"Dengan membaca kamu mengenal dunia. Dengan Menulis kamu dikenal Dunia."

murevi18.blogspot.com

Jumat, 23 Maret 2018

Perkembangan Jiwa Beragama pada Remaja




                                                  


     A.    Pengertian Remaja
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adolescantia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, social dan fisik. Kata tersebut mengandung aneka kesan, ada yang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang potensinya dapat dimanfaatkan dan kelompok bertanggung jawab terhadap bangsa dan masa depan. Masa remaja merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan emosional. Masa remaja kadang panjang kadang pendek tergantung lingkungan dan budaya dimana remaja itu hidup.
Kehidupan remaja itu sendiri merupakan salah satu fase perkembangan dari diri manusia. Fase ini adalah masa transisi dari kanak-kanak dalam menggapai kedewasaan. Disebut masa transisi ksrena terjadi saling pengaruh antara aspek jiwa dengan aspek yang lain, yang kesemuanya akan mempengaruhi keadaan kehidupan remaja.
Neidahart menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan keterganrungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntuk untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat mengatakan masa remaja adalah masa munculnya berbagi kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang. (Psikologi Agama, Jalaluddin, hal 30)

    B.     Perkembangan Agama Pada Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa pencapaian identitas bahkan bias dikatakan perjuangan pokok pada masa remaja adalah antara identitas dan kekacauan peran. Pada waktu orang remaja menumukan siapa dirinya  yang sebenarnya atau identitas diri, tumbuhlah kemampuan untuk mengikat kesetiaan kepada  suatu pandangan atau ideology.
Pada usia remaja, sering kali kita melihat mereka mengalami kegoncangan dan ketidakstabilan dalam beragama misalnya, mereka kadang-kadang sangat tekun sekali menjalankan ibadah, tetapi pada waktu lain enggan melaksanakannya. Bahkan menunjukkan sikap seolah-olah anti agama. Hal tersebut karena perkembangan jasmani dan rohani yang terjadi pada masa remaja turut mempengaruhi perkembangan agamanya. Dengan pengertian bahwa penghayatan terhadap ajaran dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan factor perkembangan jasmani dan mereka.
Zakiah daradjat, starbuch dan William James sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.
Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut :
1.       Masa awal remaja (13-18 tahun)  dapat dibagi dalam tiga sub tahapan sebagai berikut:
Pertama: Sikap negative (meskipun tidak terang-terangan) disebabkan alam pikirannya kritis melihat kenyataan orang-orang beragama hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatanya. Mereka meragukan agama bukan karena igin menjadi agnostic atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
Kedua: Pandangan dalam ketuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
Ketiga: Penghayatan rohaninya cenderung skeptic (meliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.


2.      Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikut:
Pertama:  Sikap kembali pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjalani kedewasaan.
Kedua:  Pandangan dalam Ketuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Ketiga: Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah malalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan ajaran agama sebagai doktrin dan ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shahih dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.
Perkembangan pengetahuan keagamaan
Perkembangan pengetahuan keagamaan berkaitan dengan keterlibatan diri terhadap pemilian pengetahuan yang meliputi semua aspek keagamaan, perkembangan intelektual remaja merupakan fase formal operation. Unsure pokok pemikirannya adalah pemikiran deduktif, induktif dan abstraktif. Mereka memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Pemikiran keagamaanyang tertanam pada usia anak yang akan muncul lagi disertai daya kritik dan evaluasi terhadap pemikiran.
Etika keagamaan
            Perkembangan etika keagamaan erat hubungan dengan perkembangan moral, yaitu aspek jiwa yang berkaitan dengan dorongan untuk  berprilaku sesuai dengan aturan moral dilingkungannya. Perkembangan moral pada usia remaja disebut fase autonomy, yaitu fase ketika orientasi moral dididasarkan pada prinsip-prinsip aturan yang telah terinternalisasikan dalam hati nurani melalui otoritas eksternal dan orientasi social.
Perkembangan orientasi social keagamaan
            Kelompok kawan sebaya merupaan factor pemberi pengaruh yang cukup kuat terhadap perkembangan remaja, karena kelompok kawan sebayanya merupakan media pengembangan dorongan kemandiriannya. Kelompok teman sebaya seagama akan menjadi sumber proses aplikasi prilaku dan juga menambahkan rasa kepedulian social keagamaan, sebagai dorongan diri yang diperlukan untuk dasar aplikasi ajaran agama tentang ikatan social kemasyarakatan. (perkembangan rasa keagamaan pada remaja, Nurhayati)
    C.    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja
Perkembangan rasa keagmaan pada masa remaja sangat dipengaruhi  oleh tumbuhnya hati nurani keagamaan, baik kualitasnya pada akhir usia anak maupun perkembangan pada usia remaja. Hati nurani yang sudah tumbuh kuat pada akhir pada akhir anak-anak akan memudahkan perkembangan rasa keagamaan pada masa remaja.
Factor consience atau hati nurani ini mempunyai padanan pada kata super ego, inner light dan inner policeman. Pada masa remaja, anak masuk ke dalam tahap pendewasaan, dimana hati nurani (conscience) sudah mulai berkembang melalui perkembangan dan pengayaan pada usia anak melalui proses sosialisasi. Proses sosialisasi nilai tersebut terlaksana melalui proses identifikasi anak terhadap perilaku orang tuanya dan juga orang-orang disekelilingnya yang memiliki kesan dominan secara kejiwaan, sehingga terjadi proses imitasi sikap dan prilaku. Kekuatan dari kata hati sebagiannya justru terletak pada ketidak mengertian anak, karena dengan begitu konsep nilai yang masuk dalam diri anak terbentuk melalui proses tanpa Tanya, begitu saja terserap tanpa adanya reaksi dari dalam.
Proses kerja hati nurani dibantu oleh gejala jiwa yang lain disebut rasa bersalah (guilt)dan rasa malu (shame), yang akan muncul setiap kali ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya. Clark menyatakan bahwa kapasitas untuk memiliki kata hati adalah merupakan potensi bawaan bagi setiap manusia, tetapi subtansi dari kata hati merupakan hasildari proses belajar.
Rasa bersalah (guilt) adalah perasaan yang tumbuh jika dirinya tidak meletakkan sesuatu sesuai dengan hati nuraninya. Beriringan dengan itu kemudian muncul rasa malu (hame), yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian negative dari orang lain terhadap dirinya. Kata hati, rasa bersalah dan rasa malu dalam perkembangan religiusitas adalah mekanisme jiwa yang terbentuk melalui proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada usia anak, yang akan berfungsi sebagai pengontrol dasar pegangan hidupnya dalam bermasyarakat.

Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan :
1.      Pertumbuhan dan Pikiran Mental
Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriah menuju agama yang bathiniah. Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju “iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
2.      Perasaan Beragama
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangna satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri manusia. Ketidakstabilan perasaan remaja kepada tuhan/agama, perasaan remaja pada agama adalah ambivalesi.
3.      Perkembangan Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja.        
Sikap Remaja Terhadap Agama
Setelah mengetahui factor-faktor dan unsure-unsur yang mempengaruhi sikap remaja terhadap agama, maka dapatlah kita bagi sikap remaja tersebut sebagai berikut:
a.       Percaya turut-turutan
Sesungguhnya kebanyakan remaja percaya kepada tuhan dan menjalankan ajaran agama, kerena mereka terdidik dalam lingkungan yang beragama, karena bapak dan ibunya orang beragama, teman dan masyarakat sekelilingnya rajin beribadah, maka mereka ikut percaya dan melakanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana ia hidup. Percaya yang seperti inilah yang dinamakan percaya turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam kegiatan-kegiatan agama.
Kenyataan seperti ini, dapat kita lihat dimana-mana sehingga banyak sekali remaja yang beragama hanya karena orang tuanya beragama. Cara beragama seperti ini merupakan lanjutan dari beragama dimasa kanak-kanak seolah tidak terjadi perubahan apa-apa dalam pikiran mereka terhadap agama. Kepercayaan ini biasanya terjadi apabila orang tua memberikan didikan agama dengan cara menyenangkan jauh dari pengalaman pahit diwaktu kecil, dan setelah menjadi remaja tidak mengalami pula peristiwa atau hal-hal yang menggoncangkan jiwanya, sehingga cara kekanak-kanakan dalam beragama terus berjalan, tidak perlu ditinjaunya kembali. Akan tetapi apabila dalam usia remaja, menghadi peristiwa yang mendorongnya untuk meneliti kembali peristiwa waktu kecilnya maka ketika itu kesadarannya akan timbul dan sehingga ia menjadi bersemangat sekali, ragu-ragu atau anti agama.
Percaya turut-turutan seperti ini biasanya tidak lama, dan banyak terjadi pada masa-masa remaja pertama (13-16). Sesudah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan lebih sadar.
b.      Percaya dengan kesadaran
Setelah kegoncangan remaja pertama agak reda, yaitu sekitar usia 16 tahun, dimana pertumbuhan jasmani hampir selesai, kecerdasan juga sudah dapat berfikir lebih matang dan pengetahuan bertambah. Kesadaran dan semangat agama pada masa remaja itu dimulai dengan cenderungnya remaja dari meninjau dan meneliti kembali caranya beragama dimasa kex=cil dulu. Biasanya semangat agama itu tidak terjadi sebelim usia 17 atau 18 tahun, yaitu semangat agama ini memiliki dua bentuk, yaitu semangat positif dan khurafi. 
c.       Percaya, tapi agak ragu-ragu (bimbang)
Kebimbangan remaja terhadap agama itu berbeda antara individu satu dengan individu lainnya sesuai dengan kepribadian masing-masing. Ada yang mengalami keseimbangan ringan yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai pada berubah agama. Dari hasil penelitian  yang dilakukan oleh Dr. Al-Malighy terbukti bahwa sebelum usia 17 tahun keseimbangan beragama tidak terjadi. Puncak keseimbangan itu terjadi antara 17-20 tahun.
Sesungguhnya keseimbangan beragama itu bersangkut paut dengan semangat agama. Keseimbanagan beragama menimbulkan rasa dosa pada remaja. Biasanya setelah keraguan itu selesai timbullah semangat agama yang berlebihan baik dalam beragama maupun dalam mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat keyakinan.
d.      Tidak percaya sama sekali cenderung kepada atheis
Salah satu perkembanagan yang mungkin terjadi pada akhir remaja adalah mengingkari wujud tuhan dan menggatinya dengan keyakinan lain. Atau mungkin pula hanya tidak mempercayai adanya tuhan secara mutlak. Ketidak percayaan yang tidak sungguh-sungguh itu, terjadi sebelum usia 20 tahun. Mungkin sekali seorang remaja mengalami bahwa dirinya atheis. Namun jika dianalisis akan diketahui bahwa dibalik keingkaran yang sungguh-sungguh itu tersembunyi kepercayaan kepada tuhan.
            Secara psikologis maupun sosiologis, remaja umumnya memang rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir, mereka mudah sekali terombang ambing dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat sekitarnya.  Diberbagai komunitas  dan dikota besar metropolitan, jangan heran jika huru hara, seks bebas, menghisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung mudah menggoda para remaja. Siapakah yang harus dipersalahkan tatkala kita menjumpai remaja yang terpelosok pada prilaku yang menyimpang dan melanggar hokum atau paling tidak melanggar tata tertib yang berlaku dimasyarakat . (Psikologi Agama, Arifin, hal 23)
    D.    Materi Pembelajaran Agama Pada Masa Remaja
Pendidikan agama pada remaja merupakan hala yang sangat penting dalam mengatasi masalah-masalah psikologis yang mendua yang dihadapi remaja. Pendidikan (materi pembelajaran) agama yang paling penting  pada remaja antara penanaman akidah, pembiasaan ibadah, pendidikan seks dan pembinaan akhlak.
1.      Penanaman Akhlak
Penanaman akidah adalah upaya menanamkan keimanan yang diberikan kepada remaja.  Didalam al-Qur’an diceritakan bagaimana Ya’kub keimanan kepada anak-anaknya. 
Rasulullah pernah mengajarkan akidah kepada seorang remaja yahudi. Kisah ini ditemukan dalam hadis Rasul yang artinya :
Sesungguhnya Nabi SAW mempunyai seorang tetangga yahudi yang akhlaknya cukup baik. Ia sedang sakit, lalu Rasulullah saw bersama sahabat-sahabatnya datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda : “Maukah engkau mengucapakan kaliamat laa ilaaha illallaah wa annii rasulullah ?” ia melihat bapaknya, tetapi bapaknya diam dan remaja itupun diam. Beliaupun mengulangi kedua kali dan ketiga kalinya. Pada ketiga kalinya bapaknya berkata : “Ucapanlah seperti yang beliau katakana kepadamu”  Remaja itupun melaksanakannya, kemudian ia meninggal. Orang-orang yahudi  ingin mengurus jenazahnya, namun Rasululah saw bersabda : “kami lebih berhak mengurusnya dari pada kalian.” Rasulullah lalu memandikannya, mengkafaninya, membaringkannya, lalu mensholatkannya. ( HR. Abdurrazaq)
2.      Pembiasaan Ibadah
Pembiasaan melakukan ibadah sudah diajarkan sejak masa anak-anak kemudian dilanjutkan pada masa remaja. Jika pada masa anak-anak orang tua hanya mengajarkan sholat, tetapu setelah remaja orang tua dianjurkana memukul anak yang tidak sholat setelah diajaran sholat pada waktu kanak-kanak.  Hadis Rasulullah tentang perintah mengajarkan sholat sebagai berikut yang artinya : “ Biasakanlah anak-anak untuk sholat ketika usianya mencapai tujuh tahun. Anggota keluarganya jangan sampai usia Sembilan tahun sianak masih meninggalkan sholat, pukullah ( HR. Abu Daud)
Cara memelihara diri dari api neraka adalah dengan melaksanakan ibadah secara rutin dan meninggalkan segala larangan Allah. Rasulullah bersabda : “amal yang pertama kali yang akan dihisab untuk seorang hamba nanti pada hari kiamat ialah sholat, maka apabila sholatnya baik (lengkap), maka baiklah seluruh amalnya yang lain, dan jika sholatnya rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalannya yang lain (HR. Thabrani) dan Rasulullah bersabda yang artinya :” Amal yang paling disenangi oleh Allah, ialah amal yang teru-menerus dikerjakan, walaupun sedikit (HR. Bukhori dan Muslim)

. 
3.      Pendidikan Seks
Remaja menghadapi dua problem besar. Problem pertama adalah problem intern ini secara alami akan terjadi pada remaja. Hasrat seksual yang berasal dari naluri seksualnya., mulai mendorong untuk dipenuhi. Hal ini sangat fitrah karena fisiknya secara primer maupun sekunder sudah mulai berkembang. Misalnya mulai berfunsinya hormone testosterone pada laki-laki menyebabkan pertumbuhan bulu pada daerah fisik tertentu, berubahnya suara menjadi lebih besar. Pada remaja putrid mulai berfungsinya hormone progesterone yang menyebabkan perubahan fisik didadnya, dan sekaligus mengalami menstruasi. Perkembangan fungsi hormone ini selalu menyebabkan remaja sulit mengendalikan diri dalam bergaul dengan lawan jenis.
Problem kedua adalah problem eksternal. Inilah yang terkatagori dalam pembentukan lingkungan tempat remaja berkiprah. Factor terpenting membuat remaja “selamat” dalam pergaulannya adalah factor pemikiran dan factor rangsangan. Pemikiran adalah sekumpulan ide tentang kehidupan yang diambil dan penetrasikan oleh remaja itu kedalam benaknya sehingga menjadi sebuah pemahaman yang mendorong setiap perilakunya. Pemikiran penting yang membentuk remaja adalah : makna kehidupan, standart kebahagiaan hidup, dan standart prilaku. Misalnya ketika seseorang remaja memahami bahwa makna kehidupan ini adalah misteri, kebahagiaan adalah kekayaan, dan standart prilaku adalah yang penting  ada manfaat agar jadi kaya, makna kita akan menemukan remaja seperti ini tidak akan memahami resiko perbuatannya. Baginya mencuri, narkoba sambil mendagangkannya, seks bebas adalah kenikmatan dan tujuan hidupnya. Remaja seperti ini akan banyak ditemukan dalam lingkungan masyarakat sekuler (menjauh dari agama)
4.      Pembinaan Akhlak
Akhlak akan menjaga seseorang terbebas dalam melakukan berbagai kejahatan yang dapat merugikan  orang lain, seperti pemukulan, pencurian, pembunuhan dan perkelahian selalu terjadi pada remaja.
Ada beberapa pendapat para ahli pembelajaran akhlak terhadap sesama sebagai berikut :
1.      Menjungjung tinggi kehormatan sesama kaum Muslimin, mendidik manusia untuk selalu saling menghargai dan menjaga kehormatan mereka. Pendidikan yang dapat mewujudkan sikap enjunjung tinggi kehormatan kaum muslimi dapat dilakukan dengan menggunakan metode keteladanan dalam keluarga. Remaja yang dapat menghormati orang lain adalah remaja yang hidup dalam lingkungan kelaurga yang saling menghormati. Disamping metode keteladanan metode kisah, metode nasehat, dan metode pembiasaan dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap menjunjung tinggi kehormatan orang lain.
2.      Taubat mendidik manusia agar senantiasa mensucikankan jiwa mereka. Sehingga wujud dari taubat dengan beramal shaleh dapat dilaksanakan dalam kehidupan nya. Dalam rangka menanamkan sikap bertaubat pada remaja, maka orang tua atau guru pendidik sebaiknya menggunakan beberapa  metode: metode pembiasaan dan metode ceramah. Metode pembiasaan diajarkan kepada anak didik untuk selalu memohon ampun kepada Allah apabila anak tersebut berkata kasar, maka harus dibiasakan dengan kalimat ampunan yaitu mengucap istighfar sebagai pembiasaan untuk selalu melakuan taubat jika melakukan dosa atau taubat.
3.      Husnuzzan mendidik anak untuk selalu berfikir positif agar hidup menjadi lebih produktif, sehingga energy tidak terkuras hanya untuk memikirkan hal-hal yang belum pasti kebenarannya.  Upaya menanamkannya sikap husnuzzan dapat dilakukan metode nasihat. Metode nasihat merupakan metode yang sering digunakan orang tua dalam mendidik anaknya menjadi manusia yang lebih baik. Seorang pendidik harus mampu menjelaskan pentingnya husnuzzan dan hikmah yang terkandung didalamnya. Agar metode ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam penjelasannya perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a.       Gunakan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami anak didik.
b.      Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasehati atau orang disekitarnya.
c.       Sesekali selingi nasehat dengan rumor yang bias membuat suasana lebih nyaman bagi anak dengan tidak melanggar aturan yang melanggar islam, seperti berbohong.
Disamping metode nasihat, metode pembiasaan bias digunakan oleh pendidik sekaligus orng tua agar terbiasa husnuzzan. Misalnya orangtua mengingatkan anak jika mencela kekurangan saudaranya.
4.      Ta’aruf mendidik manusia untuk selalu saling menjalin komunikasi dengan sesame, karena banyaknya relasi merupakan salah satu cara untuk mempermudah datangnya rezeki. Rasulullah bersabda tentang pentingnya saling mengenal dan menyambung silaturrahmi yang artinya : Anas bin malik r.a berkata, saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan family (kerabat). (HR. Bukhari)
5.      Egaliter mendidik manusia untuk bersikap rendah hati, sedangkan rendah hati merupakan pakaian orang-orang yang beriman yang akan mengangkat derajatnyaa disisi Allah swt.
Terkait dengan upaya menanamkana sikap persamaan derajat diantara sesama maka seorang pendidik bias menggunakan metode ceramah dan nasihat. Pendidik hendaknya memberikan pengertian kepada muridnya bahwa kedudukan semua manusia adalah sama,tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, kulit hitam maupun putih, pitar dan bodoh. Karena semua itu tolak ukur yang sifatnya sementara. Sedangkan orang yang paling mulia adalah orang yang bertakwa kepada Allah SWT. Oleh karenanya, tidak perlu menyombongkan diri ketika memiliki kelebihan disbanding yang lain. Bahkan seharusnya orang kaya membantu yang miskin yang pintar membantu yang bodoh. Metode keteladananpun bias digunakan oleh pendidik dalam rangka menanamkan sikap persamaan derajat. ( psikologi Agama, masganti hal: 70)
    E.     Metode Pengajaran  Agama Pada Remaja
Telah diketahui bersama bahwa anak adalah asset terbesar bagi orang tua, anak adalah amanah Allah yang perlu didik. Oleh karena itu, agama harus ditanamkan pada diri mereka. Dalam mengajarkan agama pada remaja diperlukan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja telah dicintohkan Rasulullah SAW antara lain:
1.      Metode Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan etode yang berpengaruh dalam aspek moral spiritual anak dalam remaja mengingat pendidik adalah figur terbaik dala pandangan anak. Metode ini dapat diterapkana pada usia remaja misalnya contohkan sholat, mengaji dan ibadah-ibadah atau perbuatan baik lainnya.
2.      Metode Demonstarsi
Metode demonstarsi adalah cara mengajarkan dengan menggunakan peragaan atau memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses tertentu kepada yang diajar. Metode ini dapat digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja, misalnya mendemonstarsikan langsung seperti, praktek sholat, wudhu atau praktek penyelenggaraan sholat jenazah.
3.      Metode Pemberian Tugas
Termasuk metode pengajaran agama pada remaja yang cukup berhasil dalam membentuk aqidah remaja dan mempersiapkannya baik secara moral, maupun emosional adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikannya nasihat-nasihat. Karena nasihat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak remaja  akan hakikat sesuatu, mendorong untuk menghiasi dirinya dengan akhlak mulia.
Adapun metode nasihat, dicontohkan oleh Luqmanul Hakim yang diabadikan dalam Al Qur’an QS. Al Luqman ayat 13 dan 17. Terjemahnnya :
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (13) hai anakku, dirikanlah shoalt dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (17)
Menurut Abudinata bahwa nasehat ini cocok untuk remaja karena dengan kalimat-kalimat yang baik dapat menentukan hati untuk mengarahkannya kekpa ide yang dikehendakinya. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa metode nasihat itu sasaranya adalah untuk menimbulkan kesadaran pada orang yang dinasehati agar mau insaf melaksanakan ajaran yang digariskan atau diperintahkan kepadanya. (Perkembangan rasa keagamaan pada remaja, Nurhayati hal: 18)


BAB II
KESIMPLAN
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional social dan fisik, masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri.
Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat dibanding dengan masa kanak-kanak dan dewasa. Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianaggap sama dengan orang dewasa, dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidak pastian.
Diantara factor yang mempengaruhi agama remaja adalah hati nurani, pertumbuhan dan pikiran mental, perasaan beragama, pertimbangan social dan perkembangan moral.
Materi pembelajaran agama pada masa remaja yaitu:
a.       Penanaman Aqidah
b.      Pembiasaan Ibadah
c.       Pendidikan Seks
d.      Pembinaan Akhlak
Metode pengajaran agama pada remaja, yaitu :
a.       Metode Keteladanan
b.      Metode Demonstasi
c.       Metode Pemberian Tugas



DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bambang Syamsul, 2008, psikologi agama, Bandung ; Pustaka Setia
Sit masganti, 2011, Psikologi Agama, medan; Perdana Publishing
Jalaluddin, 2004, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nurhayati, Tati, 2007 Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam jurnal Al Tarbiyah edisi XX, vol 1 juni














   







Share:

0 Post a Comment:

Posting Komentar

Pengikut

Definition List

Unordered List

Support