Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada roh
junjungan alam baginda Rasulullah SAW, sekeluarga dan para sahabat serta
pengikutnya.
Penyususnan tugas ini bertujuan untuk memenuhi dan kewajiban kami
sebagai mahasiswa serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan
seperti kami lakukan. Dalam tugas ini
kami akan membahas mengenai “Review 8 Jurnal Filsafat Pendidikan Islam”
dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah mendukung kami terutama kepada dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam bapak Prof. Dr. Dja’far Siddiq, M.A dan Buk Dr.
Salminawati SS, MA selaku dosen pembimbing.
Tiada gading yang tak retak, demikian pepatah menagatakan. Kami
sadar tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat
memperbaiki kesalahan kami.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat
dan berguna bagi kita semua.
Medan, UIN SU
Sabtu, 13 Januari 2018
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
Mempelajari
Filsafat Pendidikan Pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang
mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (uviversal) tentang pendidikan,
yang tidak hanya dilator belakangi oleh ilmu pengetahuan agama Islam, melainkan
menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Melakukan
pemikiran filosofis pada haikatnya adalah usaha menggerakkan semua potensi
psikologis manusia seperti pikiran, kecerdasan, kemauan, perasan, ingatan serta
pengamatan panca inderatentang gejala kehidupan, terutama manusia dan alam
sekitarnya sebagai ciptaan Tuhan. Seluruh pemikiran tersebut didasari oleh
teori-teori dari berbagai disiplin ilmu dan dengan pengalaman-pengalaman yang
mendalam sertaluas tentang masalah kehidupan, kenyataan dalam alam raya, dan
dalam dirinya sendiri.
Begitu pula
dengan halnya metode Pendidikan Islam, dalam pandangan filosofis metode
merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun,
bagaimanapun bentuk dan kemampuan sesuatu metode, penggunaan suatu macam metode
dalam proses kependidikan adalah mutlak. Mungkin dibidang lain orang lain dapat
mengerjakan sesuatu tugas pekerjaan tanpa menggunakan suatu metode, melainkan
harus memakai suatu teknik mengerjakannya saja.
Dalam hubungan
proses pendidikan Islam, terdapat suatu kaidah bahwa segala alat yang
dipergunakan untuk mencapai sesuatu yang wajib, hukumnya wajib pula. Didalam
makalah ini akan membahas mengenai hakikat
metode pendidikan dalam perspektif Islam, yang meliputi Pengertian Metode Pendidikan Islam, Dasar
Metode Pendidikan Islam, Prinsip Metode Pendidikan Islam, Macam-macam Metode
dalam Al-Quran, Metode Pendidikan Menurut pakar Pendidikan Islam, Metode
Mengajar Dalam Pendidikan Islam, Karakteristik Metode Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT METODE PENDIDIKAN DALAM
PERSFEKTIF FILSAFAT ISLAM
Pendidikan Islam merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
komponen penting yang saling berhubungan. Diantara komponen yang ada dalam
sistem tersebut adalah metode. Pengkajian terhadap metode yang memenag menjadi
bahan diskusi yang tetap aktual dan menarik, sebab metode turut menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan
yang di laksanakan dalam mencapai tujuan. Untuk itu, metode mesti dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan kebutuhan dan tuntunan zaman.
Dalam pengertian umum, metode diartikan
sebagai cara mengerjakan sesuatu. Cara itu mungkin baik mungkin tidak baik.
Baik dan tidak baiknya sesuatu metode banyak bergantung kepada beberapa faktor
yang melatar belakanginya. Faktor-faktor itu mungkin berupa situasi dan
kondisi, pemakai metode itu sendiri yang kurang memahami penggunaanya atau
tidak sesuai dengan seleranya, atau secara objektif metode itu kurang cocok
dengan kondisi dari objek. Hal itu semua sangat bergantung pada metode itu
diciptakan di satu pihak, dan pada pihak sasaran yang akan digarap dengan
metode itu di lain pihak.
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode
merupakan alat yang di pergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu
mempunyai fungsi ganda, yaitu yang bersifat polipragmatis dan monopragmatis.
Polipragmatis, bila mana itu mengandung kegunaan yang serba ganda
(multipurpose). Suatu metode tertentu pada suatu situasi dan kondisi yang
tertentu dapat dipergunkan untuk merusak, pada situasi dan kondisi yang lain
dapat dipergunakan untuk membangun atau memperbaiki.
Sebaiknya, metode sebagai alat yang bersifat
monopragmatis adalah alat yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapa satu
macam tujuan saja. Misalnya, labotarium ilmu alam, hanya dapat dipergunakan
untuk eksperimen-eksperimen bidang ilmu alam, tidak dapat di pergunakan eksperimen
bidang lain, seperti ilmu sosial atau kedokteran.
Namun, bagaimana pun bentuk dan kemampuan
sesuatu metode, penggunaan suatu macam metode dalam proses pendidikan adalah
mutlak. Metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya bersifat
konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu manusia yang sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Jadi, penggunaan metode dalam proses kependidikan
dan hakikatnya adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan
mendidik/mengajar.
Dalam hubungan proses pendidikan Islam,
terdapat suatu kaidah bahwa “segala alat yang dipergunakan untuk mencapai
sesuatu yang wajib, hukumnya wajib pula”. Kaidah ini berasal dari Ushul Fikih,
bila dilihat dari pelaksanaan proses kependidikan Islam yang wajib dikerjakan
oleh setiap muslim dan muslimat, maka penggunaan suatu metode yang sesuai
adalah wajib pula hukumnya.
A. Pengertian
Metode Pendidikan Islam
Istilah “metode” berasal dari dua kata yaitu
kata meta dan hodos. Meta artinya “melalui”, sedangkan hodos
berarti “jalan atau cara”. Jadi, metode bisa dipahami sebagai jalan yang harus
di tempuh atau di lalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan
pendidikan, maka metode adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Dalam bahasa arab metode dikenal dengan
istilah thariqah yang berarti jalan, cara, sistem, langkah-langkah
strategis yang yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila
dihubungkan dengan pendidikan maka metode itu harus diwujudkan dalam proses
pendidikan, dalam rangka mengembangkan sikap mental dan kepribadian agar
peserta didik menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan
baik.
Dari pendekatan kebahasaan tersebut tampak
bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan dalam arti jalan yang bersifat non
fisik, yakni jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu kepada cara yang
mengantarkan seseorang untuk sampai pada tujuan yang diinginkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ahmad Tafsir
secara umum membatasi bahwa metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan
dalam upaya mendidik. Kemudian Mulkan, mengemukakan bahwa metode pendidikan
adalah suatu cara yang dipergunakan untuk menyampaikan atau mentransformasikan
isi atau bahan pendidikan kepada anak didik.
Sementara itu, Al-Syaibany menjelaskan bahwa
metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh
guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya,
ciri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan suasana alam sekitarnya serta
tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang di inginkan
dan perubahan yang di kehendaki pada tingkah laku mereka.
Dengan demikian, metode tersebut memiliki
posisi penting dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara yang paling cepat dan
tepat dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Jika metode dapat dikuasai makan
akan memudahkan jalan dalam mencapai tujuan dalam lapangan apapun termasuk
dalam pendidikan Islam.
Berdasarkan beberapa defenisi di atas dapat di
simpulkan oleh pemakalah bahwa metode merupakan jalan atau teknik yang
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran agar siswa mudah memahami materi
yang disampaikan oleh guru tersebut dan dapat memudahkan dalam mencapai tujuan
yang sudah ditentukan dari pembelajaran tersebut.
Dalam pendidikan yang diterapkan Barat, metode pendidikan hampir
sepenuhnya tergantung kepada kepentingan peserta didik. Para pendidik hanya
bertindak sebagai motivator, stimulator, ataupun hanya sebagai instruktur. Sistem ini cenderung
meletakkan peserta didik sebagai pusat (child centre) pendidikan dan
menghargai adanya perbedaan individu para peserta didik. Hal ini menyebabkan
para pendidik hanya bersikat merangsang dan mengarahkan para peserta didik
untuk belajar dan diberi kebebasan untuk mengembangkan pembelajaran. Sedangkan
pembentukan karakter hampir kurang menjadi perhatian pendidik. Akibat penerapan
metode yang demikian, menyebabkan pendidikan kurang membangun watak dan
kepribadian peserta didik, terutama bila dihubungkan dengan fenomena yang
timbul dimasyarakat dewasa ini dimana pendidik semakin tidak dihormati oleh
peserta didiknya.
Batasan di atas memperlihatkan perbedaan besar
antara metode pendidikan Islam (yang dianggap sebagai metode pendidikan
tradisional) dengan metode pendidikan Barat (yang dianggap sebagai metode
modern). Metode pendidikan Islam sangat menghargai kebebasan individu, selama
kebebasan tersebut sejalan dengan fitrah-Nya. Akan tetapi sebaliknya, pendidik
harus bertanggung jawab dalam membentuk karakter peserta didiknya. Pendidik
tidak boleh duduk dia ketika peserta didiknya memilih jalan yang salah.
Upaya pendidik untuk memilih metode yang tepat dalam
mendidik peserta didik adalah yang disesuaikan pula dengan tuntunan agama. Jadi
dalam berhadapan dengan peserta didik, seorang pendidik harus mengusahakan agar
pelajaran yang diberikannya mudah diterima. Pendekatan ini tidak cukup dengan
bersikap lemah lembut saja. Pendidik harus pula memikirkan metode yang cocok
untuk digunakannya, seperti memilih waktu yang tepat, materi yang cocok, pendekatan
yang baik, efektivitas penggunaan metode dan sebagainya. Selain itu, harus pula
diperhatikan tahapan-tahapan penggunaan metode.
B. Dasar Metode
Pendidikan Islam
Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan
individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu, dalam
menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode
pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju
tujuan pendidikan, sehingga jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah
mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak bisa terlepas
dari dasar agamis, biologis, psikologis dan sosiologis.
1. Dasar
Agamis
Pelaksanaan metode pendidikan Islam dalam prakteknya merupakan
interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam sebuah proses pembelajaran.
Dalam konteks ini, agama merupakan salah satu dasar metode pendidikan dan
pengajaran oleh Al-Quran dan Hadits tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan
metode pendidikan Islam. Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran islam, maka
dengan sendirinya, metode pendidikan Islam harus merujuk pada kedua sumber
ajaran tersebut. Untuk itu, segala penggunaan dan pelaksanaan metode pendidikan
Islam tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Misalnya mata pelajaran olahraga, seorang pendidik harus mampu menggunakan
metode yang didalamnya terkandung ajaran Al-Quran dan Hadits, seperti masalah
pakaian yang Islami dan alat-alat yang digunakan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan pemakalah bahwa metode
pendidikan Islam berlandaskan pada agama. Sedangkan agama Islam merujuk pada
sumber ajarannya yaitu, Al-Quran dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanaannya,
berbagai metode yang digunakan oleh pendidik hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan yang muncul secara efektif dan efesien yang dilandasi keduanya yaitu
Al-Quran dan Hadits.
2. Dasar
Biologis
Pertumbuhan jasmani dan kondisi jasmani memegang peran yang sangat
penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan
seorang pendidik harus memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang
peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik baik
pengaruh positif maupun negatif. Hal ini memberikan hikmah dari penciptaan tuhan maka dengan harapan besar pendidik dapat memberikan
pengertian secukupnya pada peserta didiknya untuk menerima penciptaan Allah
yang sedemikian rupa. Oleh karena itu kondisi biologis anak menjadi acuan dalam
memilih metode.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dipahami
bahwasannya perkembangan jasmani dan kondisi jasmani memegang peranan penting
dalam proses pendidikan. Untuk itu, pendidik harus cerdas dalam memilih dan
menyesuaikan metode dalam pembelajaran. Hal ini agar pserta didik yang dengan
keterbatasannya dapat dan mudah memahami pembelajaran yang diajarkan oleh
pendidik.
3.
Dasar
Psikologis
Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan
secara efektif bila di dasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis
peserta didik. Sebab, perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan
memberikan pengaruh yang sangat dilaksanakan. Dalam kondisi yang labil (jiwa
yang tidak normal) pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan
berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Secara teori, perkembangan psikologis
seseorang berjalan sesuai dengan perkembangan biologis. Untuk itu, dalam
menggunakan metode pendidikan Islam, pendidik harus memperhatikan perkembangan
biologis dan terutama psikologis peserta didiknya. Sebab, tatkala seseorang
yang secara biologis mengalami kelainan, maka akan berdampak terhadap kondisi
psikologisnya.
Kondisi rohani yang menjadi dasar dalam metode
pendidikan Islam yang merupakan kekuatan bagi peserta didik dalam proses
pembelajaran. Kondisi psikis tersebut meliputi motivasi, emosi, minat, sikap,
keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal (intelektualnya). Sehingga
seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang ada dalam
diri peserta didik. 3. Dasar
Sosiologis
Interaksi yang terjadi antara sesama peserta
didik dan interaksi antara pendidik dan peserta didik, merupakan interaksi
timbal balik dan saling memberikan dampak pada keduanya. Dalam kenyataannya,
seseorang secara individu dapat memberikan pengaruh lingkungan sosial
masyarakatnya. Oleh karena itu, dalamp proses interaksi dengan peserta
didiknya, seorang pendidik hendaklah memberian ketauladanan dalam bersosiologi
dengan pihak lainnya, seperti di kala berhubungan dengan peserta didik, sesama
pendidik, karyawan, dan kepala sekolah.
Interaksi pendidikan dalam masyarakat justru
memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan peserta didik dikala
mereka di lingkungan masyarakatnya. Bahkan, kadang-kadang peserta didik dapat
membawa model interaksi dari lingkungan yang dipengaruhi oleh masyarakatnya ke
dalam lingkungan kelas dan sekolahnya, atau sebaliknya.
Pada dasarnya penggunaan metode pendidikan
dalam proses pendidikan dimaksudkan untuk mentransfer nilai-nilai sosial kepada
peserta didik. Oleh karenanya, diharapkan pendidik mampu mengembangkan dan
mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut dengan memperhatikan perkembangan
kebudayaan dan peradaban yang muncul.
Selain itu, yang harus dipahami para pendidik adalah ciri atau
karakteristik dari metode pendidikan Islami. Secara umum, hal-hal yang menjadi
ciri atau karakteristik metode pendidikan Islami adalah:
a.
Penerapan
dan pengembangannya didasarkan pada nilai-nilai Islam;
b.
Berorientasi
pada penegakan al-akhlaq al-karimah
c.
Keseimbangan
antara teori dan praktik
d.
Menekankan
nilai-nilai keteladanan (mencontoh Rasul)
e.
Menekankan
kebebasan berkreasi dan mengambil prakasa
f.
Mengedepankan
dialog kreatif (hikmah, pengajaran, dan argumentasi)
g.
Mempermudah
proses pembelajaran.
Dengan pendekatan ini diharapkan semua upaya
pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan mempunyai nilai aplikatif dalam
kehidupan peserta didik selanjutnya.
Dengan
pendekatan di atas dapat dipahami bahwa, salah satu dasar penggunaan metode
pendidikan Islam adalah dasar sosiologis, baik dalam interaksi yang terjadi
antara peserta didik dengan pendidik, peserta didik dengan pendidik, peserta
didik dengan masyarakat, maupun pendidik dengan masyarakat, bahkan antara
komponen pendidikan dengan pemerintah.
C.
Prinsip Metode Pendidikan Islam
Dalam penggunaanya, metode pendidikan Islam perlu memperhatikan
prinsip-prinsip yang mampu memberikan pengarahan dan petunjuk tentang
pelaksanaan metode pendidikan tersebut. Dengan prinsip-prinsip ini diharapkan
metode pendidikan Islam dapat berjalan dengan efektif dan efesien dengan tidak
menyimpang dari tujuan semula pendidikan Islam. Oleh karena itu, seorang
pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip metode pendidikan, sehingga
pendidik mampu menerapkan metode yang pas dan cocok sesuai dengan kebutuhannya.
Diantara prinsip-prinsip dalam memilih metode pendidikan adalah: 1. Prinsip
Kemudahan.
Metode pendidikan yang digunakan pendidik pada dasarnya adalah
menggunakan sebuah cara yang memberikan bagi peserta didik untuk menerapkan
ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sekaligus mengidentifikasi dirinya dengan
nilai-nilai ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut. Dalam menggunakan
metode pendidikan, seorang pendidik hendaknya memformulasikan metode yang tidak
membuat peserta didik menjadi jemu dan bosan ataupun tertekan dengan
materi-materi yang sulit, sementara peserta didik belum memiliki bekal yang
cukup untuk memahami materi yang berikan.
2. Prinsip
Berkesinabungan.
Berkesinabungan menjadi prinsip metode pendidikan Islam, karena
dengan asumsi bahwa pendidikan Islam adalah sebuah proses yang akan berlangsung
terus-menerus.untuk itu, dalam menggunakan metode pendidikan, seorang pendidik
perlu memperhatikan kesinabungan pelaksanaan pemberian materi. Metode
pendidikan yang digunakan pendidik pada waktu yang lalu merupakan landasan dan
pijakan metode yang akan digunakan. Sementara yang sekarang dipakai menjadi
dasar perencanaan bagi metode berikutnya, demikian seterusnya. Dengan beraneka
matode yang saling berkesinabungan tersebut, dimungkinkan materi pendidikan dan
pengajaran dapat berjalan dengan sistematis dan gambling. Oleh katena itu,
setelah menggunakan metode tertentu, seorang pendidik perlu memperhatikan letak
kekurangan dan kelemahan metode yang digunakan sebelumnya untuk memformulasikan
metode yang lebih baik pada pelaksanaan proses pembelajaran selanjutnya.
3. Prinsip
Fleksibel.
Metode pendidikan Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel
dan dinamis. Sebab, dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut,
pemakaian metode tidak hanya monoton dengan satu macam metode. Seorang pendidik
mampu memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ditwarkan oleh pakar
yang dianggapnya cocok dan pas dengan materi, multi kondisi peserta didik,
sarana dan prasarana, situasi dan kondisi lengkungan, serta tujuan yang ingin
dicapai. Dengan memperhatikan prinsip fleksibel dan dinamis dalam pemilihan
sebuah metode, diharapkan akan muncul metode-metode yang reelatif baru dari
para pendidik Islam. Prinsip kelenturan dan kedinamisan ini, memberikan peluang
yang sangat luas bagi para pendidik untuk mengembangkan metode yang sudah ada.
Dari uraian diatas kiranya dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam
memberikan keluasan dan kebebasan bagi para pendidik untuk mengembangkan metode
yang sudah dikenal. Dalam menetapkan suatu metode pendidik berusaha
mempertimbangkan nilai efektif dan efesien pendekatan yang dilakukan.
D.
Macam-macam Metode Dalam Al-Quran
Dapat dikemukan bahwa ada beberapa macam metode qur’ani yang dapat
dipergunakan dalam aktivitas pendidikan islam, diantara :
1.
Metode
Kisah Qur’ani
Dalam keseluruhan proses pendidikan islam, kedudukan kisah sangat
penting sebagai metode yang juga berpengaruh. Disebabkan beberapa faktor : (1)
kisah selalu memikat hati dan mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti
peristiwanya dan merenungkan maknanya, (2) kisah Qur’ani an Nabawi dapat
menyentuh hati manusia, sebab biasanya kisah akan menyentuh kehidupan yang
menyeluruh yaang ditampilkan tokoh sentral dalam kisah itu, (3) kisah Qur’ani
mendidik perasaan keimanan dengan cara membengkitkan perasaan takut (khauf),
ridha dan cinta yang melibatkan emosional keagamaan pendengar dalam kisah tersebut.
Prinsip dasar metode ini diambil dari Al-Quran :
۞إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡۖ
وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ
أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ ٧٦
Artinya:
Sesungguhnya
Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan
Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya
sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika
kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri" (QS. Al-Qashah: 76)
Dan selanjutnya QS. Hud: 120
وَكُلّٗا نَّقُصُّ عَلَيۡكَ
مِنۡ أَنۢبَآءِ ٱلرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِۦ فُؤَادَكَۚ وَجَآءَكَ فِي هَٰذِهِ
ٱلۡحَقُّ وَمَوۡعِظَةٞ وَذِكۡرَىٰ لِلۡمُؤۡمِنِينَ ١٢٠
Artinya:
Dan semua kisah dari rasul-rasul
Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu;
dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman
(QS. Hud : 120)
Cerita Al-Quran secara lebih
spesifik bertujuan memberikan kekuatan psikologis kepada Nabi Saw, dalam perjuangan
menghadapi kaum kafirin. Orang yang sering ditimpa kesukaran atau musuh,
mungkin bakal frustasi dan kecil hati. Namun jika dia tahu bahwa dia dalam
perjuangan dari kesulitan itu tidak mengalami sendiri dan masih banyak orang
yang mengalami hal yang serupa dan ternyata berhasil, dia bakal yakin dengan
dirinya yang pada gilirannya menyampaikan kepada keberhasilan yang
diperjuangkannya. Orang-orang semacam ini harus dijadikan teladan untuk
diikuti. Cerita-cerita tentang Nabi dan Rasul telah terdahulu sangan relevan
untuk menghadapi situasi yang dihadapi nabi dari kaum muslimin.
Dalam pendidikan Islam, terutama
pendidikan agama Islam, kisah sebagai metode pendidikan amat penting, alasannya
sebagai berikut:
a. Kisah selalu
memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya,
merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam
hati pembaca atau pendengar;
b. Kisah Qurani
dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh
dalam konteks yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan tokoh dalam
konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau
merasakan isi kisah itu,seolah ia sendiri yang menjadi contohnya;
c. Kisah Qurani
mendidik perasaan keimanan dengan cara:
1) Membangkitkan
berbagai perasaan seperti khauf, rida, cinta;
2) Mengarahkan
seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah;
3) Melibatkan
pembaca atau pendengar kedalam kisah itu sendiri sehingga terlibat secara
emosional.
Metode
Hiwar (dialog atau percakapan)
Merupakan metode percakapan silih berganti anatara dua pihak atau
lebih mengenai suatu topik dan dengan sengaja diarahkan untuk mecapai suatu
tujuan yang hendak dicapai oleh guru.
Metode ini memberikan pengaruh yang dalam terhadap proses pembinaan
pribadi disebabkan beberapa hal : (1) dialaog yang berlangsung secara dinamis,
karena melibatkan kedua belah pihak dalam dialog yang tidak membosankan, (2)
pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena ingin tahu
kesimpulannya, (3) dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam
jiwa yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya, (4)
apabila metode dialog (hiwar) dilakukan dengan baik membantu pembentukan akhlak
islam, sebab sikap pergaulan dan menghargai akan terbentuk dengan sendirinya.
Didalam Al-Quran Allah Berfirman:
إِذۡ
قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوۡمِهِۦ مَا هَٰذِهِ ٱلتَّمَاثِيلُ ٱلَّتِيٓ أَنتُمۡ لَهَا
عَٰكِفُونَ ٥٢ قَالُواْ وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا لَهَا عَٰبِدِينَ ٥٣ قَالَ
لَقَدۡ كُنتُمۡ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُمۡ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ ٥٤
قَالُوٓاْ
أَجِئۡتَنَا بِٱلۡحَقِّ أَمۡ أَنتَ مِنَ ٱللَّٰعِبِينَ ٥٥ قَالَ بَل رَّبُّكُمۡ رَبُّ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا۠ عَلَىٰ ذَٰلِكُم مِّنَ ٱلشَّٰهِدِينَ
٥٦ وَتَٱللَّهِ
لَأَكِيدَنَّ أَصۡنَٰمَكُم بَعۡدَ أَن تُوَلُّواْ مُدۡبِرِينَ ٥٧
Artinya:
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada
bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat
kepadanya?. Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami
menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu
berada dalam kesesatan yang nyata". menjawab: "Apakah kamu datang
kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang
bermain-main?. Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit
dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat
memberikan bukti atas yang demikian itu". Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap
berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. (QS Al Anbiya’: 52-57)
Dalam dialog
ini, pertanyaan pertama yang masuk dalam ayat 52 surat al Anbiya’ bertujuan
memaksa mereka mengekspresikan atau mendefenisikan keyakinan mereka. Langkap
pertama adalah menjadikan mereka menyadari keadaan atau situasi yang ada. Untuk
menjadikan mereka mendeteksi kesalahan kepercayan mereka, namun mereka disuruh
pergi dan menanyakan kepada berhala mereka yang terbesar. Tujuan ini adalah
untuk membuat mereka bingung, dan ini tercapai ketika mereka mendapati berhala
terbesar mereka tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan. Tujuan pada
tahap ini adalah menjadikan mereka beralih dari menyembah berhala kepada
menyembah Allah.
Metode dialog
(hiwar) mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan
itu. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal:
a. Dialog
itu berlangsung secara dinamis karena kedua pihak terlibat langsung dalam
pembicaraan. Kedua pihak saling memperhatikan kebenaran dan kesalahan dapat
terkoreksi.
b.
Pendengar
tertarik untuk terus pembicaraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya.
c. Metode
ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa,yang membantu
mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
d. Bila
hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara
berdialog, sikap orang yang terlibat, itu akan mempengaruhi peserta sehingga
pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara dan sebagainya.
Metode
Amtsal (perumpamaan)
Perumpamaan yang banyak dalam Al-Qur’an dapat dan sering digunakan
ustadz, penceramah dalam pengajian-pengajian dan majelis taklim.
Pengungkapannya hampir sama dengan metode kisah yaitu berceramah atau membaca
teks. Kebaikan metode ini dari beberapa segi, yaitu : (1) memperkuat peserta
pengajian (jamaah) memahami konsep abstrak, (2) dapat merangsang kesan terhadap
makna yang dipakai dalam pengajaran, (3) biasanya perumpamaan yang digunakan
bersifat logis agar mudah untuk dipahami, (4) perumpamaan Qur’ani dan Nabawi
memberikan motivasi kepada pendengar atau jamah majelis taklim untuk berbuat
amal baik dan menjauhi kejahatan. Hal inilah yang penting dalam pendidikan
Islam.
Metode amtsal merupakan suatu cara mengajar dimana guru
menyampaikan materi pembelajaran dengan membuat/melalui contoh atau perumpamaan.
Prinsip dasar metode ini dalam Al-Quran (QS. Al-Baqarah : 17)
مَثَلُهُمۡ كَمَثَلِ ٱلَّذِي
ٱسۡتَوۡقَدَ نَارٗا فَلَمَّآ أَضَآءَتۡ مَا حَوۡلَهُۥ ذَهَبَ ٱللَّهُ
بِنُورِهِمۡ وَتَرَكَهُمۡ فِي ظُلُمَٰتٖ لَّا يُبۡصِرُونَ ١٧
Artinya:
Perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat
(QS. Al-Baqarah : 17)
Dalam metafora
(amtsal), benda-benda nyata digunakan untuk memfasilitasi pemahaman konsep yang
sedang diperhatikan. Penjelasan tentang konsep-konsep abstrak dengan
perumpamaan yang konkrit sangat terkait serta dengan dengan konsepsi Al-Quran
tentang persepsi melalui indera yang diberi peran penting. Fakta seperti ini
mempunyai aplikasi penting dalam kelas. Segala yang eksis dialam, dan dapat
membantu pemahaman tentang konsep harus dimanfaatkan. Abstraksi hanya mungkin
dilakukan setelah pencari kebenaran (siswa) disodori data nyata yang dapat
dikonseptualisasi.
4.
Metode
Keteladan
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak cenderung
suka dan senang meniru tingkah laku guru atau pendidik. Bahwa setiap pribadi
secara psikologis akan mencari tokoh yang dapat diteladani bahkan bagi
anak-anak sikap meniru tidak hanya yang baik bahkan yang jelekpun bisa saja
ditirunya, itulah sebab keberhasilan pendidikan Islam, formal, informal maupun
non-formal keberadaan metode keteladanan itu sangat penting sekali.
Sementara keteladanan bagi para guru, ustadz dan da’i adalah
Rasulullah. Guru tidak boleh meneladani tokoh lain secara berlebihan kecuali
Rasulullah saw. Sebab rasul merupakan teladan yang baik, dimana Rasullullah
tetap meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki oleh Allah swt.
Seperti dalil QS. Al Ahzab ayat 21 :
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي
رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ
وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
artinya:
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah (QS.
Al-Ahzab : 21)
Keteladanan
dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil
dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial.
Allah Swt, juga telah mengajarkan bahwa Rasul yang diutus untuk menyampaikan
risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat
luhur, baik spiritual, atau intelektual. Sehingga manusia belajar darinya,
memenuhi panggilannya, menggunakan metode nya dalam hal kemuliaan, keutamaan
dan akhlak terpuji. Dia mengutus Muhammad Saw sebagai teladan yang baik bagi
umat manusia disepanjang sejara, dan bagi umat manusia disetiap saat dan tempat
sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang member petunjuk.
Keteladanan
dalam pendidikan adalah metode influensif yang paling menetukan keberhasilan
dalam mempersiapkan dan membentuk sifat, dan perilaku moral, spiritual dan
sosio anak, yang akan ditirunya dalam segala tindak tanduknya, dan sopan
santunya, disadari atau tidak bahkan jiwa dan perasaan seorang anak sering
menjadi suatu gambaran pendidiknya. Metode keteladanan ini juga penting bagi
orag dewasa. Metode
Pembiasaan
Dalam pembentukan sikap, metode pmebiasaan sebenarnya cukup
efektif. Orang yang terbiasa bersih akan memilih hidup bersih, tidak hanya
bersih secara fisik tetapi juga berdampak pada bersihnya fikiran dan hatinya. perlu
diingat bahwa, pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan. Rasulullah
berulang-ulang berdoa dengan doa yang sama, akibatnya dia hafal benar doa itu
dan sahabatnya yang mendegarkan doa yang berulang-ulang itu juga turut menjadi
hafal.
Allah berfirman QS an Nur ayat 27:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ
وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ
تَذَكَّرُونَ ٢٧
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Demikianlah yang sebaiknya untuk mu semoga
kamu mendapat pelajaran
(QS. An Nur : 27)
Dalam
kehidupan manusia sehari-hari, sangat banyak kebiasaan yang berlangsung
otomatis dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Kebiasaan sebenarnya
berintikan pengalaman. Apa yang dibiasakan ?, yang dibiasakan adalah sesuatu
yang diamalkan. Inti pembiasaan ini adalah pengulangan. Jika seorang guru
setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu sudah dikatakan membiasakan. Bial
murid masuk kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan, ini juga
termasuk membiasakan. Metode pembiasaan ini sangat baik digunakan karena yang
kita biasakan adalah benar. Kita tidak boleh membiasakan anak kita atau anak
didik kita berprilaku jelek.
6.
Metode
Ibrah dan Mau’izah
Metode ibrah yang sering digunakan dalam pendidikan Islam ialah
pembentukan suatu kondisi psikis yang menyampaikan mausia kepada intisaru
sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang
menyebankan hatinya mengikutinya. Sedangkan metode mau’izah ialah nasihat yang
lembut yang diterima dengan cara menjelaskan pahala atau nacaman.
Pemanfaatan metode ibrah (pelajaran) dari suatu kisah hanya dapat
dipahami oleh orang-orang yang berfikir dan berzikir. Sedangkan mau’izah
merupakan nasihat dengan cara menyentuh kalbu.
Allah berfirman:
لَقَدۡ كَانَ فِي
قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ
وَلَٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى
وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ ١١١
Artinya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka
itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu
bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi
orang yang beriman (QS. Yusuf : 111)
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ibrah dengan suatu kondisi yang
dapat mengantarkan pengetahuan, dari pengetahuan kongkrit menuju pengetahuan
abstrak, baik melalui perenungan (ta’amul) ataupun pemikiran (tafakur).
An Nahlawi memberikan arti ibrah dengan kondisi psikis manusia yang dapat
mengantarkan maksud pengetahuan yang disaksikan, melalui upaya mengobservasi,
membandingkan, menganalogikan, dan memberi keputusan yang rasional, sehingga
sampai pada suatu kondisi yang dapat memberi dorongan,
khususnya hati tanpa mengabaikan kesuaian dengan akhir pemikiran sosial.
7.
Metode
Taghrib dan Tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang
disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Matode tarhib
bertujuan agar oran mematuhi aturan Allah demikian pula metode tarhib namun
penekanannya untuk meninggalkan kejahatan, sedangkan targhib agar seseorang
melakukan kebaikan.
Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar
adalah pengethuan yang membicarakan tentang metode yang digunakan sebagai cara
dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik agar tercapai tujuan
pembelajaran (kompetensi dasar) yang ditetapkan.
Prinsip dasar
metode ini adalah dalam QS. Al zalzalah : 7-8)
فَمَن
يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ ٧ وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ
ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ ٨
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Al Zalzalah : 7-8)
Targhib dan tarhib
dalam pendidikan Islam berbeda dengan metode ganjaran dan hukuman dalam
pendidikan Barat. Perbedan utamanya adalah Targhib dan Tarhib berdasarkan
ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman berdasarkan duniawi. Implikasi
dari perbedaan itu antara lain:
a.
Targhib
dan Tahrib lebih tegus karena akarnya berada dilangit, sedangkan teori hukuman
dan ganjaran hanya berdasarkan sesuatu yang duniawi. Targhib dan Tarhib itu
mengandung aspek iman, sedangkan metode ganjaran dan hukuman tidak.
b.
Secara
operasional, Targhib dan Tarhib sudah ada dalam Al-Quran dan Hadits Nabi,
sedangkan hukuman dan ganjaran dalam metode Barat harus ditemukan guru sendiri.
c.
Targhib
dan Tarhib bersifat universal, dapat digunakan kepada siapa saja, hukuman dan
ganjaran tidak.
d.
Dipihak
lain Targhib dan Tarhib lebih lemah dari pada hukuman dan ganjaran karena
hukuman dan ganjaran lebih nyata dan langsung itu juga, sedangkan Targhib dan
Tarhib tidak langsung diterima di akhirat.
E. Metode Pendidikan Menurut Pakar Pendidikan Islam
Para ahli didik Islam telah merumuskan berbagai metode pendidikan
Islam di antaranya :
Al-Ghazali
Seyogyanya agama diberikan kepada anak usia sejak dini, sewaktu dia
menerimanya dengan hafala diluar kepada. Ketika ia menginjak dewasa, sedikit
demi sedikit makna agama tersingkap baginya. Jadi, prosesnya dimulai dengan
hafalan, diteruskan dengan pemahaman. Demikian pula keimanan tumbuh pada anak
tanpa dalih terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan bukti-bukti (dalil) yang
dapat memperkuat keyakinannya. Proses penuntunan anak dalam pendidikan ibarat
penanaman benih. Sedangkan penanaman keyakinan dilakukan dengan memberikan
keterangan ibarat proses penyiraman dan pemeliharaan. Benih ini dapat tumbuh,
berkembang dan meninggi bagaikan sebuah pohon yang baik lagi kokoh. Akarnya
tertancap kekar dan cabangnya menjulang tinggi kelangit.
Al Ghazali mengambil sistem yang berasaskan
keseimbangan antara kemampuan rasional dengan kekuasaan tuhan, antara kemampuan
penalaran dengan pengalaman mistik yang memberikan ruang bekerjanya akal
pikiran, dan keseimbangan antara berfikir deduktif logis dengan pengalaman
empiris manusia. Atas dasar pandangan Al-ghazali yang bercorak empiris itu maka
tergambar pula dalam metode pendidikan yang diinginkan. Diantaranyalebih
menekankan pada perbaikan sikap dan tingkah laku para pendidik dalam mendidik,
seperti berikut:
a) Guru harus
bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri;
b) Guru tidak usah
mengharapkan upah dari tugas pekerjaannya;
c) Guru harus
memberi nasehat pada muridnya agar menuntut ilmu tidak untuk kebanggan diri
atau untuk mencari keuntungan pribadi;
d) Guru harus
menolong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat;
e) Guru harus memberi contoh yang
baik dan teladan yang indah dimata anak didik sehingga anak didik senang untuk
mencontoh tingkah lakunya;
f) Guru harus
mengajarkan apa yang sesuai dengan tingkat kemampuan akal anak didik;
g) Guru harus
mengamalkan ilmunya, karena ia menjadi idola dimata anak;
h) Guru harus
memahami jiwa anak didiknya;
i)
Guru harus dapat mendidik keimanan kedalam
pribadi anak didiknya.
Dengan demikian jelaslah kepada kita bahwa
metode pendidikan yang harus dipergunakan oleh para pendidik/pengajar adalah
yang berprinsip child centered yang lebih mementingkan anak didik dari
pada pendidik sendiri. Omar
Mohammad al Thoumy al Syaibany
Metode adalah:
1. Metode
pengambilan kesimpulan secara induktif. Metode ini dimulai dengan membahasa
bagian-bagian yang kecil untuk sampai pada undang-undang umum.
2. Metode
perbandingan (qiyasiyah)
c.
Metode
kuliah dengan menyiapkan pelajaran dan kuliah, mencatat materi yang penting,
mengutarakan secara sepintas tentang penting tersebut, kemudian menjelaskan
denagn terperinci
3 Metode
dialog dan perbincangan,
e.
Metode
lingkaran (halaqah), riwayat, mendengarkan dan membaca, dikte, hafalan,
pemahaman lawatan.
Abdullah
Nashih Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan menguraikan, paling tidak ada empat macam
yang harus dilakukan oleh pendidik dirumah tangga (orang tua) dan tanggung
jawabnya mendidik dan memenuhi keinginan anak, yaitu:
a.
Menyuruh
anak-anak semenjak awal membaca la ilaha Ilallah,
b.
Memperkenalkan
sejak awal tentang pemikiran hokum halal dan haram,
c.
Menyuruh
anak beribadah semenjak umur tujuh tahun;
d.
Mendidik
anak cinta kepada Rasul dan keluarganya serta cinta membaca Al Quran
Abd.
al Rahman al-Nahlawi
Al Nahlawi mengemukakan karyanya, bahwa metode Quran dan hadits
yang dapat menyentuh perasaan, meliputi:
a.
Metode
hiwar (percakapan)
b.
Mendidik
dengan kisah
c.
Mendidik
dengan amtsal
d.
Mendidik
dengan member ketauladan
e.
Mendidik
dengan pembiasaan diri dan pengalaman
f.
Mendidik
dengan mengambil ‘ibrah (pelajaran) dan mau’izah (peringatan)
g.
Mendidik
dengan membuat senang (taghrib) dan membuat takut (tarhib)
5.
Abdurrahman
Saleh Abdullah
Mengemukakan beberapa metode pendidikan dan peranannya, yaitu:
a. Metode
cerita dan ceramah. Tujuan yang hendak dicapai dari metode cerita dan ceramah
adalah untuk memberikan dorongan psikologis kepada peserta didik;
b. Metode
diskusi, Tanya jawab atau dialog. Teknik ini akan membawa kepada penarikan
kesimpulan secara deduksi. Dalam pendidikan deduksi merupakan suatu metode
pemikiran logis yang bermanfaat;
c.
Metode
perumpamaan atau metafora. Penjelasan konsep-konsep abstrak dengan makna-makna
kongkrit member gambaran yang jelas bagi peserta didik;
d.
Metode
hukuman dan ganjaran. Efektifitas metode hukuman dan ganjaran berasal dari
fakta yang menyatakan bahwa metode ini secara kuat berhubungan dengan kebutuhan
individu. Seorang peserta didik yang yang menerima ganjaran akan memahaminya
sebagai tanda penerimaan kepribadiannya membuat merasa aman. Keamanan merupakan
salah satu kebutuhan psikologis. Sementara hukuman yang berkaitan dengan
hal-hal yang tidak disukainya akan dapat menguatkan rasa aman tersebut.
Dari kutipan-kutipan diatas, terlihat bahwa metode mengajar yang
dikemukakan oleh para ahli tersebut dilaksanakan sejak dini, bertahap,
berkesinabungan dan tuntas, serta dengan bijaksana, penuh kasih saying,
tauladan yang baik, yang sesuai dengan perkembangan anak, yang dapat
meningkatkan minat dan dengan cara yang praktis. Semua metode tersebut
sebenarnya sudah terkandung dalam metode mengajar dalam Al-Quran yang ditempuh
melalui tiga cara yaitu: (1) al-hikmah; (2) al mau’izhah hasanah;
(3) mujadalah bi hiya ahsan.
Sesuai dengan firman Allah Swt.
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ
رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ
أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ
أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk (QS.
An Nahl : 125)
Metode Qurani
tersebut diatas menuntut kepada pendidikan untuk berorientasi kepada “educations
needs” dari anak didik dimana faktor “human nature” yang potensial
tiap pribadi anak dijadikan sentrum proses kependidikan sampai kepada batas
maksimal perkembangan. Pelaksanaan dan pemilihan metode yang tepat guna selain
memudahkan bahan pengajaran untuk diterima peserta didik, juga hubugan pendidik
dengan peserta didik tidak terputus. Hubungan yang demikian ini sangat penting
untuk membina karakter peserta didik dan kewibawaan pendidik yang harus
dihormati dan dimuliakan. Peserta didik akan mengenal pendidiknya dan pendidik
akan mengenal peserta didiknya dengan seksama. Saling menghormati hanya akan
tercipta kalau ada saling mengenal. Tanggung jawab pendidik terhadap peserta
didik selain dari menghargai fitrah dan membina pembentukan karakter mereka,
juga memberikan perasaan aman dan ketentraman pada peserta didik.
F. Metode Mengajar Dalam Pendidikan Islam
Metode mengajar dalam pendidikan Islam sebenarnya dapat saja
mengadopsi metode yang dipakai dalam pengajaran secara umum asalkan tidak
bertentangan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya
dalam Al-Quran dan hadis. Metode-metode tersebut diantaranya : (1) metode
ceramah, (2) metode diskusi, (3) metode Tanya jawab, (4) metode demonstrasi,
(5) metode karyawisata, (6) metode penugasan, (7) metode pemecahan masalah, (8)
metode simulasi, (9) metode eksperimen, (10) metode unit, (11) metode sosio
drama, (12) metode kelompok, (13) metode studi kemasyarakatan, (14) metode
modul, (15) metode berprogram, (16) dan lain-lain.
Disamping metode mengajar, dikenal pula istilah teknik mengajar
dalam pendidikan Islam. Berbeda dengan metode, teknik lebih bersifat spesifik.
Hadari Nawawi menawarkan beberapa teknik pendidikan Islam.
a.
Mendidik
melalui keteladanan.
Rasulullah adalah panutan terbaik bagi umatnya, pada diri beliau
senantiasa ditemukan tauladan yang baik serta keteladanan mulia. Sifat-sifat
yang ada pada beliau adalah siddiq, amanah, fathonah, dan tabligh. Pribadi
seperti yang ditauladankan Rasulullah adalah manusia pilihan yang dimuliakan
Allah Swt.
Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi
tauladan bagi peserta didiknya. Ketauladanan dalam semua kebaikan dan bukan
sebaliknya. Dengan ketauladanan tersebut, dimaksudkan peserta didik dapat untuk
dapat senantiasa mencontoh segala sesuatu yang baik-baik dalam perkataan maupun
perbuatan seorang pendidik.
b.
Mendidik
melalui kebiasaan
Faktor ini perlu diterapkan pada peserta didik sejak dini. Contoh
sederhana misalnya, membiasakan mengucapkan salam pada waktu masuk dan keluar
rumah, membaca basmallah setiap memulai sesuatu pekerjaan dan
mengucapkan hamdallah setelah menyelesaikan pekerjaan. Faktor pembiasaan
hendaknya secara kontiniu. Faktor ini harus dilakukan dengan menghilangkan
kebiasaan buruk. Ada dua jenis pembiasaan yang harus ditanamkan melalui proses
pendidikan, yaitu : 1) kebiasaan yang bersifat otomatis, 2) kebiasaan yang
dilakukan atas dasar pengertian dan kesadaran akan manfaat dan tujuan.
c.
Mendidik
melalui nasehat dan cerita
Dalam mewujudkan interaksi antara pendidik dan peserta didik,
nasehat dan cerita merupakan cara mendidik yang bertumpu pada bahasa, baik
lisan maupun tertulis. Cara ini banyak sekali dalam Al-Quran. Nasehat dan
cerita pada dasarnya bersifat penyampaian pesan dari sumbernya kepada pihak
yang dipandang memerlukannya. Dalam Al-Quran banyak dijumpai ayat tentang
nasehat dan cerita mengenai para Rasul atau Nabi terdahulu sebelum Nabi
Muhammad Saw yang bertujuan menimbulkan kesadaran bagi yang mendengarkan atau
yang membacanya. Dengan pendetan ini diharapkan akan meningkatkan keimanan
peserta didik untuk berbuat amal kebaikan dalam menjalani kehidupannya.
Demikian Al-Quran berfungsi sebagai penerang bagi seluruh manusia, petunjuk
serta pelajaran bagi orang yang bertaqwa.
d.
Mendidik
melalui disiplin
Kehidupan ini penuh dengan berbagai pelaksanaan kebiasaan dan
pengulangan kegiatan secara rutin dari hari ke hari yang berlangsung tertib.
Didalam kebiasaan dan kegiatan yang dilakukan secara rutin itu, terdapat
nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi tolak ukur tentang benar atau
tidaknya sesuatu yang dilakukan seseorang. Peserta didik sejak dini harus
dikenalkan dengan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia. Pengenalan dini
ini berguna bagi dirinya agar hidup secara tertib, efesien, dan efektif. Dengan
kata lain, setiap peserta didik harus dibantu hidup secara disiplin.
e.
Mendidik
melalui partisipasi
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri tanpa manusia lain. Ia
saling membutuhkan satu sama lain, sehingga perlu bekerja sama untuk saling
percaya dan mempercayai dan hormat menghormati. Kehidupan seperti ini
mengharuskan manusia diperlakukan sebagai subyek dan bukan sekedar sebagai
obyek. Dalam interaksi pendidikan, disatu sisi anak
tidak boleh diperlakukan sebagai manusia kecil yang tidak patut berpartisipasi
dengan semua kegiatan orang dewasa. Disisi lain anak tidak boleh pula
diperlakukan sebagai orang dewasa yang berbadan kecil, sehingga harus memikul
tanggung jawab dan ikut berpartisipasi terhadap semua aktivitas orang dewasa.
Banyak aktivitas orang dewasa yang yang dapar
diikut sertakan kepada peserta didik yang pada gilirannya dapat mengantarkannya
pada tingkat kedewasaan. Sebaliknya banyak pula aktivitas orang dewasa yang
tidak pantas diikuti oleh anak, sebab akan berakibat buruk pada perkembangan
psikisnya. Pendidik harus memberikan kesempatan peserta didik berpartisipasi
melalui proses bertukar pikiran antara pendidik dan peserta didik. Untuk itu,
setiap peserta didik hendaknya diberikan kesempatan beraktivitas sesuai dengan
taraf umur dan dari perkembangan untuk ikut serta memikirkan masalah, baik yang
datang dari anak maupun dari lingkungan keluarga, bahkan masyarakat sekitarnya.
f.
Mendidik
melalui pemeliharaan
Setiap anak yang lahir dalam keadaan lemah dan
tak berdaya dan dalam keadaan belum dewasa. Sementara kedewasaan merupakan
syarat mutlak bagi kehidupan manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota
masyarakat. Salah satu bentuk pemeliharaan bahwa sang ibu akan menyusukan
bayinya. Pemeliharaan itu akan semakin rumit manakala anak-anak tumbuh dan
berkembang, khususnya yang berkenaan dengan masalah aqidah, akhlak dan
syari’ah. Dalam masalah ini, anak-anak memerlukan perlindungan agar terhindar
dari pengaruh buruk dari kawan-kawan atau masyarakat sekitarnya. Disaat
ini pula anak-anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian ekstra cukup. Getaran
kasih sayang kerelaan melindungi dan memelihara dalam interaksi edukatif ini
sangat penting karena anak-anak sangat sensitif terhadap sentuhan ini. Banyak
kasus terjadi, tatkala seorang anak dalam perkembangannya menghadapi masalah,
sementara kedua orang tak mampu memahami perkembangan dan tak mampu
menyelesaikan secara baik persoalan yang dihadapi anak, maka acapkali anak
mencari jalan keluarnya sendiri secara keliru. Akibatnya, banyak anak yang salah dalam
menentukan kehidupanya dengan jalan yang nista dan bertentangan dengan norma
agama.
Beberapa teknik yang telah dikemukakan diatas tidak berdiri sendiri secara
terpisah. Penggunaannya dapat dilakukan bersama-sama atau saling menunjang satu
sama dengan yang
lain. Misalnya mendidik melalui disiplin akan lebih efektif bila diikuti dengan
cara ketauladanan. Sedangkan ketauladanan akan berlangsung efektif pula apabila
sejak awal pendidikan melalui pemeliharaan yang didasari cinta dan kasih
sayang, kerelaan dan kewibawaan, telah menjiwai interaksi antara pendidik dan
anak didik. Demikian pula mendidik melalui disiplin akan berlangsung efektif,
bila mana pada anak-anak telah dikembangkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang baik,
manusiawi, dan diridhoi Allah Swt.
G. Karakteristik
Metode Pendidikan Islam
Karakteristik metode pendidikan Islam tentunya
sesuai dengan karakteristik sistem pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik yang paling
menonjol adalah pendidikan Islam yang berdasarkan kepada Al-Quran dan Sunnah
serta Pendidikan Islam sarat nilai bukan nilai bebas. Maka metode pendidikan
yang diterapkan dan dikembangkan harus berlandaskan kepada semangat Al-Quran
dan Sunnah serta sarat akan nilai yang sesuai dengan sumber Islam itu sendiri.
Lebih lanjut, Nizar dan Al-Rasyidin merumuskan ada delapan yang menjadi
karakteristik metode pendidikan Islam, yaitu:
1. Keseluruhan
proses penerapan metode Pendidikan Islam dimulai pembentukannya, penggunaannya
sampai pada pengembangannya tetap didasarkan pada nilai-nilai asasi Islam
sebagai ajaran yang universal.
2. Proses
pembentukkan, penerapan dan pengembangannya tetap dapat dipisahkan dengan
konsep al-akhlak al karimah sebagai tujuan tertinggi dan Pendidikan Islam.
3. Metode
pendidikan Islam bersifat luwes dan fleksibel dalam artian senantiasa membuka
diri dan dapat menerima perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
melingkupi proses kependidikan Islam tersebut, baik dari segi peserta didik,
pendidik, materi pelajaran, dan lain-lain.
4. Metode
pendidikan berusaha sungguh-sungguh untuk menyeimbangkan antar teori dan
praktek.
5. Metode
pendidikan Islam dalam penerapannya menekankan kebebasan peserta didik untuk
berkreasi dan mengambil prakarsa dalam batas-batas kesopanan dan al-akhlakul
karimah.
6. Dari segi
pendidik, metode pendidikan Islam lebih menekankan nilai-nilai keteladanan dan
kebebasan pendidik dalam menggunakan serta mengkobinasikan berbagai metode
pendidikan yang ada dalam mencapai tujuan pengajarannya.
7. Metode
pendidikan Islam dan penerapannya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang
memungkinkan terciptanya interaksi edukatif yang kondusif
8. Metode
pendidikan Islam merupakan usaha untuk memudahkan proses pengajaran dalam
mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.
Seluruh karakteristik tersebut harus diketahui
dan dipahami oleh para pendidikmuslim. Dalam konteks ini,
menurut Arifin, persoalan terpenting yang harus dilihat para pendidik adalah
prinsip bahwa penggunaan metode dalam proses kependidikan Islam harus mampu
membimbing, mengarahkan dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau
dewasa dalam sikap dan kepribadiannya, sehingga tergambar dalam dirinya tingkah
laku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ada tiga aspek tujuan pendidikan Islam yang
harus diperhatikan pendidik supaya dapat memilih dan menentukan metode yang
akan dipakai, yaitu:
a. Membentuk
manusia didik yang mengabdi kepada Allah Swt.
b. Bernilai
edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Quran dan Hadits;
c. Berkaitan
dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran Islam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Metode
pendidikan Islam merupakan salah satu bagian penting dalam bangunan pendidikan
sebagai suatu sistem. Metode memiliki nilai signifikansi yang mempermudah dan
mempercepat atau menjadikan tujuan dapat dicapai melalui cara yang paling cepat
dan tepat. Dalam menggunkan metode tersebut tentunya diperlukan dasar-dasar
yang kokoh yang dapat menunjang dan menjadikan metode tersebut dapat metode
tersebut dapat digunakan secara baik dan efektif. Diantaranya dasar tersebut
adalah dasar agama, dasar social, psikologis, dan biologis.
Dalam
penggunaan metode juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip penggunaannya.
Prinsip-prinsip ini menjadi koridor bagi pelaksanaan metode terutama dalam
pelaksanaan pembelajaran agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif
dan efesien.
Al-Quran telah
banyak memberikan contoh metode-metode yang dapat digunakan dalam mendidik
peserta didik. Metode-metode tersebut dapat digunakan dalam situasi-situasi
yang relevan. Metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan yang
penting adalah asas-asas penggunaan metode tersebut dilaksanakan.
Dalam prosedur
pembuatan metode, hal yang harus diperhatikan adalah tujuan pendidikan, anak
didik, situasi, fasilitas, dan pribadi pendidik. Dengan memperhatikan hal-hal
tersebut efektifitas penggunaan metode akan terbukti dan dapat menyampaikan
kepada tercepainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Salminawati SS, Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung:Citapustaka Media Printis, 2011)
Muzayyin Arifin, Filsafat pendidikan Islam,(Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2014),
Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan
Islam,(direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2009)
Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya,(Yogyakarta: CV Diponegoro, 2010)
Ramaliyus dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:
kalam Mulia, 2010),
Syafaruddin,
Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta Selatan: Hajri Pustaka Utama, 2017),
Al
Rasydin, Falsafah Pendidikan Islami,(Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2008)