah anugerah yang terbesar karena iman akan
memandu pemiliknya untuk selamat dan bahagia dunia-akhirat. Islam meyakini
tanpa iman yang benar dan amal shalih yang ikhlas, manusia tidak akan menemukan
keselamatan dan kebahagiaan sejati.
Kedua,
apapun pahit-manisanya kenyataan dalam hidup, bagi orang yang beriman selalu
ada makna keutamaan di dalamnya. Kenyataan-kenyataan itu bukanlah sia-sia
belaka. Di dalam QS. 3: 195 dinyatakan “Robbanaa
ma khalaqta haza batilan, subhanaka faqina ‘azaban-nari” (Wahai Tuhan kami,
tidaklah Engkau ciptakan ini (semua) sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka”.
Ketiga,
ketika datang kenyataan manis, baik, dan nyaman, orang beriman diajarkan untuk
bersyukur. Bersyukur adalah amalan terbaik dan berbuah terbaik pula. Seiring
itu, jika kenyataan berubah menjadi pahit, sulit, tidak nyaman, orang beriman
diajarkan untuk bersabar. Bersabar adalah amalan terbaik dan berbuah terbaik
pula. Betapa banyak pahala dan balasan terbaik yang hanya diberikan kepada
orang yang pandai bersyukur dan bersabar (li kulli shabbarin syakur), tidak
kepada yang lain. Orang yang beriman, dengan syukur dan sabar, diajarkan untuk
tetap taat dan ingat kepada Allah di saat lapang, nyaman, maupun di saat sempit
dan menderita. Itulah sesungguhnya kesejatian hidup. Taat kepada Allah dalam
segala kondisi, pahit atau manis, sakit atau sehat, miskin atau kaya, tuna
kuasa atau berkuasa. Meski demikian, hal itu perjuangan yang sulit, kecuali
bagi yang diberi rahmat Allah, dan sedikit dari banyak manusia yang mampu
menjalani, sebagaimana Allah menyatakan “wa qalilun min ‘ibadiya al-syakur (dan
sedikit dari hamba-hama-Ku yang pandai bersyukur). QS. 34: 13).
Keempat,
bagi manusia yang tingkat imannya masih pemula (lemah), syukur di saat manis
dan sabar di saat pahit adalah perkara yang berat. Banyak contoh betapa
sebagian orang yang hidup dalam kemapanan dan kemewahan namun tidak bisa
bersyukur kepada Allah Yang Maha Pemberi. Di sisi lain, banyak pula contoh,
orang hidup dalam kepahitan dan kesulitan, namun tidak bisa bersabar akhirnya
terjerumus dalam penderitaan yang lebih berat dan berakhir fatal.
Ketika
seseorang diberi kekayaan dan jabatan, kemudian lupa kepada Allah, hingga ia
terlibat korupsi dan suap untuk melanggengkan kekayaan dan kekuasaannya.
Akhirnya kekuasaan berakhir dengan sangat tragis. Sang pejabat dari kursi
menuju masuk penjara. Ini berbeda dengan Nabi Yusuf AS., dari penjara menuju
kursi kekuasaan untuk kemakmuran negeri. Sementara ada sebagian orang yang
diberi ujian kesulitan dan kemiskinan, namun tidak bersabar dengan cara
berusaha yang baik dan halal, akhirnya ia terjerumus dalam kejahatan pencurian
atau perampokan dan akhirnya hidup berakhir tertembak oleh timah panas polisi.
Na’uzu billahi min zalika.
Di
hadis yang kedua, Nabi Muhammad SAW. menjelaskan tentang manusia yang paling
berat ujian dan cobannya, yaitu para nabi. Sebagaimana diketahui dan disinggung
di bagian depan bahwa para nabi mengalami masa-masa yang sangat sulit dan
mengancam nyawa diri, keluarga, dan kaum mukminun yang mendampingi di saat suka
maupun duka. Selanjutnya manusia yang mendapat ujian berat setelah para nabi
adalah para sahabat/pengikut dan pembela setia nabi, lalu yang di bawah itu,
kemudian yang di bawah itu lagi, dan seterusnya. Mereka yang menjadi muslim,
mukmin dan muttaqin juga tidak luput dari ujian dan cobaan hidup.
Para
ulama yang berjuang membela kebenaran agama pun juga tidak lepas dari ujian
berat kehidupan. Para pemimpin yang adil dan beriman tidak bebas dari ujian
hidup. Mereka yang menjalani hidup dalam kebaikan dan kebenaran pasti akan
bertemu dengan ujian hidup. Allah SWT. menyatakan bahwa untuk mengetahui yang
sungguh beriman dan yang pura-pura beriman adalah dengan ujian. (QS. 29: 2-3).
Dengan demikian, ujian dan cobaan hidup adalah alat uji bagi kekuatan, kesuksesan,
kesejatian, dan keistimewaan seseorang dalam menjalani kehidupan. Ketika dia
lulus dalam ujian yang berat, kebaikan dan kebahagiaan yang lebih besar akan di
raihnya, di dunia dan akhirat. Jadi ujian hidup adalah keniscayaan menuju
keberhasilan hidup.
Di
hadis kedua ditandaskan bahwa ujian adalah juga berfungsi meleburkan atau
menggugurkan dosa-dosa, sehingga orang beriman atau hamba-hama Allah yang
setia, ketika bersabar dalam menjalani ujian hidup dengan terus berusaha dan
berjuang mengatasinya secara positif akan dihapuskan kesalahan dan dosanya.
Dalam salah satu hadisnya, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa semua musibah yang
dialami oleh orang yang beriman, bahkan terkena duri, dan disikapi dengan sabar
akan menjadi penambah pahala dan penghapus dosa-dosa.
Rasulullah
SAW. bersabda:
Dari
‘Aisyah RA. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Apa saja musibah yang menimpa
orang mukmin, termasuk terkena duri dan yang lebih dari itu, pasti Allah
tinggikan derajatnya dan hapuskan kesalahannya.” (HR. Muslim: 6727).
Dari
penjelasan di atas dapat diambil simpulan bahwa hidup manusia terasa indah dan
damai di dunia dan akhirat, jika hidup dijalani dengan senantiasa bersyukur
atas nikmat dan bersabar atas ujian.
0 Post a Comment:
Posting Komentar