"Dengan membaca kamu mengenal dunia. Dengan Menulis kamu dikenal Dunia."

murevi18.blogspot.com

Senin, 12 Desember 2022

SEGENGGAM GARAM


Seorang Sufi penyair terkemuka dari Persia, Sa’di Syirazi, bercerita: Suatu hari Raja Anusyirwan yang adil itu pergi berburu rusa dan diiringi para pembantunya. Ketika rusa diperoleh, ia meminta para punggawa membakarnya. Bumbu-bumbu disiapkan. Tetapi ada satu yang ketingggalan yaitu garam.

Raja meminta salah seorang di antara mereka mencari segenggam garam di rumah penduduk desa terdekat. Sebelum berangkat, Raja berkata, “Belilah garam rakyat itu sesuai harganya. Kamu jangan biasakan diri mengambil hak orang lain dikampung mu begitu saja. Kelak kampung itu akan binasa karenanya.

Si punggawa heran:”Apakah yang salah bila aku ambil segenggam garam itu, seberapakah harga barang yang remeh itu?

Dengan tenang Raja menjawab: “Kezaliman di dunia ini dimulai dari yang kecil. Tetapi, orang-orang yang datang kemudian akan mengambil lebih dari pendahulunya. Jika Raja mengambil hanya segenggam garam, para pejabat akan merampas tanah sebahu. Jika Raja mengambil sebiji apel dari kebun milik orang, para pejabat akan mencabut pohon itu keakar-akarnya. Jika Raja membolehkan mengambil lima butit telor, maka seribu ekor ayam akan menyusul dipanggang si pejabat. Orang zalim memang taka da yang kekal. Tapi kutukan karena kezaliman akan abadi.

(Dikutip dalam kitab Lisanul Hal)

Desa Medang, Oleh: Mhd. Reza Fahelvi ZA, M.Pd


Share:

PEMIMPIN ADALAH PELAYAN

 Mhd. Reza Fahlevi ZA, M.Pd

“Imam al-Qawm Khadimuhum” (Pemimpin masyarakat adalah pelayan mereka), begitu kata pepatah Arab yang diajarkan Kiai kepada santrinya. Farid Essack dalam bukunya, On Being A Muslim, mengutip sebuah cerita yang sangat menarik dari Imam Al-Ghazali.

Dua orang sahabat, Abu Ali dan Abdullah pergi keluar kota. Sesuai dengan petunjuk Nabi, Abdullah mengusulkan agar ada orang yang memimpin perjalanan. Abu Ali merasa Abdullah pantas memimpin. Abdullah tidak menolak.

Kedua orang itu telah mempersiapkan bekal yang cukup untuk perjalanan mereka. Abdullah mulai memainkan perannya sebagai pemimpin. Ia mengangkat satu karung berisi bekal perjalanan itu. Ketika Abu Ali menawarkan diri untuk membawanya, Abdullah menolak sambil mengatakan “Aku yang membawanya bukankah aku sudah siap memimpin? Maka kamu harus mematuhi aku”. Abu Ali mengangguk dan diam saja.

Ketika malam tiba, mereka tidur. Tetapi, hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Mereka kehujanan. Abdullah berdiri di atas kepala Abu Ali dan melindunginya dengan mantelnya. Abu Ali terbangun dan berkata kepada dirinya sendiri: “Kamu memang pemimpin.”

Abdullah terus berdiri sepanjang malam dalam keadaan basah kuyup sampai hujan mereda. Otaknya selalu dipenuhi pikiran bahwa seorang pemimpin adalah pelayan dan pelindung.

Kita sudah lama tidak menemukan seorang pemimpin seperti Abdullah. Yang popular adalah sebaliknya, rakyat menjadi pelayan dan melindungi pemimpinnya. Semoga Allah mengampuni dan merahmati Abdullah. Semoga pula akan lahir pemimpin-pemimpin seperti Abdullah.

 

(Dikutip dalam kitab Lisanul Hal)

Share:

Minggu, 11 Desember 2022

SETAN MENYAMAR SEBAGAI AHLI IBADAH

 (Mhd. Reza Fahlevi ZA)

Dikisahkan bahwa ada seseorang yang ahli ibadah, yang sangat taat kepada Allah, rajin dan tekun melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. Karena sangat tekun beribadah kepada Allah Swt, maka apapun yang diupayakan oleh iblis untuk melalaikannya dari ibadah, selalu menemui jalan buntu. Tiba-tiba iblis menjerit, dan berkumpullah para setan, lalu berkata, “Kenapa engkau menjerit?” Iblis berkata, “Aku sudah tang sanggup lagi memperdaya ahli ibadah ini, apakah kalian punya jalan keluar?

Lalu, ada setan yang berkata, “Aku akan merayunya agar berbuat zina.” Iblis berkata,”Percuma saja, karena ia tidak punya hasrat lagi terhadap wanita.” Setan yang lain berkata, “Aku akan menjerumuskannya melalui makanan dan minuman yang lezat.” Iblis berkata, “Percuma, ia telah menampa dirinya bertahun-tahun, sehingga tidak lagi berhasrat pada makanan dan minuman lezat.” Setan ketiga berkata, “Aku akan menipunya melalui jalan ibadah.” Iblis berkata, “Itu bagus. Tapi engkau harus berpura-pura menjadi ahli ibadah.”

Akhirnya, pertemuan iblis dengan para setan itu memutuskan, bahwa setan ketiga itulah yang ditugaskan untuk memperdaya dan menyesatkan ahli ibadah. Kemudian setan tersebut berubah wujud menjadi seorang pemuda, lalu datang dan mengetuk pintu tempat peribadatan sang ahli ibadah tersebut.

Ahli ibadah membuka pintu dan melihat ada seorang pemuda yang datang, ia berkata, “Apa keperluan anda?” Setan berkata, “Aku ini seorang pemuda muslim, namun sayang, kedua orang tuaku penyembah berhala. Mereka menghalangiku melaksanakan ibadah. Aku pernah mendengar, bahwa ada seorang ahli ibadah yang sangat tekun beribadah ditempat ini. Karena itu, aku datang ke tempat tuan, agar bisa beribadah dan mencapai tingkat ibadah tinggi. Tidak inginkah tuan, semua orang menyembah Allah, termasuk saya juga?”

Dengan terpaksa ahli ibadah mempersilakan pemuda itu masuk ke tempat ibadahnya, dan setan (yang berpura-pura menjadi pemuda shaleh) itu langsung melaksanakan shalat didepan sang ahli ia badah. Dan ia terus shalat, hingga menjelang terbenam matahari.

Kebetulan pada hari itu si ahli ibadah sedang melaksanakan puasa. Karena saat buka puasa telah tiba, ia menghidangkan jamuan makan dan mempersilakan pemuda itu makan bersamanya. Tapi pemuda itu tidak mau makan, dengan alasan masih ada waktu. Ia terus melanjutkan ibadah shalatnya. Ahli ibadahpun berbuka puasa dengan makan sepotong roti kering lalu mengerjakan shalat.

Setelah beribadah pada malam itu, ahli ibadah merasa ngantuk dan berkata kepada pemuda tersebut, “Istirahatlah sebentar” Tapi pemuda itu tidak mau beristirahat dan terus mengerjakan ibadah. Kemudian ahli ibadah itu tidur sejenak dan bangun di pertengahan malam, dan ia melihat pemuda itu masih saja melaksanakan shalat.

Dalam hati pemuda ahli ibadah berkata, “Hebat sekali pemuda ini. Dia jauh lebih taat beribadah daripada aku. Ia telah mencapai tingkat ibadah yang sangat tinggi sehingga tidak merasakan lelah. Ketaatan seperti apa yang telah dimilikinya? Kekuatan seperti apa yang telah diberikan Allah kepada pemuda ini, sehingga ia tidak makan, tidak istirahat dan terus melaksanakan ibadah? Aku harus bertanya kepadanya, bagaimana ia bisa mencapai kedudukan beribadah seperti itu?”

Ahli ibadah pun bertanya, tapi pemuda (setan itu tidak menjawab lalu terus saja melaksanakan ibadah. Setelah mengerjakan satu shalat, ia melanjutkan dengan shalat berikutnya. Karena penasaran, si ahli ibadah itu tetap mendesak dan berkata, “Aku hanya menanyakan satu pertanyaan saja dan tolong engkau menjawabnya.” Pemuda itu diam sejenak, dan ahli ibadah itu bertanya, “Apakah yang telah engkau lakukan, sehingga engkau mencapai tingkat seperti ini?

Pemuda itu menjawab, “Aku mencapai tingkat ibadah seperti ini, karena sebelumnya aku pernah melakukan dosa besar, kemudian aku menyesali perbuatan dosa itu dan bertobat kepada Allah. Setelah aku bertobat kepada Allah, setiap kali aku mengingat dosa besar yang telah aku lakukan, aku bertobat lagi, dan semakin kuat semangat ibadahku kepada Allah.”

“Jika tuan ingin mencapai tingkat ibadah seperti aku, maka berbuat dosalah lalu bertobat kepada Allah. Menurutku, yang terbaik untuk tuan adalah berzina, setelah itu bertobatlah kepada Allah, maka tuan akan mencapai tingkat ibadah seperti ini.” Demikian rayuan setan kepada ahli ibadah tersebut.

Ahli ibadah berkata, “Bagaimana aku dapat berbuat zina? Aku sama sekali tidak mengenal perbuatan itu. Lagi pula aku tidak punya uang.” Lalu setan yang berpura-pura jadi pemuda shaleh tadi memberikan uang dua dirham kepada ahli ibadah dan menunjukkan tempat pelacuran kepadanya.

Akhirnya ahli ibadah itu meninggalkan tempat peribadatannya, ia pergi ke kota mencari tempat pelacuran, sesuai petunjuk yang telah diberikan setan, dan iapun menemukannya. Ia masuk ke dalamnya, bertemu seorang pelayan wanita pelacur dan memberikan uang serta minta dilayani oleh pelacur tersebut.

Tapi, demikian Kasih Sayang Allah, yang berkehendak melindungi hamba-Nya dari tipu daya iblis dari kesesatan. Si wanita pelacur itu melihat tanda-tanda keshalehan pada wajah lelaki tua yang datang hendak berbuat maksiat. Di dalam hatinya ia berkata, bahwa lelaki tua tersebut tidak sepatutnya datang di tempat pelacuran.

Wanita itu berkata, “Bagaimana mungkin tuan datang ke tempat seperti ini?” Si ahli ibadah berkata, “Apa urusanmu? Bukankah engkau telah mengambil uang yang telah aku berikan? Sekarang, lakukanlah apa yang aku inginkan.” Wanita itu berkata, “Aku tidak akan melakukannya, sebelum tuan mengatakan padaku yang sebenarnya. Apa sesungguhnya yang telah terjadi?”

Atas desakan wanita, maka ahli ibadah pun menceritakan yang sebenarnya terjadi. Setelah mendengar cerita ahli ibadah, wanita itu berkata, “Hai tuan, meskipun aku rugi karena tidak mendapatkan uang, tapi silakan tuan ambil kembali uang tuan. Aku tidak memerlukan uang tuan ini. Ketahuilah, hai tuan, setanlah yang telah mengantar tuan ke tempat ku ini.”

Tapi si ahli ibadah tetap mendesak untuk melakukan maksiat dengan wanita tersebut, sebab dengan begitu ia akan mencapai tingkat ibadah yang lebih tinggi, sebagaimana nasihat yang diberikan pemuda shaleh, yang sebenarnya adalah setan yang menyamar.

Karena ahli ibadah itu tetap mendesak, maka wanita itu berkata, “Baiklah. Aku akan tetap berada di sini dan siap melayanimu. Tapi, sekarang aku minta tuan kembali dulu kerumah tuan. Jika tuan melihat pemuda itu masih disana, dan sedang sibuk melaksanakan ibadah, maka kembalilah tuan kesini, aku akan memenuhi keinginan tuan.”

Ahli ibadah bersedia memenuhi permintaan wanita tersebut. Ia kembali ketempat peribadatannya. Ternyata di sana ia tidak mendapati seorang pun. Pemuda itu tidak ada lagi. Ahli ibadahpun sadar, bahwa setan terlaknat hendak menyesatkannya. Ia sadar bahwa telah berbuat keliru dan memohon ampunan kepada Allah. Juga ia mendoakan pada Allah agar wanita itu diberi petunjuk oleh Allah, kembali ke jalan yang benar dan diberi keselamatan.

Disebutkan dalam lanjutan kisah di atas, bahwa akhirnya wanita itu bertobat kepada Allah atas segala perbuatan jahatnya selama ini, dan kemudian ia meninggal dunia sebagai hamba yang baik.


Share:

MENULIS BUKU SEBAGAI MAS KAWIN


(Oleh: Mhd. Reza Fahlevi ZA) 

Ala al-Din al-Kasani (w. 578 H), pengarang kitab Badai’ al-Shanai’ fi Tartib al-Syarai’, sebuah buku referensi utama fiqih bermazhab Hanafi adalah ulama besar bergelar “Malik al-Ulama” (Raja para ulama). Ia seorang santri/murid Muhammad bin Ahmad al-Samarkand, seorang faqih besar pada zamannya. Kasani mengaji hampir semua kitab-kitab gurunya itu.

Syaikh Ahmad al-Samarkandi (dari Samarkand), sang guru, merasa senang melihat ketekunan santrinya itu. Syaikh mempunyai anak perempuan bernama Fatimah. Sejak kecil ia mengaji kepada ayahnya sampai menguasai banyak ilmu. Ia hafal kitab ayahnya, al Tuflah, dikenal sebagai ulama perempuan (‘allamah, faqihah). Bila sang ayah diminta fatwa oleh masyarakatnya, ia meminta putrinya untuk menjawab, sementara dia sendiri ikut mendengarnya.

Disamping cerdas, Fatimah elok rupa dan menawan. Bahkan, raja-raja diwilayah Turki dan Arab silih berganti datang menemui ayahnya untuk meminang putrinya bagi para putra mahkota mereka. Akan tetapi, tidak satupun yang diterima. Syekh, kemudian menawarkan putrinya kepala Ala al-Din, santrinya yang cerdas dan rajin ibadah itu. Meski Ala al-Din merasa diri tak pantas menikahi putri guru yang sangat dihormatinya itu. Dia juga santri miskin. Namun, permintaan guru tidak etis jika ditolak.

Akan tetapi, Syekh hanya mau menikahkan putrinya jika Al al-Din telah selesai menulis “syarh” (komentar) atas Kitab al-Tuhfah al-Fuqaha, karyanya. Ala al-Din menyanggupinya, bukan hanya karena diminta gurunya, lebih dari segalanya adalah kecantikan dan kecerdasan Fatimah. Maka ia segera menulisnya.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ia dapat menyelesaikan tulisan itu yang diberi judul Badai’ al-Sanai’ fi Tartib al-Syarai’, terdiri dari 7 jilid, masing-masing 450 halaman. Dan kitab inilah yang kemudian menjadi “mahar” atau “mas kawin” si santri miskin itu menyunting putri cantik-cerdas gurunya itu.

Para ulama sezamannya mengatakan, “Si Al al-Din” santri yang sangat beruntung, mendapatkan dua permata nan elok; Fatimah dan Syarh Kitab Tulfah. Dalam pendahuluan kitabnya, al-Kasani mengatakan, “Kitab ini berisi penjelasan mengenai hukum-hukum Islam (ilm al-syarai wa al ahkam). Sesungguhnya telah banyak buku yang ditulis mengenai oleh para guru kita. Semuanya baik dan bermanfaat. Sayangnya, belum banyak yang menyusunnya dengan sistematika yang rapi, kecuali guruku, pewaris al-Sunnah: Syekh Muhammad bin Ahmad bin Abi Ahmad, Rais al-Sunnah (pimpinan al-Sunnah). Aku mengikuti jejaknya dan aku memperoleh petunjuknya.”

Nama lengkap al-Kasani adalah al-Imam ‘Ala al-Din Abi Bakr bin Mas’ud al-Kasani (penduduk Kasan, Turkistan) al-Hanafi (bermazhab Hanafi). Ia meninggal dunia tahun 587 H.

(Dikutip dalam kitab Lisanul Hal-K.H Husein Muhammad)

Share:

Sabtu, 10 Desember 2022

NASIHAT IBLIS

Mhd. Reza Fahlevi ZA, M.Pd

Pada suatu saat, Iblis mendatangi Nabi Musa AS, seraya berkata, “Aku ingin mengajarkan kepada mu 1003 nasihat.” Nabi Musa menjawab, “Sesungguhnya aku lebih mengetahui apa yang engkau ketahui, Aku tidak memerlukan nasihatmu.”

Lalu malaikat Jibril turun ke bumi menemui Nabi Musa As dan berkata, “Wahai Musa, sesungguhnya Allah berfirman, “Seribu nasihat iblis adalah tipudaya. Namun dengarlah tiga nasihat darinya.” Maka Nabi Musa As berkata kepada Iblis, “hai Iblis. Sampaikanlah tiga nasihat saja dari 1003 nasihatmu.”

Iblis berkata, “Pertama, saat terlintas di hatimu niat untuk melakukan perbuatan baik, maka segeralah melakukannya. Sebab, jika engkau menunda-nunda, maka aku akan membuat engkau menyesal. Kedua, jika engkau duduk dengan wanita asing (wanita yang bukan muhrim), janganlah engkau melupakanku. Sebab aku akan memaksamu melakukan zina. Ketiga, ketika kemarahan menguasai dirimu, kendalikanlah. Sebab, jika engkau tidak mengendalikan kemarahanmu, maka aku akan menimbulkan fitnah (bencana).”

Selanjutnya, Iblis berkata, “Wahai Musa, aku telah menyampaikan tiga nasihat kepadamu, maka mohonkanlah kepada Allah, ampunan dan Rahmat-Nya untukku.”

Lalu, Nabi Musa As memohon kepada Allah, ampunan untuk Iblis. Kemudian disampaikan kepada Nabi Musa, “Hai Musa (sampaikan kepada Iblis) Aku akan mengampuni dosanya asalkan dia memenuhi satu syarat, yaitu ia harus pergi kekuburan Adam, dan sujudlah di dahapan kuburan Adam.”

Nabi Musa As menyampaikan kepada Iblis, dan Iblis berkata, “Wahai Musa, saat Adam masih hiduppun aku tidak mau sujud di hadapannya, maka bagaimana mungkin sekarang aku bersedia sujud di hadapan kuburannya.?”

 (Dikutip dalam Kitab Tanbighul Ghafilin oleh Al Faqih Abu Laits As-Samarqandi)

 Pelajaran

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Iblis tetaplah Iblis. Musuh Allah tetaplah musuh Allah. Keburukan tetaplah keburukan. Tapi seburuk apapun sesuatu, boleh jadi ada sisi tertentu, yang  bisa menjadi pelajaran bagi manusia. Nasihat Iblis adalah tipu daya, tapi ada pelajaran yang bisa di petik. Bahwa sebenarnya, kita diingatkan tentang perangkap yang biasa dipakai Iblis untuk menjerat dan menjerumuskan manusia. Karena itu, waspadalah selalu.

            Pertama, adalah benar, jika kita berkeinginan untuk melakukan suatu kebaikan, segeralah dilaksanakan, janganlah ditunda-tunda. Jika keinginan melakukan suatu kebaikan itu di tunda-tunda, biasanya ada saja halangan atau sebab yang akan datang, yang tidak kita duga, yang dapat menghalangi kita melakukan kebaikan tersebut.

            Hal seperti sangat sering dan sangat banyak terjadi dalam kehdiupan manusia, termasuk mungkin terjadi pada diri kita sendiri. Ketika hendak shalat, misalnya, dan waktu shalat sudah tiba. Terkadang ada godaan, “Ah, sebentar lagi…aah , nanti sajalah, aahh waktunya masih panjang.” Lalu kitapun menunda-nunda pelaksanaan shalat itu, terus menunda, hingga habis waktu shalat, dan shalat pun tidak dilaksanakan.

            begitu juga terjadi pada kebaikan-kebaikan lain yang ingin kita lakukan: sedekah, membaca buku, berzikir, menyambung tali silaturahim, menolong orang, dan sebagainya. Kita suka menunda-nunda melaksanakan kebaikan itu, sampai akhirnya kebaikan-kebaikan itu tidak kita lakukan, karena berbagai macam alasan. Dan penghalang utama adalah iblis, adalah setan.

            Kedua, berapa banyak orang yang telah terjatuh pada perbuatan maksiat, bahkan perzinaan, akibat selalu berduaan dengan perempuan asing, perempuan yang bukan istrinya yang bukan muhrim, di tempat-tempat yang sepi yang tersembunyi. Nabi Saw telah mengingatkan kita,”Janganlah berduaan di tempat sepi dengan wanita yang bukan muhrim, karena sesungguhnya yang ketiga adalah setan.”

            Ketiga, kendalikan marah. Lihatlah orang yang sedang marah, wajahnya menjadi merah. Dan merah adalah warna api, sedangkan setan berasal dari api. Orang yang marah dan tidak mengendalikan marahnya, maka ia akan dipermainkan oleh setan, seperti anak-anak mempermainkan bola. Setan akan menendang ke mana-mana. Sebab, kemarahan adalah salah satu jebakan setan untuk memperdayakan manusia.

            Maka salah satu ciri ketakwaan adalah “mengendalikan marah.” Rasulullah Saw bersabda, “Bukanlah orang kuat itu yang pandai berkelahi. Tapi orang kuat itu adalah yang mampu mengendalikan dirinya pada waktu marah.”

            Keempat, bahwa penyebab utama Iblis dilaknat oleh Allah dan diusir dari surge karena ia membangkang perintah Allah untuk sujud (menghormati) Adam, setelah Adam diciptakan. Dan pembangkangan itu karena keangkuhannya, karena kesombongannya. Ia merasa tidak patut sujud (menghormati) Adam, sebab ia lebih baik dari Adam.

 

Share:

SI TELANJANG KAKI

Mhd. Reza Fahlevi ZA, M.Pd


Bisyr al Hafi. Nama lengkapnya adalah Bisyr bin al-Harits bin ‘Abd al-Rahman bin ‘Atha Abu Nashr al-Mawarzi al-Baghdadi. Ia seorang Imam, al-Muhaddisin (ahli hadis), al-Zahid (ugahari), Sufi besar, dan Syaikh Islam. Lahir di dekat kota Merv, Turkmenistan, tahun 152 H.

Saat masih muda, dia dikenal sebagai pemuda berandalan dan senang minum-minum di kafe sampai mabuk. Lalu Allah memberinya hidayah. Dia bertobat dengan sungguh-sungguh. Bisyr kemudian melalang buana mencari ilmu, mempelajari hadis kepada banyak ulama besar pada masanya. Antara lain Imam Malik, Syuraik, Hammad bin Zaid, Ibrahim bin Sa’d, Fudhail bin Iyadh, Ibn al-Mubarak dan Abd al-Rahmad bin Zaid bin Aslam dan sejumlah ulama besar lainnya. Niatnya yang tulus untuk menimba ilmu pengetahuan ketuhanan mengantarkannya sebagai salah satu seorang ulama besar generasi Salaf Saleh. Sejumlah ulama yang menjadi murid Bisyr antara lain: al-Sirri al-Saqathi sufi besar Ibrahim bin Hani al-Naisaburi, Umar bin Musa al-Jalla, dan lain-lain.

“Al-Hafi” adalah nama julukan Bisyr. Maknanya adalah “Si Telanjang Kaki” (tanpa alas kaki). Ini karena kemana-mana ia berjalan tanpa alas kaki. Mengapa ia berjalan tanpa alas kaki ?

Ada sebuah cerita mengenai hal ini. Ibn Khalikan, dalam wafayat al-A’yan (Biografi Para Tokoh), menceritakan, “Suatu hari Bisyr pergi ketempat tukang sol sandal. Ia meminta tali benang untuk menjahit sandalnya yang rusak. Si tukang sol mengatakan: Kamu ini suka sekali membebani orang. Mendengar jawaban itu, ia segera membuang sandal rusak yang masih dipakai dikakinya. Dan ia bersumpah untuk tidak akan mengenakan sandal, alas kaki, selama-lamanya.”

Para penulis biografi Bisyr al-Hafi, antara lain Khatib al-Baghdadi, Penulis Tarikh Baghdad (Sejarah Baghdad), mengatakan “Bisyr al Hafi adalah alim terkemuka dalam ke’ugaharian’, bersahaja dan kesungguhannya menjaga diri dari segala ucapan dan perbuatan yang tak patut (zuhud dan wara’i).” Penulis lain mengatakan, “Ia tidak bekata-kata kecuali kata-kata yang baik. Jika ia bicara, yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang bijak, kearifan, dan nasihat-nasihat yang mencerahkan.”

Bisyr al-Hafi banyak menulis Puisi-puisi sufistik. Inilah salah satunya:

Mereka bilang, “Kau mau saja hidup seperti itu”

Aku katakana, “Qanaah” adalah kaya

kaya bukanlah banyak harta atau uang

Aku tekah rela menerima pemberian Allah

Ketika sulit maupun ketika lapang

Aku tidak menempuh kecuali jalan lurus.

 Qanaah bermakna menerima pemberian Allah dengan tulus, tidak bergantung kepada orang lain, tetapi ia bukan berarti tidak mau bekerja atau seorang fatalis. Bisyr al-Hafi mengatakan:

            “Orang yang malas bekerja, hidupnya akan susah.”

            Ia selalu mengingatkan para sahabatnya akan hadis Nabi ini:

“Sungguh beruntung orang yang pasrah kepada Allah yang memperoleh rezeki dengan merasa rela atas pemberian Allah itu,” (HR. Muslim)

            Ulama besar ini tidak menikah sampai akhir hidupnya. Ia memilih menjalani kehidupan spiritual dan intelektual.

            Suatu malam, ketika Bisyr al-hafi sedang terbaring menanti ajalnya pada tahun 227 H/841 M, tiba-tiba datang seseorang dan mengeluhkan nasibnya kepadanya. Bisyr pun menyerahkan seluruh pakaian yang dia kenakan kepada orang tadi. Dia lantas memakai pakaian lain yang dia pinjam dari salah satu seorang sahabatnya. Dengan menggunakan pakaian pinjaman itulah sang Waliyullah tersebut menghadap Tuhannya.

            Bisyr al-Hafi meninggal tahun 227 H di Baghdad. Yang menshalatkan dan mengantarkannya banyak sekali, sampai-sampai dikatakan: “tidaklah jenazah keluar dari rumahnya ba’da shalat subuh baru dimakamkan sehabis shalat isya.

 

(Dikutip dalam Kitab Lisanul Hal)

Share:

Pengikut

Definition List

Unordered List

Support