Hadis
riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a.
Yahya
bin Ayyub, Qutaibah bin Sa’id, dan Ibnu Hujr telah menyampaikan hadis kepada
kami. Mereka berkata bahwa Isma’il, yakni Ibnu Ja’far, mendapat hadis dari
al-‘Ala’, dari ayahnya, dari Abi Hurairah RA. bahwa sesungguhnya Rasulullah
SAW. bersabda: “Siapa saja yang mengajak
kepada petunjuk (kebenaran), maka baginya pahala (kebaikan) seperti pahala
orang yang mengikutinya dan itu tidak mengurangi sedikit pun pahala mereka yang
mengikutinya. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan (keburukan),
baginya menanggung dosanya seperti dosa orang yang mengikutinya. Itu tidak
mengurangi sedikitpun dari dosa mereka yang mengikutinya”. (HR. Muslim: no.
6980)
Hadis
di atas mengajarkan pentingnya berdakwah, yakni mengajak, menyeru, mendorong
menuju kebaikan dan keterbaikan. Secara bahasa, lafaz dakwah adalah isim masdar
dari da‘a, yad‘u menjadi da‘watan, du‘a’an yang berarti mengajak, menyeru,
memanggil, dan juga berarti berdoa dan memohon. Dalam hubungan dari atas ke
bawah atau dari yang sesama atau dari dekat kepada yang jauh, kata tersebut
diartikan mengajak, menyeru, mengundang, dan memanggil, seperti pemimpin kepada
anggota atau sesama anggota kepada anggota yang lain. Sedangkan dalam hubungan
dari bawah ke atas, lafaz tersebut diartikan berdoa, seperti manusia berdoa
kepada Allah SWT. atau diartikan memohon seperti dari anggota memohon kepada
pemimpin.
Adapun
secara istilah, dakwah diartikan sebagai kegiatan mengajak, menyeru, dan
memanggil orang lain untuk melakukan yang baik dan yang terbaik (ajaran Allah)
serta meninggalkan yang tidak baik atau yang buruk (ajaran setan). Di dalam
al-Qur’an, Surat Ali Imran: 104 digunakan istilah yad‘una ilal-khair, mengajak
kepada yang terbaik, agama Islam. Di ayat lain, QS. 10: 25: wallahu yad‘u ila
daris-salam, (dan Allah mengajak/memanggil menuju rumah keselamatan), yakni
Islam yang mengantarkan pada keselamatn duni dan akhirat. Juga QS. 2: 221:
wallahu yad‘u ilal-jannati walmagfirati bi iznihi, (dan Allah
mengajak/memanggil ke surga dan ampunan dengan izinNya). Pendek kata, dakwah
adalah kegiatan mengajak dan mengubah suatu keadaan dari yang kurang baik
menuju yang baik dan yang terbaik, yakni al-khair, daris-salam, al-jannah
wal-magfirah dalam pandangan Islam.
Di
dalam hadis tersebut ditegaskan bahwa tujuan dakwah adalah menuju huda,
petunjuk atau sesuatu yang tunjukkan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai jalan
meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Kata huda dalam
hadis tersebut dinyatakan dalam bentuk isim nakirah, artinya kata benda yang
bersifat umum, yakni semua petunjuk kebaikan dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya.
Dapat dipahami bahwa petunjuk itu adalah Al-Quran sebagai huda dan Islam
sebagai sirat mustaqim yang selalu diminta oleh semua hamba yang taat kepada
Allah dalam setiap rakaat shalat, ihdina alsirat al-mustaqim.
Di
hadis tersebut, huda atau petunjuk hidup dilawankan dengan dhalalah, kesesatan
dalam hidup. Kata dhalalah dalam hadis tersebut juga disebutkan dalam bentuk
nakirah, yang sifatnya umum. Artinya, jika manusia tidak mau mengajak kepada
petunjuk, kebenaran, maka sesungguhnya ia akan membiarkan kesesatan terjadi
atau bahkan mengajak kepada kesesatan.
Jika
proses mengajak kebaikan (dalam berbagai modelnya) sudah terlaksana dengan
baik, pasti akan berpengaruh posistif bagi kebaikan suatu negeri atau wilayah.
Kebaikan itu akan memantul ke sekelilingnya, seiring keburukan akan memantul ke
sekelilingnya pula. Di sinilah perlunya berlomba dalam segala kebaikan,
fastabiqul khairat, agar keburukan tertutup atau terhapus oleh
kebaikan-kebaikan yang ditradisikan.
Semakin
banyak orang yang mengajak kebaikan, semakin besar pengaruh kebaikan dan
pengikutnya, semakin berkuranglah pengaruh keburukan dan pengikutnya. Ketika
kebaikan merata dan meluas, maka semua orang akan memperoleh manfaat dari
kebaikan itu. Sebaliknya ketika keburukan meluas dan merata, maka semua orang
akan merasakan dampak buruk dari keburukan tersebut, baik orang buruk maupun
orang baiknya. Ini yang dimaksud bahwa orang yang mengajak kebaikan akan diberi
pahala (kebaikan) dan ditambahkan pahala dari semua yang mengikuti kebaikan
tersebut. Demikian pula sebaliknya. Karenanya, kontestasi dakwah kebaikan
(huda) berhadapan dengan dakwah keburukan (dhalalah) tidak bisa dihindarkan dan
sebagai hamba yang taat, telah diajak oleh Nabi SAW. menjadi penyeru kebaikan
dan penolak keburukan (amiruna bil-ma’ruf wa nahuna ‘anil-munkar).
Karena
dampak positif yang besar dari kegiatan dakwah/mengajak kebaikan, maka Nabi
Muhammad SAW. menjelaskan pahala yang besar bagi pelaku dakwah (da’i/da’iyah)
ditambah dengan pahala orang-orang yang melakukan kebaikan yang diajarkannya.
Sebaliknya, karena dampak buruknya, orang-orang yang mengajak kepada keburukan
atau kesesatan akan mendapatkan dosa/keburukan sendiri ditambah dosa/keburukan
mereka yang mengikuti ajakan keburukan tersebut.
Dari
sini dapat dipahami bahwa kebaikan yang diajarkan dengan cara yang baik dan
disiarkan dengan cara yang baik pula akan semakin berdaya guna dan dampaknya
lebih maksimal untuk kebaikan. Dengan demikian kebaikan itu diperlukan publikasi
agar dijadikan inpirasi, motivasi dan kemudian diikuti orang lain secara
maksimal. Sebaliknya keburukan, sebisa mungkin ditutup atau disensor agar tidak
dijadikan inpirasi kejahatan dan kemudian diikuti orang lain dengan kejahatan
yang mungkin lebih besar dari contoh yang ada, contoh pembunuhan atau tindakan
kriminal lainnya yang diberitakan berlebihan dan diulang-ulang akan menjadikan
orang lain tergerak melakukan hal yang sama atau mungkin bahkan lebih parah.
Sumber:
Hadis Ilmu Hadis Kementerian Agama RI
NB:
Untuk Kalangan Siswa Madrasah Aliyah Kelas XII
0 Post a Comment:
Posting Komentar