Pengertian hadis aḥād
Menurut
bahasa berasal dari kata aḥād adalah jamak dari wāhid atau aḥād yang artinya
“satu”.
Menurut
istilah seperti yang ditulis oleh Mahmūd Ṭahhan dalam bukunya “Taisīr fī Musṭalaḥi
al-ḥadīṡ” adalah: “Hadis yang tidak memenuhi syarat hadis mutawātir”
Klasifikasi hadis Aḥād
Hadis Masyhūr
Masyhūr
menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau yang sudah popular. Menurut
Istilah hadis masyhūr adalah: “Hadis yang
diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat
mutawātir”.
Keterangan
:
Hadis
ini dinamakan hadis masyhūr karena diriwayatkan oleh 3 orang rijāl al- ḥadīṡ
atau lebih dan belum sampai derajat mutawātir, adapun sanadnya adalah sebgai
berikut:
1. Ṭabaqah
pertama (sahabat) 3 orang (Jabir, Abu musa, Abdullah bin Umar).
2. Ṭabaqah
kedua (tabi’īn kabir) 4 orang (Abu Zubair, Abu Burdah bin Abi Musa, Abi
al-Khair, as-Sya’bi).
3. Ṭabaqah
ketiga (tabi’īn shaghir) 5 orang (Ibnu Juraih, Abu Burdah bin Abdullah, Yazid,
Isma’il, dan Abi Safar).
4. Ṭabaqah
ke empat (atba’ tabi’īn kabir) 4 orang (Abu Ashim, Yahya, Ibn alHaris,
Syu’bah).
5. Ṭabaqah
ke lima (atba’ tabi’īn shaghir) 4 orang (Hasan, Abdullah bin Humaid, Said, Ibn
Wahab, Adam bin Abbas).
6. Ṭabaqah
selanjutnya Abu Tahir, Bukhari dan Muslim.
Selain
hadis masyhūr secara definitif (istilahi) juga ada hadis masyhūr yang berarti
terkenal. Adapun macam-macam masyhūr ghairu isthilahi adalah sebagai berikut;
Masyhūr
khusus dikalangan ahli hadis seperti:
Masyhūr
dikalangan ahli hadis, ulama dan orang umum, seperti:
Masyhūr
dikalangan Uṣuliyyin seperti:
Masyhūr
dikalangan umum seperti:
Hukum
mengamalkan hadis masyhūr boleh dijadikan hujjah jika hadis derajat hadisnya ṣaḥīḥ
atau ḥasan dan jika derajadnya ḍa'īf tidak boleh dijadikan hujjah untuk
menentukan halal haram.
Nama
lain hadis masyhūr adalah hadis “mustafiḍ”, namun hal ini masih berbeda
pendapat dikalangan ulama sebagaimana mereka mendefinisikan hadis mustafiḍ
adalah:
Menurut
bahasa “intisyār” tersebar.
Menurut
istilah, ulama berbeda pendapat:
Sama
dengan masyhūr .
Lebih
khusus dari masyhūr : karena Mustafiḍ syaratnya harus di awal sanad (ṭabaqah
sahabat).
Lebih umum dari masyhūr: karena masyhūr syaratnya harus di awal sanad (ṭabaqah sahabat).
Hadis
‘Azīz
Hadis
‘azīz menurut bahasa berarti hadis yang mulia atau hadis yang kuat atau hadis
yang jarang, karena memang hadis ‘azīz itu jarang adanya.
Para
ulama memberikan definisi sebagai berikut: hadis ‘azīz adalah: “Hadis yang
diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang periwayat tersebut terdapat
pada satu ṭabaqah saja, kemudian setelah itu orang-orang pada meriwayatkannya”.
Definisi
menurut Mahmud Tahhān adalah: “Hadis ‘azīz adalah hadis yang hanya diriwayatkan
oleh dua orang rijāl al-ḥadīṡ disalah satu dari semua tingkatan sanad.”
Contoh:
“Rasulullah
Saw. bersabda : “Kita adalah orang yang paling akhir (di dunia), dan yang
paling dulu di hari kiamat”.
Hadis ini dinamakan hadis ‘azīz karena ditingkat sahabat hanya dua orang yaitu Hużaifah bin al-Yaman dan Abu Hurairah, biarpun ṭabaqah setelahnya diriwayatkan oleh rijāl al-ḥadīṡ yang jumlahnya banyak.
Hadis garīb
Hadis
garīb menurut bahasa berarti hadis yang terpisah atau menyendiri dari yang
lain.
Menurut
istilah: “Hadis yang dalam sanadnya
terdapat seorang yang sendirian dalam meriwayatkannya, disalah satu dari semua
tingkatan sanad”.
Ditinjau
dari segi tempat sendiriannya periwayat, hadis garīb terbagi menjadi dua macam.
Yaitu garīb muṭlaq dan garīb nisbi.
Hadis garīb muṭlaq
Apabila
periwayat yang sendirian tersebut pada tingkatan sanad yang pertama; jika
hadisnya marfū’ maka periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah sahabat,
jika ḥadīṡnya mauqūf maka periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah
tabi’īn. Jika hadisnya maqṭū’ maka periwayat yang pertama yang sendirian
tersebut adalah atba’ tabi’īn.
Garīb
muṭlaq juga disebut al-farḍu al-muṭlaq
atau al-farḍu saja.
“Nabi
Muhammad Saw. bersabda :”Iman itu bercabang-cabang 73 cabang. Dan malu itu
salah satu cabang dari iman”.
Hadis
ini dinamakan hadis garīb muṭlaq, karena ṭabaqah pertamanya yaitu Abu Hurairah
sendirian.
Contoh lain:
Hadis garīb nisbi
Garīb
Nisbi adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang rijāl al- ḥadīṡ
disalah satu dari semua tingkatan sanad selain tingkatan sanad yang pertama
(sahabat).
Hadis
garīb nisbi ada 3 bentuk yaitu;
Sendiriannya seorang ṡiqah
Yaitu
hadis yang sanadnya satu atau lebih, namun di salah satu tingkatan sanad selain
tingkatan sanad yang pertama hanya ada satu rijāl yang ṡiqah.
Definisi
lain yaitu: hadis yang sanadnya banyak, namun yang ṡiqah hanya satu. Namun
definisi ini lemah.
Seperti
ada ucapan “tidak ada orang yang ṡiqah
yang meriwayatkan kecuali fulan”.
Hadis
ini dinamakan garīb nisbi (Sendiriannya sorang ṡiqah) karena hadis ini sanadnya
lebih dari satu, namun pada ṭabaqah ke-IV yang ṡiqah hanya Imam Mālik saja
sedangkan yang lain seperti Ibnu Lahi’ah tidak ṡiqah.
Sendiriannya periwayat
tertentu dari syekh tertentu
Yaitu: hadis yang sanadnya satu atau lebih dari satu, namun ada periwayat tertentu yang hanya sendirian menerima hadis dari syekh tertentu.
Hadis
ini diriwayatkan oleh orang banyak dari Sufyan ibnu Uyainah, dari Wa’il bin
Daud, dari Bakar bin Wa’il, dari Ibnu Syihab Az-Zuhri, dari Anas bin Mālik dan
dari Utsman bin Affan.
Tidak
ada rijāl satu pun yang meriwayatkan hadis ini dari Wa’il bin Daud kecuali
Bakar bin Wa’il.
Sendiriannya Periwayat
Suatu Kota tertentu
Yaitu
hadis yang diriwayatkan oleh satu sanad atau lebih namun hanya disuatu kota
tertentu, sedangkan dikota lain tidak ada satupun rijāl al- ḥadīṡ yang
meriwayatkannya.
Sehingga ada muḥaddiṡ yang mengatakan “Fulan hafal hadis sendirian dari penduduk Makkah”, dan lain-lain.
Hadis
riwayat Muslim dari Abdullah bin Zaid tentang sifat wuḍunya Rasulullah dan
mengusap rambut kepalanya dengan air yang bukan sisa tangan beliau. Namun Imam
al-Hakim mengkomentari hadis ini bahwa hadis ini garīb karena hanya penduduk
mesir yang meriwayatkan hadis ini dan tak satupun dari kota lain
meriwayatkannya.
Contoh lain:
Kedudukan hadis aḥād
Hadis
aḥād tidak pasti berasal dari Rasulullah Saw., tetapi hanya dugaan saja (ẓanni
atau maẓnun) berasal dari beliau. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa
hadis aḥād mungkin benar berasal dari Rasulullah Saw., dan mungkin pula tidak
benar berasal dari beliau.
Karena
hadis aḥād itu tidak pasti (gairu qaṭ’i atau gairu maqṭū’), tetapi diduga (ẓanni
atau maẓnun) berasal dari Rasulullah Saw., maka kedudukan hadis aḥād, sebagai
sumber ajaran Islam, berada dibawah kedudukan hadis mutawātir.
Sumber : Buku Ilmu Hadis Kelas XI
NB : Untuk Kalangan Siswa Madrasah Aliyah