Hadis Riwayat Imam Muslim dari Abi Sa’id al-Khudri RA
Abu
Bakar bin Abi Syaibah telah menyampaikan hadis kepada kami, Waki’ telah
menyampaikan hadis kepada kami, dari Sufyan. Tahwil (pindah jalur sanad).
Muhammad bin al-Musanna telah menyampaikan hadis kepada kami. Muhammad bin
Ja’far telah menyampaikan hadis kepada kami, Syu’bah telah menyampaikan kepada
kami, keduanya dari Qais bin Muslim, dari Tariq bin Syihab. (dan ini hadis
lafaz Abu Bakar bin Abi Syaibah), berkata: orang yang pertama memulai khutbah
di Hari Id sebelum shalat adalah Marwan, lalu berdiri seorang laki-laki dan
berkata: “Shalat (Id, dulu) sebelum
khutbah”. Lalu periwayat hadis berkata: “Sungguh
sudah ditinggalkan apa yang sejak dulu dilakukan (shalat Id sebelum khutbah).
Kemudian Abu Sa’id (al Khudri) berkata: “Adapun hal ini (mencegah sesuatu yang
mungkar) sudah ditentukan hukumnya seperti yang pernah saya dengar dari
Rasulullah SAW. bersabda: “Siapa saja di
antara kalian melihat suatu kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya
(kekuasaannya). Jika tidak mampu, hendaklah dengan dengan lisannya. Jika tidak
mampu, hendaklah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman”.
(HR. Muslim: 186).
Hadis Riwayat Ibnu
Majah dari Qais bin Hazim RA.
Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menyampaikan hadis
kepada kami, ‘Abdullah bin Numair dan Abu Usamah telah menyampaikan hadis
kepada kami, dari Isma’il bin Abi Khalid, dari Qais bin Abi Hazim berkata, Abu
Bakar (al-Siddiq) berdiri (untuk berpidato sebagai Khalifah) lalu memuji Allah
SWT. dan menyanjung-Nya, kemudian berpidato: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, (artinya): “Hai
orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian. Orang yang tersesat tidak akan
membawa bahaya atas kalian, jika kalian berpegang teguh pada petunjuk”, dan
kami telah telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: “Sungguh manusia itu jika
melihat kemungkaran dan tidak mengubahnya, maka hampir-hampir Allah akan
meratakan hukuman-Nya kepada mereka”. (HR. Ibnu Majah: 4005)
Hadis Riwayat Imam
Muslim dari Abi Sa’id al-Khudri
Hadis di atas menjelaskan tentang salah
satu prinsip dalam Islam yaitu perjuangan amar ma’ruf dan nahi munkar. Amar
makruf adalah kegiatan menyuruh, mendorong atau memerintahkan makruf/kebaikan
yang sering dipasangkan dengan kegiatan nahi mungkar, yakni mencegah atau
melarang terjadinya kemungkaran/ketidakbaikan. Makruf adalah semua yang dinilai
baik oleh agama dan akal sehat. Sebaliknya, mungkar adalah semua yang buruk
dalam penilaian agama dan akal sehat. Agama didasarkan pada Al-Quran dan Hadis
Nabi yang maqbul (dengan status sahih atau hasan). Sedangkan akal sehat adalah
akal yang berada dalam bimbingan agama, akal murni, al-‘aqlu al-khalis yang tidak tercampur oleh kecenderungan hawa
nafsu.
Amar makruf dapat berupa gerakan
pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan politik ke arah kondisi yang lebih
baik. Kampanye kebersihan desa/kota adalah contoh amar makruf yang nyata.
Begitu pula kampanye penanaman pohon kembali untuk penghijauan dan pemeliharaan
lingkungan dan kampanye antipenebangan hutan liar merupakan tindakan amar
makruf nahi mungkar. Kampanye antikorupsi dan antinarkoba merupakan contoh dari
nahi mungkar. Jika seorang pelajar membangun persaudaraan pelajar dan menolak
tindakan permusuhan dan perkelahian pelajar dapat diketgorikan sebagai amar
makruf dan nahi mungkar. Amar makruf dan nahi mungkar adalah pasangan. Ketika
menjalankan amar makruf, tentu juga sekaligus bernahi mungkar. Begitu
sebaliknya, bernahi mungkar, juga sekaligus beramar makruf, seperti membangun
masjid adalah mengajak beriman dan menolak tindakan syirik/ kufur. Membangun
sekolah adalah mengajak mengkaji dan mengembangkan ilmu dan menolak kebodohan.
Memberdayakan kaum fakir miskin adalah juga memberantas pengangguran dan
kemiskinan.
Kaum mukminin yang menjadi mukhatab (pihak
yang diajak berbicara) dalam hadis di atas diperintahkan untuk mencegah
terjadinya kemungkaran. Kemungkaran harus disikapi dengan perubahan (tagyir,
proses terus-menerus untuk mengubah) atau advokasi yang disertai dengan tekad
kuat memperbaiki (islah) keadaan ke arah yang lebih baik. Selain hadis di atas,
konsep perubahan (tagyir) atas keadaan dari yang tidak baik menuju yang lebih
baik ini juga didorong oleh Alquran, antara lain: Surat al-Ra’d, 13:11:
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada jiwa (diri) mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah.
Ketika menerjemahkan ayat ini, tim
penerjemah Al-Quran Kementerian Agama RI, memberikan penjelasan bahwa Allah
tidak akan mengubah keadaan mereka (suatu kaum), selama mereka tidak mengubah
hal-hal yang menjadi penyebab kemunduran mereka. (Mushaf terjemah Al-Quran:
1412, 370).
Dalam Al-Quran, penyebutan amar makruf
nahi mungkar senantiasa dalam konteks iman atau perwujudan dari iman, antara
lain: QS. 3: 104, 110, 114; QS. 7:157; QS. 10: 67, 71, 112; QS. 22: 41; QS.
31:17. Allah SWT. dalam QS. 10:71 menegaskan bahwa orangorang mikmin, laki-laki
dan perempuan, satu sama lain adalah penolong bagi lainnya, mereka menyuruh
pada kebaikan/makruf dan mencegah dari kemungkaran. Sementara sebaliknya, amar
mungkar (menyuruh yang buruk) dan nahi makruf (melarang yang baik) dilekatkan
pada sifat kaum munafik, seperti disebutkan dalam QS. 10: 67, yang artinya:
“orang-orang munafik, laki-laki dan perempuan, sebagian merupakan bagian dari
lainnya, mereka menyuruh yang mungkar dan mencegah yang makruf...” .
Pencegahan kemungkaran tersebut, pertama
dapat dilakukan dengan tindakan riil dengan memperbaiki sistem kekuasaan (yad)
sehingga bersih atau bebas dari segala bentuk kemungkaran. Bila tidak ada
kemampuan dengan cara riil di atas atau tidak memiliki kekuasaan (dalam arti
luas) untuk menciptakan kondisi yang lebih baik, maka mengambil jalur
alternatif kedua dengan menguatkan strategi lisan. Strategi ini diwujudkan
dengan seruan, pendidikan publik, dan penyadaran kepada semua pihak dengan
berbagai media untuk senantiasa berani menolak kemungkaran.
Dan bila kedua strategi tersebut, tidak
mampu juga, maka ditempuhlah strategi pencegahan dan pertahanan dari dalam
dengan hati nurani. Pencegahan kemungkaran dengan hati (qalb) atau sikap batin untuk senantiasa menolak segala tindakan
kemungkaran. Sikap menolak dalam hati ini adalah benteng terakhir di level
individu untuk melawan dan agar terhindar dari kemungkaran.
Menurut Kuntowijoyo, berdasarkan hadis di
atas, perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik dapat dilakukan dengan
strategi struktural, kultural, dan mobilitas sosial. Mengubah dengan “tangan”
berarti perubahan struktural. Mengubah dengan “lidah” berarti perubahan
kultural. Sedangkan mengubah dengan “hati” adalah perubahan sosial tanpa usaha
tertentu. (Kuntowijoyo: 1997, 227). Artinya, melawan dalam hati dengan diam
(secara fisik) tanpa gerakan-gerakan tertentu dengan tetap berdoa untuk tidak
ikut serta menambah jumlah pelaku kemungkaran. Pendekatan ketiga ini lebih
bersifat pasif, tidak aktif seperti dua pendekatan sebelumnya. Karenanya,
langkah bersifat pasif ini disebut sebagai selemah-lemah iman (ad‘afu al-iman).
Ia hanya menunggu waktu berjalan, sembari berjuang dalam hati dan risiko yang
tidak seberat perjuangan struktural dan kultural. (Kuntowijoyo: 1997, 227).
Hadis
Riwayat Ibnu Majah dari Qais bin Hazim RA.
Sedangkan pada hadis kedua dijelaskan
bahwa manusia yang tidak melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi mungkar diancam
oleh Nabi bahwa hampir saja Allah SWT. menimpakan siksa yang merata di dunia.
Ini menunjukkan pentingnya doktrin amar makruf nahi mungkar bagi
keberlangsungan umat manusia, baik di ranah keluarga, lingkungan sosial yang
kecil, hingga lingkup negara dan peradaban dunia. Amar makruf nahi mungkar
hukumnya fardhu kifayah, yakni kewajiban kolektif, ketika sudah ada pihak
tetentu yang melakukannya, gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun jika satu
pun tidak ada yang mencegah kemungkaran dan kemungkaran itu berkembang meluas
di mana-mana, maka pada saatnya, hukuman (iqab) dari Allah akan diturunkan.
Sebagai ilustrasi yang mudah, misalnya ada seorang yang iseng membuang oli
bekas atau paku di jalan raya, namun tidak ada satupun orang yang mencegah dan
menegurnya, maka dipastikan banyak pengguna jalan akan terjatuh dari kendaraan
atau terpeleset karena licin atau karena pecah ban.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan bahwa ada orang-orang yang kurang peduli lingkungan dengan membuang
sampah di sungai setiap pagi atau sore. Semakin lama, semakin penuh sungai
tersebut. Dampaknya ketika hujan deras, sungai meluap dan terjadilah banjir.
Belum hilang dari ingatan bahwa di penghujung atau seperempat akhir tahun 2015,
banyak hutan terbakar atau dibakar oleh pihak-pihak tertentu dan tidak ada yang
menegur dan menangkap. Pengalihfungsian hutan multikultur menjadi hutan
monokultur secara membabi buta. Pembakaran hutan menjadi modus untuk membuka
lahan sawit yang baru secara instan. Dampaknya, banjir asap di mana-mana,
banyak warga yang mengalami sakit pernapasan akut, banyak sekolah diliburkan,
pabrik dan kantor diliburkan, penerbangan pesawat yang terganggu asap sehingga
dibatalkan, dan seterusnya. Hal tersebut juga meluas hingga ke negara tetangga,
Brunei, Singapura, dan Malaysia.
Tidak hanya di situ, ketika tiba musim
penghujan, banjir terjadi di mana-mana dan itu merugikan semua sektor
kehidupan, baik pertanian, kesehatan, pendidikan, perindustrian, transportasi,
infrastruktur kota/daerah, kerugian negara dan rakyat umum. Anehnya, tidak ada
pengadilan yang serius dan berkeadilan atas kejahatan pembakaran hutan yang
menyebabkan bencana nasional dan regional tersebut. Tentu dampaknya ke depan,
pelaku-pelaku pembakaran tidak akan jera, bahkan akan merajalela di kemudian
hari dan dampaknya akan semakin parah lagi.
Di hadis yang lain, Rasulullah SAW. juga
mengingatkan umatnya untuk lebih bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas
amar makruf nahi mungkar. Rasulullah bersabda: Qutaibah telah menyampaikan
hadis kepada kami, ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad telah menyampaikan hadis kepada
kami, dari ‘Amr bin Abi ‘Amr dan ‘Abdullah al-Anshari, dari Khuzaifah dari
al-Yaman, dari Nabi SAW. bersabda: “Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
hendaklah kalian sungguh-sungguh menyuruh kemakrufan dan sungguh-sungguh
mencegah kemungkaran atau hampir saja Allah sungguh-sungguh mengirimkan hukuman
dari-Nya atas kalian lalu kalian berdoa kepada-Nya namun tidak dikabulkan bagi
kalian.” Abu ‘Isa (al-Tirmizi) berkata: “Ini hadis hasan.” (HR. Tirmizi: 2169)
Hadis di atas lebih menekankan lagi dan
menunjukkan keduanya, yakni amar makruf dan nahi mungkar, sebagai ajaran yang
saling mengisi dan bekerja sama. Tugas amar makruf nahi mungkar dalam suatu
negara, terutama dibebankan kepada para pemangku kekuasaan, baik eksekutif,
legislatif, dan yudikatif yang masing-masing dibantu para petugasnya. Dalam
hal-hal tertentu, pelaksanaannya dapat dibantu oleh warga masyarakat sesuai dengan
kesanggupan dan kapasitasnya tanpa melanggar hukum. Menyuruh makruf seperti
memprogramkan rakyat berilmu dan rakyat sehat harus disertai dengan pendirian
sekolah dan rumah sakit/klinik dengan sejumlah perangkatperangkatnya yang
memadai. Program pemberantasan pengangguran dan kemiskinan haruslah disertai
dengan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung program berhasil. Hal-hal yang
dapat menghalangi suksesnya program, dapat ditekan sedemikian rupa.
Contoh lain, melarang membuang sampah di
kali adalah dengan menyediakan tempat sampah berikut sistem manajemen sampah
yang aman, sehat, dan efektif serta disiapkan juga sanksi bagi yang melanggar
berupa denda yang menjerakan. Dengan denda yang sepadan, diharapkan tidak ada
warga yang merusak kali, saluran air, lingkungan lainnya. Mencegah kemungkaran
seperti melarang korupsi dengan memberikan penyuluhan antikorupsi kepada warga
dan para pejabat negara serta dibarengi dengan menciptakan sistem hukum yang
adil dan jujur dalam mengawal program pemberantasan korupsi. Hal ini sesuai
dengan kaidah dalam Ushul fiqh, menyuruh sesuatu adalah juga menyuruh
penyediaan sarananya (amrun bisy-syai’
amrun bi wasa’ilihi).
Dengan pelaksanaan amar makruf dan nahi
mungkar yang komprehensif dan didukung oleh segenap kekuatan di masyarakat dan
negara, akan tercipta kehidupan yang baik, adil, makmur dan sejahtera, bahagia
dunia dan akhirat. Sebaliknya, pengabaian terhadap kedua doktrin ini akan
berakibat rusaknya tata kehidupan masyarakat, baik ekonomi, sosial, politik,
dan hukum yang akan berakibat rusaknya kehidupan manusia. Betapa Islam sudah
memberikan dasar-dasar yang baik dan lengkap bagi pengembangan peradaban menuju
lebih baik.
Sumber:
Hadis Ilmu Hadis Kementerian Agama RI
NB:
Untuk Kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas XII
0 Post a Comment:
Posting Komentar