A.
Pengertian
Remaja
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adolescantia yang berarti remaja) yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,
emosional, social dan fisik. Kata tersebut mengandung aneka kesan, ada yang
berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang potensinya dapat dimanfaatkan dan
kelompok bertanggung jawab terhadap bangsa dan masa depan. Masa remaja
merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan
emosional. Masa remaja kadang panjang kadang pendek tergantung lingkungan dan
budaya dimana remaja itu hidup.
Kehidupan remaja itu sendiri merupakan salah satu fase
perkembangan dari diri manusia. Fase ini adalah masa transisi dari kanak-kanak
dalam menggapai kedewasaan. Disebut masa transisi ksrena terjadi saling
pengaruh antara aspek jiwa dengan aspek yang lain, yang kesemuanya akan
mempengaruhi keadaan kehidupan remaja.
Neidahart menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan dan keterganrungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa
ini remaja dituntuk untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang
dikemukakan oleh Ottorank bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang
drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat mengatakan
masa remaja adalah masa munculnya berbagi kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya
kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang. (Psikologi Agama, Jalaluddin, hal 30)
B.
Perkembangan
Agama Pada Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa pencapaian identitas bahkan
bias dikatakan perjuangan pokok pada masa remaja adalah antara identitas dan
kekacauan peran. Pada waktu orang remaja menumukan siapa dirinya yang sebenarnya atau identitas diri, tumbuhlah
kemampuan untuk mengikat kesetiaan kepada
suatu pandangan atau ideology.
Pada usia remaja, sering kali kita melihat mereka
mengalami kegoncangan dan ketidakstabilan dalam beragama misalnya, mereka
kadang-kadang sangat tekun sekali menjalankan ibadah, tetapi pada waktu lain
enggan melaksanakannya. Bahkan menunjukkan sikap seolah-olah anti agama. Hal
tersebut karena perkembangan jasmani dan rohani yang terjadi pada masa remaja
turut mempengaruhi perkembangan agamanya. Dengan pengertian bahwa penghayatan
terhadap ajaran dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak
berkaitan dengan factor perkembangan jasmani dan mereka.
Zakiah daradjat, starbuch dan William James sependapat
bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi
dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang
berbeda.
Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai
berikut :
1. Masa awal remaja (13-18 tahun) dapat dibagi dalam tiga sub tahapan sebagai
berikut:
Pertama:
Sikap negative (meskipun tidak terang-terangan) disebabkan alam pikirannya
kritis melihat kenyataan orang-orang beragama hipocrit (pura-pura) yang
pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatanya. Mereka
meragukan agama bukan karena igin menjadi agnostic atau atheis, melainkan karena
ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka
untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
Kedua:
Pandangan dalam ketuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau
mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham yang tidak cocok atau
bertentangan satu sama lain.
Ketiga:
Penghayatan rohaninya cenderung skeptic (meliputi kewas-wasan) sehingga banyak
yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya
dengan kepatuhan.
2. Masa
remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikut:
Pertama: Sikap kembali pada umumnya, kearah positif
dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan
hidupnya menjalani kedewasaan.
Kedua: Pandangan dalam Ketuhanan dipahamkannya dalam
konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Ketiga:
Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah malalui proses identifikasi dan
merindu puja ia dapat membedakan ajaran agama sebagai doktrin dan ajaran dan
manusia penganutnya, yang baik shahih dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa
terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi
seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.
Perkembangan
pengetahuan keagamaan
Perkembangan
pengetahuan keagamaan berkaitan dengan keterlibatan diri terhadap pemilian
pengetahuan yang meliputi semua aspek keagamaan, perkembangan intelektual
remaja merupakan fase formal operation. Unsure pokok pemikirannya adalah
pemikiran deduktif, induktif dan abstraktif. Mereka memecahkan permasalahan
yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Pemikiran keagamaanyang tertanam
pada usia anak yang akan muncul lagi disertai daya kritik dan evaluasi terhadap
pemikiran.
Etika
keagamaan
Perkembangan etika keagamaan erat
hubungan dengan perkembangan moral, yaitu aspek jiwa yang berkaitan dengan
dorongan untuk berprilaku sesuai dengan
aturan moral dilingkungannya. Perkembangan moral pada usia remaja disebut fase
autonomy, yaitu fase ketika orientasi moral dididasarkan pada prinsip-prinsip
aturan yang telah terinternalisasikan dalam hati nurani melalui otoritas
eksternal dan orientasi social.
Perkembangan
orientasi social keagamaan
Kelompok kawan sebaya merupaan
factor pemberi pengaruh yang cukup kuat terhadap perkembangan remaja, karena
kelompok kawan sebayanya merupakan media pengembangan dorongan kemandiriannya.
Kelompok teman sebaya seagama akan menjadi sumber proses aplikasi prilaku dan
juga menambahkan rasa kepedulian social keagamaan, sebagai dorongan diri yang
diperlukan untuk dasar aplikasi ajaran agama tentang ikatan social
kemasyarakatan. (perkembangan rasa
keagamaan pada remaja, Nurhayati)
C.
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja
Perkembangan
rasa keagmaan pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya hati nurani keagamaan, baik
kualitasnya pada akhir usia anak maupun perkembangan pada usia remaja. Hati
nurani yang sudah tumbuh kuat pada akhir pada akhir anak-anak akan memudahkan
perkembangan rasa keagamaan pada masa remaja.
Factor
consience atau hati nurani ini mempunyai padanan pada kata super ego, inner
light dan inner policeman. Pada masa remaja, anak masuk ke dalam tahap
pendewasaan, dimana hati nurani (conscience) sudah mulai berkembang melalui
perkembangan dan pengayaan pada usia anak melalui proses sosialisasi. Proses
sosialisasi nilai tersebut terlaksana melalui proses identifikasi anak terhadap
perilaku orang tuanya dan juga orang-orang disekelilingnya yang memiliki kesan
dominan secara kejiwaan, sehingga terjadi proses imitasi sikap dan prilaku.
Kekuatan dari kata hati sebagiannya justru terletak pada ketidak mengertian
anak, karena dengan begitu konsep nilai yang masuk dalam diri anak terbentuk
melalui proses tanpa Tanya, begitu saja terserap tanpa adanya reaksi dari dalam.
Proses
kerja hati nurani dibantu oleh gejala jiwa yang lain disebut rasa bersalah
(guilt)dan rasa malu (shame), yang akan muncul setiap kali ia melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya. Clark menyatakan bahwa
kapasitas untuk memiliki kata hati adalah merupakan potensi bawaan bagi setiap
manusia, tetapi subtansi dari kata hati merupakan hasildari proses belajar.
Rasa
bersalah (guilt) adalah perasaan yang tumbuh jika dirinya tidak meletakkan
sesuatu sesuai dengan hati nuraninya. Beriringan dengan itu kemudian muncul
rasa malu (hame), yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan
penilaian negative dari orang lain terhadap dirinya. Kata hati, rasa bersalah
dan rasa malu dalam perkembangan religiusitas adalah mekanisme jiwa yang
terbentuk melalui proses internalisasi nilai-nilai keagamaan pada usia anak,
yang akan berfungsi sebagai pengontrol dasar pegangan hidupnya dalam
bermasyarakat.
Menurut
W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan
remaja sangat berkaitan dengan :
1. Pertumbuhan
dan Pikiran Mental
Pertumbuhan kognitif
memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriah
menuju agama yang bathiniah. Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja
untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai
memikirkan konsep serta bergerak menuju “iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
2. Perasaan
Beragama
Masa remaja adalah masa
bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangna satu sama
lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat
dalam diri manusia. Ketidakstabilan perasaan remaja kepada tuhan/agama,
perasaan remaja pada agama adalah ambivalesi.
3. Perkembangan
Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral
melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh
orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia
remaja.
Sikap
Remaja Terhadap Agama
Setelah
mengetahui factor-faktor dan unsure-unsur yang mempengaruhi sikap remaja
terhadap agama, maka dapatlah kita bagi sikap remaja tersebut sebagai berikut:
a. Percaya
turut-turutan
Sesungguhnya
kebanyakan remaja percaya kepada tuhan dan menjalankan ajaran agama, kerena
mereka terdidik dalam lingkungan yang beragama, karena bapak dan ibunya orang
beragama, teman dan masyarakat sekelilingnya rajin beribadah, maka mereka ikut
percaya dan melakanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti
suasana lingkungan dimana ia hidup. Percaya yang seperti inilah yang dinamakan
percaya turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tidak ada perhatian untuk
meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam kegiatan-kegiatan agama.
Kenyataan
seperti ini, dapat kita lihat dimana-mana sehingga banyak sekali remaja yang
beragama hanya karena orang tuanya beragama. Cara beragama seperti ini
merupakan lanjutan dari beragama dimasa kanak-kanak seolah tidak terjadi
perubahan apa-apa dalam pikiran mereka terhadap agama. Kepercayaan ini biasanya
terjadi apabila orang tua memberikan didikan agama dengan cara menyenangkan
jauh dari pengalaman pahit diwaktu kecil, dan setelah menjadi remaja tidak
mengalami pula peristiwa atau hal-hal yang menggoncangkan jiwanya, sehingga
cara kekanak-kanakan dalam beragama terus berjalan, tidak perlu ditinjaunya
kembali. Akan tetapi apabila dalam usia remaja, menghadi peristiwa yang
mendorongnya untuk meneliti kembali peristiwa waktu kecilnya maka ketika itu
kesadarannya akan timbul dan sehingga ia menjadi bersemangat sekali, ragu-ragu
atau anti agama.
Percaya
turut-turutan seperti ini biasanya tidak lama, dan banyak terjadi pada
masa-masa remaja pertama (13-16). Sesudah itu biasanya berkembang kepada cara
yang lebih kritis dan lebih sadar.
b. Percaya
dengan kesadaran
Setelah
kegoncangan remaja pertama agak reda, yaitu sekitar usia 16 tahun, dimana
pertumbuhan jasmani hampir selesai, kecerdasan juga sudah dapat berfikir lebih
matang dan pengetahuan bertambah. Kesadaran dan semangat agama pada masa remaja
itu dimulai dengan cenderungnya remaja dari meninjau dan meneliti kembali
caranya beragama dimasa kex=cil dulu. Biasanya semangat agama itu tidak terjadi
sebelim usia 17 atau 18 tahun, yaitu semangat agama ini memiliki dua bentuk,
yaitu semangat positif dan khurafi.
c. Percaya,
tapi agak ragu-ragu (bimbang)
Kebimbangan
remaja terhadap agama itu berbeda antara individu satu dengan individu lainnya
sesuai dengan kepribadian masing-masing. Ada yang mengalami keseimbangan ringan
yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai pada berubah
agama. Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dr. Al-Malighy terbukti bahwa sebelum usia 17 tahun keseimbangan
beragama tidak terjadi. Puncak keseimbangan itu terjadi antara 17-20 tahun.
Sesungguhnya
keseimbangan beragama itu bersangkut paut dengan semangat agama. Keseimbanagan
beragama menimbulkan rasa dosa pada remaja. Biasanya setelah keraguan itu
selesai timbullah semangat agama yang berlebihan baik dalam beragama maupun
dalam mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat
keyakinan.
d. Tidak
percaya sama sekali cenderung kepada atheis
Salah
satu perkembanagan yang mungkin terjadi pada akhir remaja adalah mengingkari wujud
tuhan dan menggatinya dengan keyakinan lain. Atau mungkin pula hanya tidak
mempercayai adanya tuhan secara mutlak. Ketidak percayaan yang tidak
sungguh-sungguh itu, terjadi sebelum usia 20 tahun. Mungkin sekali seorang
remaja mengalami bahwa dirinya atheis. Namun jika dianalisis akan diketahui
bahwa dibalik keingkaran yang sungguh-sungguh itu tersembunyi kepercayaan
kepada tuhan.
Secara psikologis maupun sosiologis,
remaja umumnya memang rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena
proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir, mereka mudah sekali
terombang ambing dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka
juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat sekitarnya. Diberbagai komunitas dan dikota besar metropolitan, jangan heran
jika huru hara, seks bebas, menghisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung
mudah menggoda para remaja. Siapakah yang harus dipersalahkan tatkala kita
menjumpai remaja yang terpelosok pada prilaku yang menyimpang dan melanggar
hokum atau paling tidak melanggar tata tertib yang berlaku dimasyarakat . (Psikologi Agama, Arifin, hal 23)
D.
Materi
Pembelajaran Agama Pada Masa Remaja
Pendidikan
agama pada remaja merupakan hala yang sangat penting dalam mengatasi
masalah-masalah psikologis yang mendua yang dihadapi remaja. Pendidikan (materi
pembelajaran) agama yang paling penting
pada remaja antara penanaman akidah, pembiasaan ibadah, pendidikan seks
dan pembinaan akhlak.
1. Penanaman
Akhlak
Penanaman
akidah adalah upaya menanamkan keimanan yang diberikan kepada remaja. Didalam al-Qur’an diceritakan bagaimana
Ya’kub keimanan kepada anak-anaknya.
Rasulullah
pernah mengajarkan akidah kepada seorang remaja yahudi. Kisah ini ditemukan
dalam hadis Rasul yang artinya :
Sesungguhnya
Nabi SAW mempunyai seorang tetangga yahudi yang akhlaknya cukup baik. Ia sedang
sakit, lalu Rasulullah saw bersama sahabat-sahabatnya datang menjenguknya.
Kemudian beliau bersabda : “Maukah engkau mengucapakan kaliamat laa ilaaha illallaah wa annii rasulullah ?” ia
melihat bapaknya, tetapi bapaknya diam dan remaja itupun diam. Beliaupun
mengulangi kedua kali dan ketiga kalinya. Pada ketiga kalinya bapaknya berkata
: “Ucapanlah seperti yang beliau katakana
kepadamu” Remaja itupun
melaksanakannya, kemudian ia meninggal. Orang-orang yahudi ingin mengurus jenazahnya, namun Rasululah
saw bersabda : “kami lebih berhak
mengurusnya dari pada kalian.” Rasulullah lalu memandikannya,
mengkafaninya, membaringkannya, lalu mensholatkannya. ( HR. Abdurrazaq)
2. Pembiasaan
Ibadah
Pembiasaan
melakukan ibadah sudah diajarkan sejak masa anak-anak kemudian dilanjutkan pada
masa remaja. Jika pada masa anak-anak orang tua hanya mengajarkan sholat,
tetapu setelah remaja orang tua dianjurkana memukul anak yang tidak sholat
setelah diajaran sholat pada waktu kanak-kanak. Hadis Rasulullah tentang perintah mengajarkan
sholat sebagai berikut yang artinya : “ Biasakanlah
anak-anak untuk sholat ketika usianya mencapai tujuh tahun. Anggota keluarganya
jangan sampai usia Sembilan tahun sianak masih meninggalkan sholat, pukullah (
HR. Abu Daud)
Cara
memelihara diri dari api neraka adalah dengan melaksanakan ibadah secara rutin
dan meninggalkan segala larangan Allah. Rasulullah bersabda : “amal yang
pertama kali yang akan dihisab untuk seorang hamba nanti pada hari kiamat ialah
sholat, maka apabila sholatnya baik (lengkap), maka baiklah seluruh amalnya
yang lain, dan jika sholatnya rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala
amalannya yang lain (HR. Thabrani) dan Rasulullah bersabda yang artinya :” Amal
yang paling disenangi oleh Allah, ialah amal yang teru-menerus dikerjakan,
walaupun sedikit (HR. Bukhori dan Muslim)
.
3. Pendidikan
Seks
Remaja
menghadapi dua problem besar. Problem pertama adalah problem intern ini secara
alami akan terjadi pada remaja. Hasrat seksual yang berasal dari naluri
seksualnya., mulai mendorong untuk dipenuhi. Hal ini sangat fitrah karena
fisiknya secara primer maupun sekunder sudah mulai berkembang. Misalnya mulai
berfunsinya hormone testosterone pada laki-laki menyebabkan pertumbuhan bulu
pada daerah fisik tertentu, berubahnya suara menjadi lebih besar. Pada remaja
putrid mulai berfungsinya hormone progesterone yang menyebabkan perubahan fisik
didadnya, dan sekaligus mengalami menstruasi. Perkembangan fungsi hormone ini
selalu menyebabkan remaja sulit mengendalikan diri dalam bergaul dengan lawan
jenis.
Problem
kedua adalah problem eksternal. Inilah yang terkatagori dalam pembentukan
lingkungan tempat remaja berkiprah. Factor terpenting membuat remaja “selamat”
dalam pergaulannya adalah factor pemikiran dan factor rangsangan. Pemikiran
adalah sekumpulan ide tentang kehidupan yang diambil dan penetrasikan oleh
remaja itu kedalam benaknya sehingga menjadi sebuah pemahaman yang mendorong
setiap perilakunya. Pemikiran penting yang membentuk remaja adalah : makna
kehidupan, standart kebahagiaan hidup, dan standart prilaku. Misalnya ketika
seseorang remaja memahami bahwa makna kehidupan ini adalah misteri, kebahagiaan
adalah kekayaan, dan standart prilaku adalah yang penting ada manfaat agar jadi kaya, makna kita akan
menemukan remaja seperti ini tidak akan memahami resiko perbuatannya. Baginya
mencuri, narkoba sambil mendagangkannya, seks bebas adalah kenikmatan dan
tujuan hidupnya. Remaja seperti ini akan banyak ditemukan dalam lingkungan
masyarakat sekuler (menjauh dari agama)
4. Pembinaan
Akhlak
Akhlak
akan menjaga seseorang terbebas dalam melakukan berbagai kejahatan yang dapat
merugikan orang lain, seperti pemukulan,
pencurian, pembunuhan dan perkelahian selalu terjadi pada remaja.
Ada
beberapa pendapat para ahli pembelajaran akhlak terhadap sesama sebagai berikut
:
1. Menjungjung
tinggi kehormatan sesama kaum Muslimin, mendidik manusia untuk selalu saling
menghargai dan menjaga kehormatan mereka. Pendidikan yang dapat mewujudkan
sikap enjunjung tinggi kehormatan kaum muslimi dapat dilakukan dengan
menggunakan metode keteladanan dalam keluarga. Remaja yang dapat menghormati
orang lain adalah remaja yang hidup dalam lingkungan kelaurga yang saling
menghormati. Disamping metode keteladanan metode kisah, metode nasehat, dan
metode pembiasaan dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap menjunjung tinggi
kehormatan orang lain.
2. Taubat
mendidik manusia agar senantiasa mensucikankan jiwa mereka. Sehingga wujud dari
taubat dengan beramal shaleh dapat dilaksanakan dalam kehidupan nya. Dalam
rangka menanamkan sikap bertaubat pada remaja, maka orang tua atau guru
pendidik sebaiknya menggunakan beberapa
metode: metode pembiasaan dan metode ceramah. Metode pembiasaan diajarkan
kepada anak didik untuk selalu memohon ampun kepada Allah apabila anak tersebut
berkata kasar, maka harus dibiasakan dengan kalimat ampunan yaitu mengucap
istighfar sebagai pembiasaan untuk selalu melakuan taubat jika melakukan dosa
atau taubat.
3. Husnuzzan
mendidik anak untuk selalu berfikir positif agar hidup menjadi lebih produktif,
sehingga energy tidak terkuras hanya untuk memikirkan hal-hal yang belum pasti
kebenarannya. Upaya menanamkannya sikap
husnuzzan dapat dilakukan metode nasihat. Metode nasihat merupakan metode yang
sering digunakan orang tua dalam mendidik anaknya menjadi manusia yang lebih
baik. Seorang pendidik harus mampu menjelaskan pentingnya husnuzzan dan hikmah
yang terkandung didalamnya. Agar metode ini dapat terlaksana dengan baik, maka
dalam penjelasannya perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a. Gunakan
bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami anak didik.
b. Jangan
sampai menyinggung perasaan orang yang dinasehati atau orang disekitarnya.
c. Sesekali
selingi nasehat dengan rumor yang bias membuat suasana lebih nyaman bagi anak
dengan tidak melanggar aturan yang melanggar islam, seperti berbohong.
Disamping metode nasihat,
metode pembiasaan bias digunakan oleh pendidik sekaligus orng tua agar terbiasa
husnuzzan. Misalnya orangtua mengingatkan anak jika mencela kekurangan
saudaranya.
4. Ta’aruf
mendidik manusia untuk selalu saling menjalin komunikasi dengan sesame, karena
banyaknya relasi merupakan salah satu cara untuk mempermudah datangnya rezeki.
Rasulullah bersabda tentang pentingnya saling mengenal dan menyambung
silaturrahmi yang artinya : Anas bin
malik r.a berkata, saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, siapa yang
ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya, hendaklah ia menyambung
hubungan family (kerabat). (HR. Bukhari)
5. Egaliter
mendidik manusia untuk bersikap rendah hati, sedangkan rendah hati merupakan
pakaian orang-orang yang beriman yang akan mengangkat derajatnyaa disisi Allah
swt.
Terkait
dengan upaya menanamkana sikap persamaan derajat diantara sesama maka seorang
pendidik bias menggunakan metode ceramah dan nasihat. Pendidik hendaknya
memberikan pengertian kepada muridnya bahwa kedudukan semua manusia adalah
sama,tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, kulit hitam maupun putih,
pitar dan bodoh. Karena semua itu tolak ukur yang sifatnya sementara. Sedangkan
orang yang paling mulia adalah orang yang bertakwa kepada Allah SWT. Oleh
karenanya, tidak perlu menyombongkan diri ketika memiliki kelebihan disbanding
yang lain. Bahkan seharusnya orang kaya membantu yang miskin yang pintar
membantu yang bodoh. Metode keteladananpun bias digunakan oleh pendidik dalam
rangka menanamkan sikap persamaan derajat. ( psikologi Agama, masganti hal: 70)
E.
Metode
Pengajaran Agama Pada Remaja
Telah
diketahui bersama bahwa anak adalah asset terbesar bagi orang tua, anak adalah
amanah Allah yang perlu didik. Oleh karena itu, agama harus ditanamkan pada
diri mereka. Dalam mengajarkan agama pada remaja diperlukan berbagai metode.
Adapun metode yang digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja telah
dicintohkan Rasulullah SAW antara lain:
1. Metode
Keteladanan
Keteladanan
dalam pendidikan merupakan etode yang berpengaruh dalam aspek moral spiritual
anak dalam remaja mengingat pendidik adalah figur terbaik dala pandangan anak.
Metode ini dapat diterapkana pada usia remaja misalnya contohkan sholat,
mengaji dan ibadah-ibadah atau perbuatan baik lainnya.
2. Metode
Demonstarsi
Metode
demonstarsi adalah cara mengajarkan dengan menggunakan peragaan atau memperlihatkan
bagaimana berjalannya suatu proses tertentu kepada yang diajar. Metode ini
dapat digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja, misalnya mendemonstarsikan
langsung seperti, praktek sholat, wudhu atau praktek penyelenggaraan sholat
jenazah.
3. Metode
Pemberian Tugas
Termasuk
metode pengajaran agama pada remaja yang cukup berhasil dalam membentuk aqidah
remaja dan mempersiapkannya baik secara moral, maupun emosional adalah
pendidikan anak dengan petuah dan memberikannya nasihat-nasihat. Karena nasihat
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak remaja akan hakikat sesuatu, mendorong untuk
menghiasi dirinya dengan akhlak mulia.
Adapun
metode nasihat, dicontohkan oleh Luqmanul Hakim yang diabadikan dalam Al Qur’an
QS. Al Luqman ayat 13 dan 17. Terjemahnnya :
Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (13) hai anakku,
dirikanlah shoalt dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
(17)
Menurut
Abudinata bahwa nasehat ini cocok untuk remaja karena dengan kalimat-kalimat
yang baik dapat menentukan hati untuk mengarahkannya kekpa ide yang
dikehendakinya. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa metode nasihat itu
sasaranya adalah untuk menimbulkan kesadaran pada orang yang dinasehati agar
mau insaf melaksanakan ajaran yang digariskan atau diperintahkan kepadanya. (Perkembangan rasa keagamaan pada remaja,
Nurhayati hal: 18)
BAB
II
KESIMPLAN
Istilah
remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional social dan fisik,
masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak
kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri.
Perkembangan
fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat dibanding
dengan masa kanak-kanak dan dewasa. Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai
atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianaggap sama dengan
orang dewasa, dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami
kegoncangan dan ketidak pastian.
Diantara
factor yang mempengaruhi agama remaja adalah hati nurani, pertumbuhan dan
pikiran mental, perasaan beragama, pertimbangan social dan perkembangan moral.
Materi
pembelajaran agama pada masa remaja yaitu:
a. Penanaman
Aqidah
b. Pembiasaan
Ibadah
c. Pendidikan
Seks
d. Pembinaan
Akhlak
Metode
pengajaran agama pada remaja, yaitu :
a. Metode
Keteladanan
b. Metode
Demonstasi
c. Metode
Pemberian Tugas
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
Bambang Syamsul, 2008, psikologi agama,
Bandung ; Pustaka Setia
Sit
masganti, 2011, Psikologi Agama,
medan; Perdana Publishing
Jalaluddin,
2004, Psikologi Agama, Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Nurhayati,
Tati, 2007 Perkembangan Rasa Keagamaan
Pada Usia Remaja dalam jurnal Al Tarbiyah edisi XX, vol 1 juni
0 Post a Comment:
Posting Komentar