"Dengan membaca kamu mengenal dunia. Dengan Menulis kamu dikenal Dunia."

murevi18.blogspot.com

Rabu, 06 Agustus 2025

SELAMATKAN PUASAMU


Oleh: Mhd. Reza Fahlevi ZA


Rasulullah Saw. Bersabda:

“Puasa adalah perisai, selama ia tidak memecahkannya.”

(HR. An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim)

 

Ibadah puasa itu bagaikan perisai. Jadi, bisa dikatakan orang yang berpuasa diumpamakan seperti melindungi diri dari musuh, yaitu syaitan. Sebagaimana firman Allah Swt.: “Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Yasin: 60).

Dalam hadis diberitakan bahwa puasa dapat menyelamatkan pelakunya dari azab Allah Swt. Riwayat lain menyebutkan bahwa puasa dapat menyelamatkan dari api neraka. Pada suatu ketika, seseorang bertanya kepada Nabi Saw., “Apakah yang menyebabkan puasa itu rusak?” Jawab beliau, “Berdusta dan menggunjing.”

Hadis di atas menekankan kepada kita agar menjauhkan diri dari perbuatan yang menyebabkan puasa menjadi sia-sia. Karena perintah puasa di khususkan untuk orang yang beriman dan salah satu ciri perilaku orang beriman adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya baik itu perbuatan maupun ucapan. Allah Swt. berfirman: “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.” (QS. Al Mu’minun: 3). Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Di antara kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang sia-sia.” (HR. Tirmidzi).

Sebagian alim ulama mengatakan bahwa berbohong dan menggunjing adalah perkara yang membatalkan puasa sebagaimana makan dan minum. Namun, sebagian besar ulama berpendapat bahwa hal itu tidak sepenuhnya membatalkan puasa, tetapi dapat menghilangkan keberkahannya.

Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Sirrur Asrar menjelaskan tentang puasa syariat dan puasa tarekat. Puasa syariat adalah puasa yang dilakukan oleh orang-orang awam yaitu menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan badan pada siang hari. Sedangkan puasa tarekat adalah menahan seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan yang dilarang dan sifat-sifat tercela, seperti ujub, sombong, bakhil, dan lainnya lahir batin dan siang malam. Semua itu jika dilanggar maka dapat membatalkan puasa tarekat. Puasa syariat terbatas oleh waktu, sedang puasa tarekat selamanya, sepanjang usia.

Oleh karena itu Rasulullah Saw. bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya lapar dan dahaga.”

Saat anda berpuasa perhatikan enam perkara ini agar puasa tetap terpelihara puasa tersebut.

Pertama, menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang. Bahkan ada yang melarang melihat dengan nafsu terhadap istri sendiri, apalagi melihat wanita yang bukan mahramnya. Nabi Saw. bersabda: “Pandangan mata adalah anak panah dari anak-anak syaitan. Barangsiapa takut kepada Allah lalu ia menjauhkan diri dari melihat maksiat, maka Allah akan mengkaruniakannya kekuatan, kemanisan, dan kelezatan iman di dalam hatinya.” Para ahli sufi mengatakan bahwa pandangan yang berlebihan itu dapat melalaikan hati dari mengingat Allah Swt.

Kedua, memlihara lidah dari berkata dusta, berbicara sia-sia, memfitnah, mengumpat dan sebagainya. Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa puasa adalah perisai bagi pelakunya. Oleh sebab itu, orang yang berpuasa hendaknya menjauhi berbicara sia-sia, senda gurau, bertengkar, dan sebagainya. Jika ada orang lain mengajak bertengkar, maka katakanlah, “Aku sedang berpuasa” dengan kata lain, jangan terpancing untuk bertengkar, hindarilah pertengkaran. Dan yang paling utama yamg harus di jauhi dengan adalah dusta dan ghibah. Sebagian ulama secara jelas menyatakan bahwa kedua hal itu dapat membatalkan puasa, sebagaimana makan dan minum.

Ketiga, menjaga telinga dari mendengarkan yang makruh. Rasulullah Saw. bersabda: “Di dalam ghibah, orang yang membicarakan atau yang mendengarkannya sama-sama bersekutu dalam dosa.”

Keempat, menjauhkan anggota badan lainnya dari perbuatan dosa dan hal-hal yang diharamkan. Misalnya, tangan jangan menyentuh sesuatu yang dilarang, kaki jangan berjalan kearah yang dilarang. Demikian juga halnya dengan perut; ketika ifthar hendaknya berhati-hati agar benda-benda haram dan syubhat tidak masuk ke dalam perut kita. Orang yang berpuasa kemudian berbuka dengan makanan yang haram atau dari hasil yang haram ibarat orang sakit yang minum obat yang dibubuhi racun. 

Kelima, jangan terlalu kenyang saat berbuka. Tujuan puasa adalah untuk menahan syahwat dan nafsu hewani kita serta meningkatkan nurani dan ruhani kita. Selama sebelas bulan kita bebas dari makan dan minum. Maka, apakah pengurangan penguranagn makan pada bulan ramadhan akan membahayakan kita? Kita memiliki kebiasan buruk pada bulan ramadhan yaitu makan berlebihan ketika berbuka untuk mengganti makanan yang hilang (tidak makan di siang hari). Demikian juga, ketika sahur kita makan sekenyang-kenyangnya untuk persiapan pada siang harinya. Bahkan kita makan sangat banyak melebihi kebiasaan di luar bulan ramadhan. Menu makanan yang yang biasanya tidak di makan pada bulan lain justru di makan pada bulan ramadhan. Kebiasaan ini sama sekali bertolak belakang dengan semangat ramadhan dan tujuan berpuasa.

Berkata Imam Al-Ghazali rahimahullah, “Tujuan berpuasa adalah menundukkan hawa nafsu dan melawan iblis. Lalu bagaimana hal itu dapat tercapai jika berbuka puasa dengan berlebihan dengan niat mengganti makanan yang telah hilang?”

Keenam, siapapun orang yang telah berpuasa hendaknya merasa khawatir apakah puasanya diterima atau tidak. Demikian juga berlaku pada ibadah-ibadah lainnya, jangan merasa selesai begitu saja. Siapa saja tahu, barangkali ada hal-hal yang tertinggal atau kurang yang tidak diperhatikan sama sekali, sehingga akan dilemparkan ke muka kita. Rasulullah Saw. bersabda: “Banyak sekali yang membaca Al-Quran, tetapi Al-Quran melaknat mereka.”

Akibat yang disebutkan di atas adalah hasil dari buruknya niat. Oleh sebab itu, seseorang yang berpuasa hendaknya menjaga kelurusan niatnya dan selalu berharap kepada Allah Swt. menerima puasanya disertai doa agar semua itu dikerjakan semata-mata karena Allah Swt. Selain smeua ini, hal yang mesti diingat adalah bahwa kekhawatiran kita terhadap amal kita yang tidak diterima merupakan satu hal, dan berharap pada kemurahan Allah Swt. adalah hal yang lain. Jika kemaksiatan saja terkadang Allah Swt. mengganti dengan pahala, bagaimana halnya dengan amal ibadah (walau penuh dengan kekurangan)?

Enam perkara yang disebutkan di atas merupakan perkara yang sangat penting bagi orang yang mengharapkan gelar takwa. Bagi orang-orang yang lebih tinggi ketakwaannya, yaitu muqarrabin, bisa ditambah satu menjadi tujuh perkara. Yaitu, hendaknya hati jangan sampai berpaling kepada siapapun melainkan hanya kepada Allah Swt., bahkan tidak perlu mengkhawatirkan makanan untuk berbuka. Sebagian ulama menganggap suatu kekeliruan jika seseorang memikirkan makanan untuk berbuka puasa atau berusaha mendapatkan sesuatu untuk berbuka, karena hal itu berarti menunjukkan keyakinannya yang kurang terhadap janji Allah Swt. yang telah menjamin rezeki manusia. Allah Swt. berfirman: “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediaman dan tempat penyimpanannya.” (QS. Hud: 6)

Al-Quran memerintahkan, “Puasa telah diwajibkan ke atasmu.” Para ahli tafsir Al-Quran menyatakan bahwa berdasarkan ayat ini dapat di simpulkan bahwa berpuasa diwajibkan bagi seluruh anggota tubuh. Semoga dengan kekuatan iman dan takwa yang kita miliki saat ini mampu melindungi dan menjadikan perisai serta terpelihara puasa lahir dan batin kita.

 

Share:

0 Post a Comment:

Posting Komentar

Pengikut

Definition List

Unordered List

Support