Mhd. Reza Fahlevi, M.Pd
Manusia merupakan mahkluk yang paling sempurna yang Allah ciptakan
dimuka bumi ini baik dari segi bentuk fisik maupun cara berfikir yang
membedakan ia dengan makhluk lainnya, sehingga bisa membedakan mana yang
terbaik untuk dirinya dan mana yang buruk untuk dirinya. Kebebasan dalam
berfikir maupun berbuat yang dimiliki oleh manusia membuat manusia menjadi
makhluk yang berpotensi taat kepada Allah atau berpotensi menantang Allah. Hal
tersebutlah yang menjadi manusia itu istimewa ketika manusia taat kepada Allah
maka ia lebih mulia dari para malaikat, namun jika melakukan kemaksiatan maka
ia lebih hina dari binatang. Allah Swt menjelaskan kesempuranaan manusia di
dalam surah At-Tin ayat 4 yang berbunyi:
لَقَدۡ
خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤
sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS-At-Tin:4)
Dalam Tafsir Al-Maraghi mengungkapkan bahwa Allah mengistimewakan
manusia dengan akalnya, agar bisa berfikir dan menimba berbagai ilmu
pengetahuan serta mewujudkan segala inspirasinya yang dengannya manusia bisa
berkuasa atas segala makhluk. Manusia memiliki kekuatan dan pengaruh yang dengan
keduanya bisa menjangkau segala sesuatu.tetapi manusia itu memang pelupa. Ia
tidak menyadari keistimewaan yang dimilikinya. Bahkan ia menyangka seolah-olah
dirinya tak ubahnya makhluk jenis lain. Akibatnya ia melintang dalam berbagai
perbuatan yang bertentangan dengan akal sehat dan fitrah kejadiannya. Ia gemar
mengumpulkan harta benda dan bersenang-senang memenuhi kemauan hawa nafsu. Ia
berpaling dari hal-hal yang mendatangkan keridhaan-Nya yang bisa mengantarkan
kepada perolehan kenikmatan yang abadi.
Hal ini Allah pertegas dalam ayat lain, Allah berfirman:
يَوۡمَ
لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ ٨٨ إِلَّا
مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ ٨٩
(yaitu) di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati
yang bersih (QS
Asy-Syu’ara:88-89)
Padahal sama kita ketahui
bahwasannya manusia itu diciptakan tidak lain tidak bukan hanya untuk beribadah
kepada Allah Swt sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ
إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS Adz-Dzariyat: 56)
Allah menciptakan jin dan manusia
bertujuan agar manusia beribadah dalam bentuk pengabdian kepada Allah. Maksud
pengabdian disini adalah tidak menyekutukan Allah dengan yang lain, kemudian
melakukan ibadah-ibadah yang di perintah kan Allah Swt yang terdapat dalam
Al-Quran maupun as Sunnah apakah itu sholat, puasa, zakat, haji dan lain
sebagainya yang sifatnya amalan yang di sukai dan di cintai oleh Allah Swt
termasuklah di dalamnya bertasbih kepada Allah Swt.
Berkaitan dengan bertasbih atau
berzikir kepada Allah, manusia bukanlah satu-satunya mahkluk yang mengesakan
kebesaran Allah. Apakah kalian menyangka bahwa selama ini yang berzikir atau
bertasbih kepada Allah hanyalah manusia saja ? itu adalah pernyataan yang
sangat keliru. Karena banyak ayat Al-Quran yang menerangkan bahwa alam semesta
bertasbih kepada Allah Swt. semua mahkluk di muka bumi ini bertasbih kepada
Allah. Salah satu ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang hal ini adalah surah
al-Isra’ ayat 44 yang berbunyi:
تُسَبِّحُ
لَهُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ ٱلسَّبۡعُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ وَإِن مِّن شَيۡءٍ
إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمۡدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفۡقَهُونَ تَسۡبِيحَهُمۡۚ إِنَّهُۥ
كَانَ حَلِيمًا غَفُورٗا ٤٤
Langit yang tujuh, bumi dan semua
yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan
bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun (Qs. Al-Isra’: 44)
Dalam
tafsir Al-Maraghi menjelaskan bahwa sesungguhnya tujuh langit dan bumi beserta
seluruh mahkluk yang ada pada masing-masing, semuanya mensucikan Allah dan
mengagungkan-Nya dari apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik itu menyaksikan
bahwa Allah Maha Esa dalam Rububiyah maupun Uluhiyah-Nya, sebagaimana
pernyataan yang dikatakan oleh Abu Nawas:
“Pada tiap-tiap sesuatu terdapat
tanda bagi Allah. Yang menunjukkan bahwa Dia Maha Esa”
Makhluk yang mukallaf dan berakal,
bertasbih kepada Tuhannya kadang-kadang dengan perkataan, seperti kata-kata
subhanallah, terkadang dengan keadaan masing-masing yang menunjukkan keesaan
Allah dan Maha suci-Nya. sedang yang tidak berakal hanya mampu bertasbih kepada
Allah dengan cara yang kedua. Yakni dengan keadaannya sebagai makhluk yang bersifat baru, menunjukkan dengan jelas
tentang mesti adanya Allah Ta’ala dengan keesaan dan kekuasaan-Nya, serta maha
suci dari sifat baru. Karena adanya bekas itu menunjukkan adanya pemberi bekas.
Kesimpulannya adalah seluruh alam semesta menyaksikan akan kemahasucian Allah
Swt dari bersekutu dengan makhluk-Nya mengenai sifat-sifat-Nya sebagai Yang
Maha Pencipta.
Akan tetapi, kalian tidak memahami,
hai orang-orang musyrik! Penunjukan tersebut, karena tatkala kalian menganggap
adanya tuhan-tuhan selain Allah, maka seolah-olah kamu tidak bisa memandang dan
berfikir. Karena pemandangan yang benar dan berfikir yang hak akan membawa
kepada keyakinan, tidak seperti keyakinan yang kamu anut. Dengan demikian,
berarti kamu tidak memahami tasbih yang dilakukan oleh makhluk-makhluk itu, dan
kamu tidak bisa mengetahui penunjukan adanya Pencipta.
Kemudian didalam surah An-Nur ayat
41 menjelaskan tentang hal yang sama.
أَلَمۡ
تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلطَّيۡرُ
صَٰٓفَّٰتٖۖ كُلّٞ قَدۡ عَلِمَ صَلَاتَهُۥ وَتَسۡبِيحَهُۥۗ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ
بِمَا يَفۡعَلُونَ ٤١
Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah:
kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan
mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan
tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS An-Nur: 41)
Ibnu
Katsir dalam Tafsir Al-Quran al-‘Adhim menuturkan bahwa yang dimaksud apa yang
ada dilangit dan bumi adalah seluruh makhluk baik dari kalangan malaikat,
manusia, jin, semua hewan serta benda mati. Hal ini pun senada dengan
keterangan dari Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al-Wajiz bahwa seluruh makhluk
Allah yang bertasbih itu berasal dari bangsa hewan maupun benda-benda mati.
Dalam
suatu hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa semut
juga bertasbih. Rasulullah saat menceritakan kepada sahabat-sahabatnya bahwa
pada zaman dahulu Nabi Musa pernah duduk dibawah pohon yang rindang. Pada saat bersantai
tiba-tiba ia merasa kesakitan karena ada seekor semut. Nabi Musa pun marah
lantas menyuruh pasukannya untuk membakar sarang semut tersebut. Namun Nabi
Musa di tegur Allah perihal tersebut seperti yang di sabdakan Rasulullah SAW;
“Hanya karena kamu digigit seekor semut, lalu kamu membinasakan sebuah umat
yang bertasbih” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam
ayat lain Allah memberikan keterangan perihal benda mati yang juga bertasbih.
Allah memberikan satu contoh yaitu gunung-gunung. Ayat-ayat tersebut pada waktu
itu merujuk kepada Nabi Daud yang diberikan mukjizat oleh Allah mengerti Bahasa
hewan dan memiliki kerajaan bukan dari manusia saja, melaikan dari makhluk
lain. Gunung-gunung tersebut diperintahkan Allah untuk bertasbih bersama-sama
dengan Nabi Daud. Seperti yang terdapat di dalam surah Saba’ ayat 10 yang
artinya:
“Dan sesungguhnya telah kami
berikan kepada Daud dari kami. (kami berfirman), “Hai gunung-gunung dan
burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”. (QS Saba’:10)
Seperti penjelasan oleh Ibnu Katsir
dan Wahbah Zuhayli di atas, bahwa pada dasarnya semua makhluk Allah itu
bertasbih. Baik yang ada di langit maupun di bumu, baik yang hidup maupun yang
mati. Semua alam bertasbih memuji Allah tanpa terkecuali. Dan bahwa manusia yang
congkak saja yang tidak mau bertasbih memuji dan menyucikan-Nya.
Pendapat para mufassir di atas di
sepakati oleh Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengungkapkan bahwa seluruh
makhluk Allah di alam semesta ini bertasbih menyucikan-Nya dan mengungkapkan-Nya
baik dengan lisan maupun dengan isyarat aktivitas tubuhnya.
Kebesaran Allah memang tidak akan
berkurang meskipun manusia tidak mengagungkan-Nya, bahkan jika pun manusia
tidak menyembah-Nya. Sebagai makhluk yang sempurna yang memiliki keistimewaan
baik bentuk fisik maupun yang lainnya, seharusnya manusia lah yang taat dan
patuh kepada yang pencipta melalui kalimah tasbih dan mensucikan Allah. Manusia
yang hakikatnya adalah seorang hamba maka selayaknya ia mengagungkan nama-Nya
dan menyucikannya. Menyucikan dan mengagungkan-Nya adalah wujud amal seorang
hamba yang saleh karena ia tunduk dan taat kepada Sang Pencipta.
0 Post a Comment:
Posting Komentar