Sumber Ilmu.com-Dari Thus, Imam Abu Hamid al-Ghazali, sufi besar itu menuju Jurjan
dan belajar kepada sejumlah ulama di kota tersebut. Meskipun masih belia,
tetapi ia sudah tekun belajar. Ia rajin mencatat keterangan yang disampaikan
guru-gurunya. Catatan-catatan itu kemudian ia jilid menjadi sebuah buku.
Karena memiliki buku catatan, Imam
Ghazali tidak menghafal ilmunya. Suatu hari dalam sebuah perjalanan menuju kota
kelahirannya, rombongan beliau dihadang oleh sekawanan perampok. Mereka
merampok segalanya. Segala perlengkapan beliau termasuk buku catatan tersebut
juga diambil.
Dengan berani, Imam Al-Ghazali
mengejar kawanan perampok itu. Merasa dibuntuti, pimpinan perampok itu
berpaling dan berkata, “Celakalah kau, kembalilah atau kubunuh kau.”
Imam al-Ghazali tak gentar, beliau berkata kepadanya: “Dengan Kebesaran Allah yang kepada-Nya kau memohon keselamatan,
tolong kembalikan bukuku. Ia tidak bermanfaat bagi kalian.”
“Buku apa?” Tanya pimpinan perampok.
“Sebuah buku didalam tas kecil itu.
Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk mendengarkan petuah para ulama dan
kemudian semua keterangan ku catat dalam buku itu, “Jawab Imam al-Ghazali.
Pimpinan perampok itu tertawa
terbahak-bahak kemudian berkata,”Sekarang kau tidak mengetahui apa-apa. Bukumu
bersama kami. Kau tidak memiliki ilmu lagi.”
Kemudian ia perintahkan anak buahnya
untuk menyerahkan buku itu kepada al-Ghazali. Imam al-Ghazali menyadari bahwa
Allah lah yang menuntun pimpinan perampok tersebut untuk berbicara seperti itu.
Setibanya di Thus, Imam al-Ghazali
berjuang menghafal semua catatannya. Dalam waktu 3 tahun, beliau berhasil
menghafalnya. Setelah itu, tidak ada lagi perampok yang dapat merampas ilmunya.
Imam al-Ghazali gemar merantau ke berbagai kota untuk menuntut ilmu hingga menjadi ulama besar yang berjiwa mulia. Akhirnya pada hari senin 505 H, dalam usia 55 tahun, Imam al-Ghazali berpulang kerahmatullah. Kakak beliau Ahmad berkata, “ Pada subuh hari senin, adikku berwudhu menunaikan sholat. Setelah itu ia berkata, “Ambilkan aku kain kafan.” Setelah menciumi kain kafan itu dan meletakkannya diatas kedua matanya, ia berkata, “Aku siap menghadap Allah yang Maha Memiliki.” Ia lalu menjulurkan kedua kakinya, berbaring menghadap kiblat, dan meninggal dunia yang fana ini menuju keridhaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga Allah menempatkan beliau di Surga yang paling tinggi, bersama para nabi, syuhada, dan shalihin. (Lisanul Hal)
0 Post a Comment:
Posting Komentar